Rabu, 20 September 2017

ONE DAY ONE HADIST Bulan Muharram Memiliki Banyak Kemulian.

ONE DAY ONE HADIST


Kamis, 21 September 2017

 1 Muharram 1439


Bulan Muharram Memiliki Banyak Kemulian.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- : أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ ، وَإِنَّ أَفْضَلَ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْمَفْرُوضَةِ صَلاَةٌ مِنَ اللَّيْلِ

Dari Abu Hurairah , Rasulullah  bersabda : “Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Allah, yaitu Muharram. Sedangkan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam.”  (HR:Muslim)

Pelajaran yang terdapat dalam hadits:

1- Bulan ini dinamakan Allah dengan “Syahrullah“, yaitu bulan Allah. Penisbatan sesuatu kepada Allah mengandung makna yang mulia, seperti “ Baitullah “ (rumah Allah),  “Saifullah” (pedang Allah), “Jundullah” (tentara Allah) dan lain-lainnya. Dan ini juga menunjukkan bahwa bulan tersebut mempunyai keutamaan khusus yang tidak dimilili oleh bulan-bulan yang lain.
2- Bulan ini termasuk salah satu dari empat bulan yang dijadikan Allah sebagai bulan haram.
3- Bulan ini dijadikan awal bulan dari Tahun Hijriyah, sebagaimana yang telah disepakati oleh para sahabat pada masa khalifah Umar bin Khattab ra. Tahun Hijriyah ini dijadikan momentum atas peristiwa hijrah nabi Muhammad Shallahu ‘alaihi Wassallam.
4- Bulan Muharram adalah bulan yang disunnahkan di dalamnya untuk berpuasa, bahkan merupakan puasa yang paling utama sesudah puasa pada bulan Ramadhan.
5- Hari Asyura’ artinya hari kesepuluh dari bulan Muharram. Pada hari itu dianjurkan untuk berpuasa, Bagaimana cara berpuasa pada hari Asyura? Menurut keterangan para ulama dan berdasarkan beberapa hadist, maka puasa Asyura bisa dilakukan dengan empat pilihan : berpuasa tanggal 9 dan 10 Muharram, atau berpuasa pada tanggal 10 dan 11 Muharram atau berpuasa pada tanggal 9,10, dan 11 Muharram, atau berpuasa pada tanggal 10 Muharram saja.

Tema hadist yang berkaitan dengan Al-Quran:

- Bulan ini termasuk salah satu dari empat bulan yang dijadikan Allah sebagi bulan haram.

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ ۚ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ

 Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.
[Surat At-Taubah :36]

Wallohu'alam bissawab.

