Selasa, 16 Agustus 2016

UPACARA HARAM?, Menghormat Bendera, Bukan Bid'ah !!!

UPACARA HARAM?
ONE DAY ONE HADITH

Diriwayatkan dari Salman Al-Farisi RA, Rasul SAW pernah ditanya tentang hukum minyak samin, keju dan bulu binatang lalu beliau menjawab:
الْحَلَالُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ وَالْحَرَامُ مَا حَرَّمَ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ وَمَا سَكَتَ عَنْهُ فَهُوَ مِمَّا عَفَا عَنْهُ
Perkara halal adalah sesuatu yang nyatakan status halalnya oleh Allah dalam Quran-Nya. dan perkara haram adalah sesuatu yang diharamkan Allah dalam Quran-Nya. Adapun perkara yang tidak dibahas oleh Allah, maka itu adalah sesuatu yang dimaafkan. [HR Tirmidzi]

Catatan Alvers

Dalam momen peringatan kemerdekaan akhir-akhir ini banyak orang yang mempermasalahkan hukum mengadakan upacara bendera, termasuk diantaranya masuk ke inbox kami. Mereka berdalih dengan tiga perkara : 1. Upacara bendera tidak pernah dilakukan oleh Rasul dan sahabat beliau. 2. Tidak boleh berdiri untuk menghormat orang lain apalagi menghormat bendera. 3. Mengagungkan bendera termasuk perbuatan syirik.
Alvers, menjawab pertanyaan pertama. Pernyataan bahwa upacara bendera tidak pernah dilakukan oleh Rasul dan sahabat beliau memang benar demikian, namun bukan berarti bid’ah. Karena upacara bendera tidak termasuk urusan ritual ibadah atau dalam bahasa hadits “Fi Amrina”.

Lebih lanjut, Rasul tidak pernah melarang upacara bendera dan semacamnya sedangkan sesuatu yang tidak disinggung oleh beliau termasuk kategori perkara yang diperbolehkan. Rasul SAW bersabda :
الْحَلَالُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ وَالْحَرَامُ مَا حَرَّمَ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ وَمَا سَكَتَ عَنْهُ فَهُوَ مِمَّا عَفَا عَنْهُ
Perkara halal adalah sesuatu yang nyatakan status halalnya oleh Allah dalam Quran-Nya. dan perkara haram adalah sesuatu yang diharamkan Allah dalam Quran-Nya. Adapun perkara yang tidak dibahas oleh Allah, maka itu adalah sesuatu yang dimaafkan. [HR Tirmidzi]
Hal ini sesuai dengan kaidah fiqih syafi’iyyah yang berbunyi :
الأصل في الأشياء الإباحة حتى يدل الدليل على التحريم
"hukum asal dari segala sesuatu adalah mubah (boleh) hingga ada dalil yang mengharamkannya." [Asybah Wan Nadha’ir]
Dari uraian ini maka ketika itu saya jawab “mana dalil yang melarang upacara bendera?”

Pertanyaan Kedua. Alvers, Statement tidak boleh berdiri untuk menghormat orang lain apalagi menghormat bendera ini tidak “semua”nya benar. Mengapa demikian? Karena ada hadits yang sejalan dengan statement tersebut namun pemahamannya tidaklah demikian.

Hadits yang sejalan yang saya maksudkan tadi adalah hadits berikut. Diriwayatkan dari Abi Mijlaz bahwa Muawiyah keluar kemudian orang-orang berdiri untuk menghormatinya maka Muawiyah berkata : Saya pernah mendengar Rasul SAW bersabda :
 مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَمْثُلَ لَهُ الرِّجَالُ قِيَامًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
“Barangsiapa suka orang-orang berdiri untuk (menghormati)nya, maka hendaklah dia bersiap sedia dengan tempat duduknya di Neraka.” [HR Ahmad]

Dalam versi riwayat Ibnu Abi Syaibah, Suatu ketika Muawiyah memasuki sebuah rumah yang di dalamnya terdapat Abdullah bin Amir dan Abdullah bin Zubair. Lalu Abdullah bin Amir berdiri (untuk menghormati kedatangannya) sedangkan Abdullah bin Zubair tidak berdiri. Muawiyah berkata kepada Abdullah bin Amir : Duduklah karena aku mendengar Rasul SAW bersabda : “Barangsiapa suka orang-orang berdiri untuk (menghormati)nya, maka hendaklah dia bersiap sedia dengan tempat duduknya di Neraka.” [HR Ibnu Abi Syaibah]

Hadits lain yang sejalan dengan situasi di atas adalah hadits yang diriwayatkan oleh Sahabat Anas RA berikut :
لَمْ يَكُنْ شَخْصٌ أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَكَانُوا إِذَا رَأَوْهُ لَمْ يَقُومُوا لِمَا يَعْلَمُونَ مِنْ كَرَاهِيَتِهِ لِذَلِكَ
Tidak ada seorangpun yang lebih mereka (para sahabat) cintai melebihi Rasulullah SAW, Anas berkata; Apabila mereka melihat Rasul, mereka tak berdiri karena mereka tahu bahwa beliau tak menyukai yang demikian itu. [HR. Tirmidzi]

Namun demikian alvers, Hadits ini tidak serta merta dipahami sebagai larangan untuk berdiri dalam rangka menghormat orang lain akan tetapi hadits ini menunjukkan akan kerendah hatian Rasul SAW yang tidak suka dihormati apalagi gila hormat sehingga senang melihat orang lain berdiri menghormati beliau dan marah apabila tidak demikian. Maka, di satu sisi hadits di atas melarang seseorang untuk gila hormat dan menuntut orang lain agar menghormati dirinya dengan cara berdiri dan di sisi lain tidak ada larangan untuk berdiri dalam rangka menghormat orang lain. Adapun perintah Muawiyah kepada Abdullah bin Amir untuk tetap duduk dan tidak berdiri hanyalah penjelasan terhadap suatu ilmu dan merupakan wujud rendah hati muawiyah yang jauh dari sifat gila hormat. Jika kedua hal ini dipahami lalu dijalankan maka akan indah kehidupan ini. Orang yang mulia tidak gila hormat dan tidak senang orang lain berdiri untuknya sedang orang-orang di sekitarnya mereka berdiri untuk memuliakannya tanpa diminta apalagi diperintah oleh orang mulia tersebut.
Menurut Al-Bujairimi, Perkataan ulama yang menganjurkan (sunnah) berdiri untuk menghormati orang mulia tidaklah bertentangan dengan hadits di atas karena hadits di atas ditujukan hanya kepada orang yang gila hormat dan senang orang lain berdiri utnuk menghormati kedatangannya. Diriwayatkan bahwa Rasul memerintahkan para sahabat agar tidak berdiri untuk menghormati kedatangan beliau. Namun suatu ketika Nabi bertemu dengan hisan RA dan hisanpun berdiri menghormati beliau sambil mendendangkan syairnya :
قيامي للعزيز علي فرض :: وترك الفروض ما هو مستقيم
عجبت لمن له عقل وفهم :: يرى هذا الجمال ولا يقوم
Wajib atasku untuk berdiri menghormati orang mulia, sedangkan meninggalkan kewajiban adalah hal yang tidak dibenarkan. Aku heran dengan orang yang berakal dan memahami bahwa hal ini (berdiri) adalah baik namun ia tidak berdiri.
Lalu Rasul membiarkan hisan berdiri sebagai pertanda ikrar bahwa apa yang dilakukan oleh hisan bukanlah hal yang salah. Kemudian ini menjadi hujjah bagi ulama yang mengatakan :
إن مراعاة الأدب خير من امتثال الأمر
Menjaga tatakrama itu (dengan berdiri) lebih baik daripada melakukan perintah (duduk). [I’anatut Thalibin]
Lebih jelas dalam urusan ini, Ketika Sa’ad bin Mu’adz RA mendekati pasukan kaum Muslimin, Rasul SAW berkata kepada kaum Anshar :
قُومُوا إِلَى سَيِّدِكُمْ
“Berdirilah untuk (menyambut) pemimpin kalian. [HR Bukhari]
Uraian kedua ini untuk menjawab bolehnya berdiri sebagai bentuk penghormatan. Adapun masalah menghormat bendera saya menguraikannya pada jawabn ketiga berikut.