Senin, 18 September 2017

Jokowi Jadi Pembina Upacara Perkemahan Pramuka NU di Magelang, Demo Pagar Nusa

Jokowi Jadi Pembina Upacara Perkemahan Pramuka NU di Magelang, Demo Pagar Nusa

Mengenal Lebih Dekat KH Said Aqil Siroj

Mengenal Lebih Dekat KH Said Aqil Siroj
KH Said Aqil Siroj.
Fathoni, NU Online | Rabu, 18 Januari 2017 12:30
Tak kenal maka tak sayang. Barangkali peribahasa itu tepat untuk menggambarkan keadaan Indonesia akhir-akhir ini, dimana orang tak hanya tak kenal dan tak sayang, tetapi bahkan justru memfitnah, membenci dan memaki, dengan orang yang belum dikenalnya di media. Tak terkecuali, berbagai fitnah, berita palsu (hoax) dan makian yang dialamatkan kepada Prof Dr KH Said Aqil Siradj, MA, Ketua Umum Ormas Islam terbesar di dunia: Nahdlatul Ulama (NU).
Untuk itu, tulisan ini sedikit mengupas profil beliau, sosok santri yang dulu pernah menjabat sebagai Ketua Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia (MWA UI) itu dinobatkan oleh Republika sebagai Tokoh Perubahan Tahun 2012karena kontribusinya dan komitmennya dalam mengawal keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan berperan aktif dalam perdamaian dunia, khususnya di kawasan Timur Tengah. 
*
Ketika usia negara ini masih belia – delapan tahun – dan para pendiri bangsa baru beberapa tahun menyelesaikan “status kemerdekaan” Indonesia di Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 1949, di sebuah desa bernama Kempek, Palimanan, Cirebon, Jawa Barat, senyum bahagia KH Aqil Siroj mengembang. Tepat pada 3 Juli 1953, Pengasuh Pesantren Kempek itu dianugerahi seorang bayi laki-laki, yang kemudian diberi nama Said.
Said kecil kemudian tumbuh dalam tradisi dan kultur pesantren. Dengan ayahandanya sendiri, ia mempelajari ilmu-ilmu dasar keislaman. Kiai Aqil sendiri – Ayah Said – merupakan  putra Kiai Siroj, yang masih keturunan dari Kiai Muhammad Said Gedongan. Kiai Said Gedongan merupakan ulama yang menyebarkan Islam dengan mengajar santri di pesantren dan turut berjuang melawan penjajah Belanda. 
“Ayah saya hanya memiliki sepeda ontel, beli rokok pun kadang tak mampu. Dulu setelah ayah memanen kacang hijau, pergilah ia ke pasar Cirebon. Zaman dulu yang namanya mobil transportasi itu sangat jarang dan hanya ada pada jam-jam tertentu,” kenang Kiai Said dalam buku Meneguhkan Islam Nusantara; Biografi Pemikiran dan Kiprah Kebangsaan (Khalista: 2015).
Setelah merampungkan mengaji dengan ayahanda maupun ulama di sekitar Cirebon, dan umur dirasa sudah cukup, Said remaja kemudian belajar di Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur yang didirikan oleh KH Abdul Karim (Mbah Manaf). Di Lirboyo, ia belajar dengan para ustadz dan kiai yang merawat santri, seperti KH Mahrus Ali, KH Marzuki Dahlan, dan juga Kiai Muzajjad Nganjuk.
Setelah selesai di tingkatan Aliyah, ia melanjutkan kuliah di Universitas Tribakti yang lokasinya masih dekat dengan Pesantren Lirboyo. Namun kemudian ia pindah menuju Kota Mataram, menuju Ngayogyokarta Hadiningrat. Di Yogya, Said belajar di Pesantren Al-Munawwir, Krapyak dibawah bimbingan KH Ali Maksum (Rais Aam PBNU 1981-1984). Selain mengaji di pesantren Krapyak, ia juga belajar di IAIN Sunan Kalijaga, yang ketika itu KH Ali Maksum menjadi Guru Besar di kampus yang saat ini sudah bertransformasi menjadi UIN itu.
Ia merasa belum puas belajar di dalam negeri. Ditemani istrinya, Nurhayati, pada tahun 1980, ia pergi ke negeri kelahiran Nabi Muhammad SAW: Makkah Al-Mukarramah. Di sana ia belajar di Universitas King Abdul Aziz dan Ummul Qurra, dari sarjana hingga doktoral. Di Makkah, setelah putra-putranya lahir, Kang Said – panggilan akrabnya – harus mendapatkan tambahan dana untuk menopang keluarga. Beasiswa dari Pemerintah Saudi, meski besar, dirasa kurang untuk kebutuhan tersebut. Ia kemudian bekerja sampingan di toko karpet besar milik orang Saudi di sekitar tempat tinggalnya. Di toko ini, Kang Said bekerja membantu jual beli serta memikul karpet untuk dikirim kepada pembeli yang memesan.
Keluarga kecilnya di Tanah Hijaz juga sering berpindah-pindah untuk mencari kontrakan yang murah. “Pada waktu itu, bapak kuliah dan sambil bekerja. Kami mencari rumah yang murah untuk menghemat pengeluaran dan mencukupkan beasiswa yang diterima Bapak,” ungkap Muhammad Said, putra sulung Kang Said.
Dengan keteguhannya hidup ditengah panasnya cuaca Makkah di siang hari dan dinginnya malam hari, serta kerasnya hidup di mantan “tanah Jahiliyyah” ini, ia menyelesaikan karya tesisnya di bidang perbandingan agama: mengupas tentang kitab Perjanjian Lama dan Surat-Surat Sri Paus Paulus. Kemudian, setelah 14 tahun hidup di Makkah, ia berhasil menyelesaikan studi S-3 pada tahun 1994, dengan judul: Shilatullah bil-Kauni fit-Tashawwuf al-Falsafi (Relasi Allah SWT dan Alam: Perspektif Tasawuf). Pria yang terlahir di pelosok Jawa Barat itu mempertahankan disertasinya – diantara para intelektual dari berbagai dunia – dengan predikat Cumlaude.