Pertanyaan Ketiga. Alvers, penanya memberikan statement bahwa mengagungkan bendera termasuk perbuatan syirik. Menjawab pertanyaan ini haruslah diketahui bahwa menghormati bendera dengan berdiri yang terjadi dalam upacara atau ditambah dengan isyarat tangan adalah menunjukkan kesetiaan pada tanah air, berkumpul di bawah kepemimpinannya, dan komitmen untuk mendukungnya, bukan sebagai sikap menyembah bendera dan saya yakin setiap peserta upacara tidak ada yang berniat menyembah bendera sehingga bisa serta merta dihukumi syirik.

Bendera merah putih bukan hanya sebagai bendera, namun ia menjadi simbol perjuangan dalam meraih kemerdekaan. Kalau bendera hanya diartikan sebagai kain maka mengapakah Rasul memerintahkan para sahabat untuk mempertahankan tegaknya bendera mati-matian. Rasul mengangkat Zaid bin Haritsah RA sebagai panglima sekaligus pembawa benderanya. Beliau lalu bersabda:
إِنْ قُتِلَ زَيْدٌ فَجَعْفَرٌ وَإِنْ قُتِلَ جَعْفَرٌ فَعَبْدُ اللهِ بْنُ رَوَاحَةَ
“Kalau Zaid terbunuh, maka Ja’far (yang menggantikannya). Jika Ja’far terbunuh, maka Abdullah bin Rawahah (yang menggantikan).” [HR Bukhari]

Lebih lanjut, dan lebih menarik kisahnya Imam Nasai menuturkan kejadian berikut :
فأخذ الراية زيد فقاتل حتى قتل ثم أخذ الراية جعفر فقاتل حتى قتل ثم أخذ الراية عبد الله بن رواحة فقاتل حتى قتل ثم أخذ الراية خالد بن الوليد ففتح الله عليه
Sesuai dengan perintah beliau, maka Zaid membawa bendera lalu berperang hingga ia tewas lalu bendera diambil alih oleh Ja’far lalu berperang hingga ia tewas lalu bendera diambil alih Abdullah bin Rawahah lalu berperang hingga ia tewas lalu bendera diambil alih oleh Khalid Bin Walid maka Allah memberikan kemenangan bagi kaum muslimin [ HR An-nasai]

Lebih dahsyatnya lagi coba lihat bagaimana para sahabat menegakkan benderanya. Ibnu Hisyam menceritakan :
أن جعفر بن أبي طالب أخذ اللواء بيمينه فقطعت فأخذه بشماله فقطعت فاحتضنه بعضديه حتى قتل «رحمه الله» تعالى
Sesungguhnya Ja’far bin Abi Thalib memegang bendera dengan tangan kanannya hingga hingga tengan kanannya terputus karena ditebas oleh pedang orang kafir, kemudian ia terus mempertahankan tegaknya bendera dengan tangan kirinya hingga tengan kirinya juga terputus, bahkan setelah kedua tangannya terputus ia merangkul tiang bendera dengan kedua lengannya yang tersisa dan didekap di dadanya hingga beliau tewas, semoga Allah merahmati beliau. [Sirah Nabawiyah] Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk membela tanah air dan mencintainya sebagai wujud keimanan dan syukur kita kepada Allah swt yang telah memberikan kemerdekaaan kepada bangsa kita.

Salam Hormat,
DR.H.Fathul Bari, Malang, Ind

Dalam rangka
HUT 71 RI
Upacara bendera Sarungan dengan 4 Bahasa, indo, arab, inggris dan thailand di Ponpes Annur 2 Malang Jatim Indonesia

Minggu, 14 Agustus 2016

Cerita Abuya As-Sayyid Muhammad Bin Alawi Al-Maliki

Abuya As-Sayyid Muhammad Bin Alawi Al-Maliki رحمه الله bercerita:

Dahulu ada seorang wanita bertanya kepada mufti :
"Bagaimana caranya membangunkan anak-anak saya yang sedang tertidur nyenyak untuk sholat Subuh ?"

Mufti menjawab dengan balik bertanya kepada wanita tersebut :
"Apa yang akan kamu lakukan jika rumah kamu terbakar dan pada saat itu anak-anak kamu sedang tidur nyenyak ?" .

Wanita tersebut berkata :
"Saya pasti akan membangunkan mereka dari tidurnya."

Mufti menjawab :
"Bagaimana jika mereka sedang tertidur nyenyak sekali ?" .

Wanita itu kemudian menjawab :
" Demi ALLAH! Saya akan membangunkan mereka sampai bener-benar bangun, jika mereka tidak bangun juga, saya akan menarik menyeret mereka sampai keluar dari rumah." .

Mufti kemudian menjawab :
"Jika itu yang kamu akan lakukan untuk menyelamatkan anak-anak kamu dari api dunia, lakukanlah hal yang sama untuk menyelamatkan mereka dari api neraka di akhirat kelak."

.
اللهم صل على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد
Allahumma Sholli 'Ala Sayyidina Muhammad, Wa 'ala Aali Sayyidina Muhammad .

Lowongan Fresh Graduate PT Pertamina (Persero) , Deadline 24 Agutus 2016.


Pertamina membuka kesempatan kepada putra dan putri terbaik Indonesia untuk menjadi Energi Terbarukan Pertamina yang Clean, Competitive, Confident, Customer Focused, Capable dan Commercial melalui Program Fresh Graduate PT Pertamina (Persero) tahun 2016.



Fresh Graduate Lulusan S1 (Sarjana)
  • Akuntansi
  • Ilmu Komputer
  • Manajemen Keuangan
  • Manajemen Bisnis dan Kewirausahaan
  • Perpajakan
  • Perpustakaan
  • Sejarah
  • Sistem Informasi
  • Teknik Arsitektur
  • Teknik Sipil
  • Teknik Mesin
  • Teknik Elektro
  • Teknik Telekomunikasi
  • Teknik Industri
  • Teknik Informatika
  • Teknik Kimia

Persyaratan Fresh Graduate Lulusan S1 (Sarjana):
  1. Berijazah S1
  2. IPK min 3.0 dari skala 4
  3. Berijazah S1/Surat Keterangan Lulus S1 dari perguruan tinggi berakreditasi jurusan (min B)
  4. Usia Max. 27 tahun pada tahun 2016
  5. Sehat Jasmani dan Rohani
  6. English Score dari Lembaga Terpercaya TOEFL: PBT (450)/ IBT (45) /IELTS 5.5 /TOEIC 550
  7. Aktif berorganisasi
  8. Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah operasi PT. PERTAMINA (PERSERO)

Fresh Graduate Lulusan D3 (Diploma)

  • Sistem Informasi
  • Teknik Telekomunikasi
  • Teknik Informatika
  • Teknik Komputer

Fresh Graduate Lulusan D3 (Diploma):
  1. Berijazah D3
  2. IPK min 2.75 dari skala 4
  3. Berijazah D3/Surat Keterangan Lulus D3 dari perguruan tinggi berakreditasi jurusan (min B)
  4. Usia Max. 25 tahun pada tahun 2016
  5. Sehat Jasmani dan Rohani
  6. English Score dari Lembaga Terpercaya TOEFL: PBT 400 / IBT 35 /IELTS 3.5 /TOEIC 400
  7. Aktif berorganisasi
  8. Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah operasi PT. PERTAMINA (PERSERO)


Siapkah Anda menjadi Energi Terbarukan kami?

Untuk detail persyaratan dan pendaftaran, klik Lowongan Fresh Graduate PT Pertamina (Persero) 2016. Pendaftaran resmi hanya melalui aplikasi online pada link di atas. ,  dan akan dibuka sampai tanggal 24 Agut us 2016.

Hati-hati dengan penipuan !!!
PT PERTAMINA (PERSERO) tidak pernah meminta uang atau pembayaran dari pelamar dalam setiap tahapan rekrutmen
Apabila menerima email atau telepon panggilan tes yang mencurigakan, mohon konfirmasi segera ke
CONTACT PERTAMINA 1 500 000.
 

Sabtu, 13 Agustus 2016

Buya Hamka membaca maulid al - barzanji bukan bid’ah

Semakin Tinggi Ilmunya, Semakin Sedikit Menyalahkan Orang Lain

sewaktu baru kepulangannya dari timur tengah, profesor. dokter. hamka, seseorang tokoh pembesar ormas muhammadiyyah, melaporkan kalau maulidan haram dan juga bid’ah tidak terdapat petunjuk dari nabi saw. , orang berdiri membaca shalawat dikala asyraqalan (mahallul qiyam) merupakan bid’ah dan juga itu berlebih - lebihan tidak terdapat petunjuk dari nabi saw.