Ketika bermukim di Makkah, ia juga menjalin persahabatan dengan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). “Gus Dur sering berkunjung ke kediaman kami. Meski pada waktu itu rumah kami sangat sempit, akan tetapi Gus Dur menyempatkan untuk menginap di rumah kami. Ketika datang, Gus Dur berdiskusi sampai malam hingga pagi dengan Bapak,” ungkap Muhammad Said bin Said Aqil. Selain itu, Kang Said juga sering diajak Gus Dur untuk sowan ke kediaman ulama terkemuka di Arab, salah satunya Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki. 
Setelah Kang Said mendapatkan gelar doktor pada 1994, ia kembali ke tanah airnya: Indonesia. Kemudian Gus Dur mengajaknya aktif di NU dengan memasukkannya sebagai Wakil Katib ‘Aam PBNU dari Muktamar ke-29 di Cipasung. Ketika itu, Gus Dur “mempromosikan” Kang Said dengan kekaguman: “Dia doktor muda NU yang berfungsi sebagai kamus berjalan dengan disertasi lebih dari 1000 referensi,” puji Gus Dur. Belakangan, Kang Said juga banyak memuji Gus Dur. “Kelebihan Gus Dur selain cakap dan cerdas adalah berani,” ujarnya, dalam Simposium Nasional Kristalisasi Pemikiran Gus Dur, 21 November 2011 silam.
Setelah lama akrab dengan Gus Dur, banyak kiai yang menganggap Kang Said mewarisi pemikiran Gus Dur. Salah satunya disampaikan oleh KH Nawawi Abdul Jalil, Pengasuh Pesantren Sidogiri, Pasuruan, ketika kunjungannya di kantor PBNU pada 25 Juli 2011. Kunjungan waktu itu, merupakan hal yang spesial karena pertama kalinya kiai khos itu berkunjung ke PBNU – di dampingi KH An’im Falahuddin Mahrus Lirboyo. Kiai Nawawi menganggap bahwa Kang Said mirip dengan Gus Dur, bahkan dalam bidang ke-nyelenehan-nya. 
“Nyelenehnya pun juga sama,” ungkap Kiai Nawawi, seperti dikutip NU Online. “Terus berjuang di NU tidak ada ruginya. Teruslah berjuang memimpin, Allah akan selalu meridloi,” tegas Kiai Nawawi kepada orang yang diramalkan Gus Dur menjadi Ketua Umum PBNU di usia lebih dari 55 tahun itu.
Menjaga NKRI dan mengawal perdamaian dunia
Pada masa menjelang kemerdekaan, tepatnya pada tahun 1936, para ulama NU berkumpul di Banjarmasin untuk mencari format ideal negara Indonesia ketika sudah merdeka nantinya. Pertemuan ulama itu menghasilkan keputusan yang revolusioner: (1) negara Darus Salam (negeri damai), bukan Darul Islam (Negara Islam); (2) Indonesia sebagai Negara Bangsa, bukan Negara Islam. Inilah yang kemudian menginspirasi Pancasila dan UUD 1945 yang dibahas dalam Sidang Konstituante – beberapa tahun kemudian. Jadi, jauh sebelum perdebatan sengit di PPKI atau BPUPKI tentang dasar negara dan hal lain sebagainya, ulama NU sudah terlabih dulu memikirkannya.
Pemikiran, pandangan dan manhajulama pendahulu tentang relasi negara dan agama (ad-dien wa daulah) itu, terus dijaga dan dikembangkan oleh NU dibawah kepemimpinan Kang Said. Dalam pidatonya ketika mendapat penganugerahan Tokoh Perubahan 2012 pada April 2013, Kiai Said menegaskan sikap NU yang tetap berkomitmen pada Pancasila dan UUD 1945. “Muktamar (ke-27 di Situbondo-pen) ini kan dilaksanakan di Pesantren Asembagus pimpinan Kiai As’ad Syamsul Arifin. Jadi, pesantren memang luar biasa pengaruhnya bagi bangsa ini. Meski saya waktu itu belum menjadi pengurus PBNU,” kata Kiai Said, mengomentari Munas Alim Ulama NU 1983 dan Muktamar NU di Situbondo 1984 yang menurutnya paling fenomenal dan berdampak dalam pandangan kebangsaan.
Sampai kini, peran serta NU dalam hal kebangsaan begitu kentara kontribusinya, baik di level anak ranting sampai pengurus besar, di tengah berbagai rongrongan ideologi yang ingin menggerogoti Pancasila sebagai dasar negara. Hal ini tercermin dalam berbagai kegiatan dan program NU yang selalu mengarusutamakan persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam konteks ini, Kiai Said sangat berpengaruh karena kebijakan PBNU selalu diikuti kepengurusan dibawahnya – termasuk organisasi sayapnya.
Salah satu peran yang cukup solutif, misalnya, ketika beliau menaklukkan Ahmad Mushadeq – orang yang mengaku sebagai Nabi di Jakarta dan menimbulkan kegaduhan nasional – lewat perdebatan panjang tentang hakikat kenabian (2007). “Alhamdulillah, doa saya diterima untuk bertemu ulama, tempat saya bermudzakarah (diskusi). Sekarang saya sadar kalau langkah saya selama ini salah,” aku Mushadeq. Disisi lain, Kang Said juga mengakui kehebatan Mushadeq. “Dia memang hebat. Paham dengan asbabun nuzul Al-Qur’an dan asbabul wurud Hadits. Hanya sedikit saja yang kurang pas, dia mengaku Nabi, itu saja,” jelas Kiai Said seperti yang terekam dalam Antologi NU: Sejarah, Istilah, Amaliah dan Uswah (Khalista & LTN NU Jatim, Cet II 2014).