namun kala buya hamka sudah tua, dia berkenan mendatangi kegiatan maulid nabi saw dikala terdapat yang mengundangnya. orang - orang lagi asik membaca maulid al - barzanji dan juga bershalawat dikala mahallul qiyam, buya hamka juga ikut dan asik dan juga khusyuk mengikutinya. lalu para muridnya bertanya: “buya hamka, dahulu sewaktu kamu masih muda begitu keras menentang acara - acara serupa itu tetapi sehabis tua kok berbeda? ”

dijawab oleh buya hamka: “iya, dahulu sewaktu aku muda kitabnya baru satu. tetapi sehabis aku menekuni banyak kitab, aku siuman nyatanya ilmu islam itu amat luas. ”

di riwayat yang lain menggambarkan kalau, dahulu sewaktu mudanya buya hamka dengan tegas melaporkan kalau qunut dalam shalat shubuh tercantum bid’ah! tidak terdapat tuntunannya dari rasulullah saw. sampai - sampai buya hamka tidak sempat melaksanakan qunut dalam shalat shubuhnya.

tetapi sehabis buya hamka tiba umur tua, dia seketika membaca doa qunut dalam shalat shubuhnya. tuntas shalat, jamaahnya juga bertanya heran: “buya hamka, saat sebelum ini tidak sempat nampak satu kalipun kamu mengamalkan qunut dalam shalat shubuh. tetapi kenapa saat ini malah kamu mengamalkannya? ”

dijawab oleh buya hamka: “iya. dahulu aku baru baca satu kitab. tetapi saat ini aku sudah baca seribu kitab. ”

gus anam (kh. zuhrul anam) mendengar dari gurunya, profesor. dokter. as - sayyid al - habib muhammad bin alwi al - maliki al - hasani, dari gurunya al - imam asy - syaikh said al - yamani yang berkata: “idzaa zaada nadzrurrajuli wattasa’a fikruhuu qalla inkaaruhuu ‘alannaasi. ” (jikalau seorang meningkat ilmunya dan juga luas cakrawala pemikiran dan sudut pandangnya, hingga dia hendak sedikit menyalahkan teman ).

terus menjadi gemar menyalahkan orang terus menjadi bodoh dan juga dangkal ilmunya, terus menjadi besar ilmu seorang hingga terus menjadi tawadhu ( rendah hati ) , carilah guru yang tidak sempat menggunjing dan juga mengkafirkan siapapun.

perihal ini sama serupa ilmu padi, terus menjadi berisi terus menjadi merunduk, seperti itu peribahasa yang kerap kita dengar. yang mempunyai makna, orang berilmu yang terus menjadi banyak ilmunya terus menjadi merendahkan pribadinya. tumbuhan padi bila berisi terus menjadi lama hendak terus menjadi besar. bila terus menjadi besar spontan beban biji pula terus menjadi berat.

bila sudah terus menjadi berat, hingga ingin tidak ingin seuntai biji padi hendak terus menjadi nampak merunduk (melengkung) kearah depan dasar. karna batang padi amat pendek, strukturnya berbentuk batang yang tercipta dari rentetan pelepah daun yang silih menopang. jadi tidak sebanding dengan beban berat biji padi yang terus menjadi lama terus menjadi membengkak. berubah dengan biji padi yang kosong tidak berisi, meski nampak bijinya berbuah banyak karna tidak berisi hingga seuntai biji padi tersebut hendak senantiasa berdiri tegak lurus.




(sumber: fiqhmenjawab. net)

Jumat, 12 Agustus 2016

Kebijakan Full Day School vs Pengurus Wilayah Lembaga Pendidikan Maarif NU

Kepada Yth.
Bapak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia
Di- Tempat

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Melihat berita diberbagai media tentang gagasan program Full Day School oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Bapak Muhadjir Effendy, dan setelah melakukan diskusi di internal Pengurus Wilayah Lembaga Pendidikan Maarif NU Jawa Timur, maka dengan ini atas nama lembaga memberikan beberapa pertimbangan sebelum diberlakukannya kebijakan sebagai berikut:
Rencana pemberlakuan program kebijakan Full Day School perlu mempertimbangkan secara matang tingkat kemajemukan, kemampuan, dan kesiapan yang sangat berbeda antara satu sekolah dengan sekolah lainnya. Apalagi, jika kebijakan diberlakukan berskala nasional, sehingga sulit menghindari kesan a-siologis.
Penyesuaian waktu belajar peserta didik sekolah dengan masa bekerja orang tua menunjukkan elitisme kebijakan. Kebijakan itu hanya relevan untuk sebagian kecil sekolah-sekolah di perkotaan. Padahal, mayoritas sekolah justru berada dilokasi-lokasi pedesaan yang secara kultural dan sosiologis berbeda jauh dengan sekolah perkotaan.
Kebijakan berpotensi menambah beban lebih kepada orang tua peserta didik. Kelengkapan selama di sekolah, seperti bekal makan siang dan bertambahnya uang saku harus dipersiapkan orang tua.
Kebijakan semakin membuat beban guru berlebih dan memaksa para guru bekerja di luar batas kemampuan normalnya. Padahal, guru juga memiliki peran-peran sosial lain yang tidak kalah pentingnya, bertanggung jawab kepada keluarga dan terutama melakukan pendampingan anak-anak mereka yang juga membutuhkan perhatian.
Kebijakan juga perlu mempertimbangkan kesiapan masing-masing sekolah, terutama sarana dan prasarana selama proses pembelajaran berlangsung. Tempat istirahat yang layak, area bermain, lingkungan yang mengakomodasi ragam kebutuhan individu peserta didik.
Kebijakan itu juga dapat menggerus kebutuhan siswa untuk berinteraksi dalam lingkungan keluarga dan sosial tempat tinggalnya. Siswa hanya dipaksa untuk mengenal lingkungan sekolahnya, sementara lingkungan yang lainnya justru akan dialienasikan dari kehidupan mereka.
Demikian pernyataan ini dibuat atas nama lembaga untuk menjadi bahan pertimbangan bagi Bapak Mendikbud sebelum memberlakukan program kebijakan Full Day School.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Surabaya, 9 Agustus 2016
Pengurus Wilayah Lembaga Pendidikan Maarif NU
Jawa Timur

Belajar dari Kesungguhan Kiai Belajar,Prof Ahmad Chatib,Gus Dur

Belajar dari Kesungguhan Kiai Belajar

Prof Ahmad Chatib (Allah yarham) pernah bercerita beliau baru saja membeli sebuah buku dalam perjalanan di luar negeri. Kemudian beliau berpapasan di pintu dengan Gus Dur yang segera melihat buku bagus di tangan Prof Ahmad Chatib. Gus Dur bergegas ke dalam toko buku hendak membeli buku yang sama, tapi ternyata itu stok buku terakhir yang ada. Gus Dur kemudian cepat-cepat mengejar Prof Ahmad Chatib dan meminta beliau untuk meminjamkan buku tersebut.

Prof Ahmad Chatib, yang menceritakan kisah ini di kelas mata kuliah Filsafat Hukum Islam tahun 1994 di IAIN Jakarta, berkata: "terpaksa saya sodorkan buku itu kepada Gus Dur yang ingin sekali membaca buku tersebut". Selang beberapa lama setiap bertemu di Jakarta, Prof Ahmad Chatib selalu menanyakan nasib bukunya yang dipinjam Gus Dur itu. Akhirnya Gus Dur mengembalikan buku itu. Prof Ahmad Chatib terkejut setelah membukanya, "wah buku saya sudah penuh dengan catatan Gus Dur di sana-sini". Rupanya begitulah kesungguhan Gus Dur dalam menelaah sebuah kitab: sampai buku pinjaman pun dicoret-coreti.

Kisah kedua yang hendak saya ceritakan ini mengenai Kiai Abbas dari Buntet Pesantren. Saat Abah saya hendak mengaji kepada Kiai Abbas dengan membawa kitab Jam'ul Jawami', Kiai Abbas mengaku belum terlalu menguasai kitab itu, dan meminta Abah saya datang kembali membawa kitab tersebut beberapa hari ke depan. Rupanya Kiai Abbas menyimak dulu isi kitab ushul al-fiqh karya Imam al-Subki tersebut, dan kemudian setelah itu Abah saya dipanggil kembali dan Kiai Abbas dengan lancar mengajarkan isi kitab tersebut.