Kiai yang mendapat gelar Profesor bidang Ilmu Tasawuf dari UIN Sunan Ampel Surabaya ini bersama pengurus NU juga membuka dialog melalui forum-forum Internasional, khususnya yang terkait isu-isu terorisme, konflik bersenjata dan rehabilitasi citra Islam di Barat yang buruk pasca serangan gedung WTC pada 11 September 2001. Ia juga kerapkali membuat acara dengan mengundang ulama-ulama dunia untuk bersama-sama membahas problematika Islam kontemporer dan masalah keumatan.
Pada Jumat, 7 Maret 2014, Duta Besar Amerika untuk Indonesia Robert O. Blake berkunjung ke kantor PBNU. Ia menginginkan NU terlibat dalam penyelesaian konflik di beberapa negara. “Kami berharap NU bisa membantu penyelesaian konflik di negara-negara dunia, khususnya di Syria dan Mesir. NU Kami nilai memiliki pengalaman membantu penyelesaian konflik, baik dalam maupun luar negeri,” kata Robert, seperti dilansir NU Online. “Sejak saya bertugas di Mesir dan India, saya sudah mendengar bagaimana peran NU untuk ikut menciptakan perdamaian dunia,” imbuhnya.
Raja Yordania Abdullah bin Al-Husain (Abdullah II) juga berkunjung ke PBNU. Ia ditemui Kiai Said, meminta dukungan NU dalam upaya penyelesaian konflik di Suriah. “Di Timur Tengah, tidak ada organisasi masyarakat yang bisa menjadi penengah, seperti di Indonesia. Jika ada konflik, bedil yang bicara,” ungkap Kiai Said.
Selain itu, menguapnya kasus SARA di Indonesia belakangan juga kembali marak muncul ke permukaan. “Munculnya kerusuhan bernuansa agama memang sangat sering kita temukan. Hal ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia harus terus belajar pentingnya toleransi dan kesadaran pluralitas. Sikap toleransi tersebut dibuktikan oleh Kaisar Ethiopia, Najashi (Negus) ketika para sahabat ditindas oleh orang-orang Quraisy di Mekkah dan memutuskan untuk hijrah ke Ethiopia demi meminta suaka politik kepadanya. Kaisar Negus yang dikenal sebagai penguasa beragama Nasrani itu berhasil melindungi para sahabat Nabi Muhammad SAW dari ancaman pembunuhan kafir Quraisy,” tulis Kiai Said dalam Dialog Tasawuf Kiai Said: Akidah, Tasawuf dan Relasi Antarumat Beragama (Khalista, LTN PBNU & SAS Foundation, Cet II, 2014).
Menghadapi potensi konflik horisontal itu, NU juga tetap mempertahankan gagasan Darus Salam, bukan Darul Islam, yang terinspirasi dari teladan Nabi Muhammad dalam Piagam Madinah. Dalam naskah tersebut, nabi membuat kesepakatan perdamaian, bahwa muslim pendatang (Muhajirin) dan muslim pribumi (Anshar) dan Yahudi kota Yastrib (Madinah) sesungguhnya memiliki misi yang sama, sesungguhnya satu umat. Yang menarik, menurut Kiai Said, Piagam Madinah – dokumen sepanjang 2,5 halaman itu – tidak  menyebutkan kata Islam. Kalimat penutup Piagam Madinah juga menyebutkan: tidak ada permusuhan kecuali terhadap yang dzalim dan melanggar hukum. “Ini berarti, Nabi Muhammad tidak memproklamirkan berdirinya negara Islam dan Arab, akan tetapi Negara Madinah,” terang Kiai Said.
Selain itu, menurutnya, faktor politis juga kerapkali mempengaruhi, bukan akidah atau keyakinan. “Seperti di masa Perang Salib, faktor politis dan ekonomis lebih banyak menyelimuti renggangnya keharmonisan kedua umat bersaudara tersebut di Indonesia. Dengan demikian, kekeruhan hubungan Islam-Kristen tidak jarang dilatarbelakangi nuansa politis yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan agama itu sendiri,” ungkapnya, dalam buku Tasawuf Sebagai Kritik Sosial: Mengedepankan Islam sebagai Inspirasi bukan Aspirasi.
*
Ditengah agenda Ketua Umum PBNU yang sedemikian padat, Kiai Said dewasa ini diterpa berbagai fitnah, hujatan dan bahkan makian dari urusan yang remeh-temeh sampai yang menyangkut urusan negara. Ia dituduh agen Syiah, Liberal, antek Yahudi, pro Kristen, dan fitnah-fitnah lain oleh orang yang sempit dalam melihat agama dan konsep kemanusiaan dan kebangsaan. 
Meski demikian, ia toh manusia biasa – yang tak luput dari salah, dosa dan kekurangan – bukan seorang Nabi. Artinya, kritik dalam sikap memang wajar dialamatkan, tetapi tidak dengan hujatan, fitnah, dan berita palsu, melainkan dengan kata yang santun. Terkait hal ini, dalam suatu kesempatan ia memberi tanggapan kepada para haters-nya. Bukannya marah, Kiai Said justru menganggap para pembenci dan pemfitnah itu yang kasihan. Dan sebagai orang yang tahu seluk beluk dunia tasawuf, tentu dia sudah memaafkan, jauh sebelum mereka meminta maaf atas segenap kesalahan. Wallahu a’lam.
Ahmad Naufa Khoirul Faizun, Kader Muda NU dan Kontributor NU Online asal Purworejo, Jawa Tengah