Dua kisah di atas saya ceritakan untuk menunjukkan kesungguhan para Kiai itu menuntut ilmu. Para Kiai itu membaca, menyimak dan memberi catatan isi kitab. Mereka menjadi alim bukan terjadi begitu saja. Sengaja diambil kisah dua kiai, yaitu KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Kiai Abbas. Kedua tokoh hebat pada masanya masing-masing ini lebih sering dibahas karomah beliau berdua ketimbang dikisahkan kesungguhan beliau berdua belajar menuntut ilmu.

Kiai Abbas, menurut penuturan Abah saya yang menjadi santri khususnya, sangat menguasai ushul al-fiqh dan ilmu fiqh perbandingan mazhab. Pengakuan Abah: "kuliah saya di al-Azhar Cairo terasa mudah dengan bekal ilmu yang sudah diajarkan Kiai Abbas". Yang terkenal kemana-mana itu adalah peristiwa heroik 10 November dimana Kiai Abbas merontokkan pesawat sekutu dengan lemparan biji tasbih dan bakiaknya. Tentu saja Abah saya juga menceritakan berbagai karomah gurunya ini, namun setiap saya tanya apa wiridnya, Abah cuma berpesan: "belajar yang rajin saja Nak, belum waktunya membaca wirid macam-macam, nanti kalau kamu sudah jadi Kiai, kamu akan mengerti sendiri hal-hal gaib dan ajaib yang kamu tanyakan itu. Sekarang baca buku lagi!"

Dan kini kalau saya ceritakan kepada para santri bahwa saya meraih dua gelar PhD di dua bidang berbeda, di dua negara berbeda, dan saya selesaikan pada waktu yang bersamaan, spontan yang mereka tanya: "wiridnya apa sehingga bisa seperti itu?" Jarang yang tertarik bertanya bagaimana kesungguhan saya belajar sehingga bisa menyelesaikan dua program PhD tersebut. Lebih menarik bertanya doa dan wiridnya. Mungkin disangkanya lebih mudah wiridan ketimbang membaca buku.

Pesantren itu sejatinya lembaga pendidikan, bukan semata tempat orang belajar mistik apalagi klenik. Ini yang harus ditegaskan karena banyak kesalahpahaman. Selain kesannya ndeso, pesantren itu dikesankan tempat untuk belajar ilmu gaib. Orang tua menjadi takut mengirim anaknya ke pondok. Pulang dari pondok hobinya nanti menangkap jin. Sementara para santri ada sebagian yang bukannya belajar dengan tekun tapi malah sibuk mau jadi waliyullah dengan berharap mendapat ilmu laduni. Bahwa Gus Dur dan Kiai Abbas memiliki karomah, tentu kita yakini itu. Tetapi karomah itu hanya bonus saja, hasil dari istiqamah para kiai yang luar biasa. Istiqamah menuntut ilmu dengan terus rajin belajar, membaca, berdiskusi, dan menulis --ini yang harus kita warisi dari para masyayikh dan guru-guru kita.

Ceritakanlah kepada khalayak bagaimana Mbah Sahal Mahfud membaca dengan tekun dan karenanya menulis berbagai kitab yang luar biasa. Di ruang tamu beliau berjejer kitab fiqh dari mazhab selain mazhab Syafi'i. Kitab dari mazhab Syafi'i malah ditaruh di bagian belakang. "Kenapa?" tanya Prof Martin van Bruinessen. Jawab Mbah Sahal kalem, "karena kitab dari mazhab Syafi'i sudah saya hafal semua."

Kisahkanlah di medsos bagaimana Kiai Ihsan Jampes mengarang kitab yang kemudian dijadikan rujukan di manca negara. Atau tolong mintakan kepada KH Ahmad Mustofa Bisri untuk berkenan bercerita proses kreatif beliau sehingga tercipta berbagai tulisan dan barisan puisi yang menyentuh jiwa dan mengundang kita untuk merenunginya.

Jikalau ini yang kita ceritakan, tidak semata soal karomah para Kiai, baru kemudian umat akan memahami bahwa pesantren itu juga gudangnya dunia ilmu pengetahuan. Dan mereka akan lebih apresiatif saat mengetahui bahwa zikir dan pikir telah menjadi satu tarikan nafas keseharian para Kiai.

Tabik,

Nadirsyah Hosen
Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australia-New Zealand dan Dosen Senior Monash Law School