Jumat, 15 September 2017

Bersholawat bersama, Habib Syeh Bin Abdul Qodir As Segaf di Peresmian UNU


Hari ini Jum'at pukul 08 tgl 15-09-2017, Dalam Rangka Pembukaan UNU Purwokerto tahun Akademik 2017/2018, Ribuan Nahdziyyin hadir di halaman UNU Purwokerto. (Sebelah Selatan Kantor PCNU Banyumas) Bersholawat bersama Hb Syeh Bin Abdul Qodir As Segaf. Semoga UNU Purwokerto semakin Jaya di Bumi Nusantara.

Anggota Dewan sowan Kyai

Anggota Dewan sowan Kyai

Suatu saat rombongan wakil rakyat di Senayan sowan kepada salah satu Kyai khos yang bijaksana dan kharismatik.

Wakil Rakyat/WR  :  Pak Kyai, terus terang akhir-2  ini kami menjadi galau.

Pak Kyai/PK  :  Ada masalah apa, bapak-bapak yang terhormat  ?  

WR  :  Setiap ada konflik dengan KPK, masyarakat selalu sinis dengan anggota DPR. Belum jelas persoalannya, mereka cenderung menyalahkan para wakil rakyat. Sebenarnya antara kami dengan KPK itu hebat siapa  ? 

Sambil tersenyum Pak Kyai menjawab  :  Ya jelas hebat panjenengan.  Apakah mungkin mereka bisa menjadi pimpinan KPK jika wakil rakyat tidak memberikan persetujuan  ? 

Wajah para anggota DPR kelihatan sumringah.  Mereka melanjutkan bertanya  :  Kalau dengan presiden, hebat siapa  ? 

PK  :  Ya sudah jelas hebat panjenengan. Apakah mungkin Pak Jokowi bisa menjadi RI-1 kalau bukan fraksi Bapak yang mengusulkan sebagai calon presiden  ?

Para wakil rakyat semuanya tersenyum lebar.
WK  :  Satu pertanyaan lagi Pak Kyai.  Jika dibandingkan dengan Nabi, masih hebat siapa  ?

Pak Kyai terkejut karena tidak menyangka pertanyaannya sejauh itu.  Sambil beristighafar, beberapa menit kemudian beliau menjawab  :  Dibandingkan dengan Nabi, panjenengan tetap lebih hebat,  👍.

Para wakil rakyat yang mulia terheran-heran.  Secara serentak mereka bertanya  :  Bagaimana mungkin kami ini lebih hebat dari pada Nabi  ?

Sambil tersenyum Pak Kyai menjelaskan  :  Bapak-bapak yang saya hormati, panjenengan semua ini jelas lebih hebat dari pada para Nabi.  Semua Nabi itu takut kepada Gusti Allah, lhaa.. panjenengan gak wêdhi Blaass...!!

Rabu, 13 September 2017

Kisah Gus Dur

TANPA didampingi siapa pun, Gus Dur dan aku bertemu di warung nasi depan kampusku. Pakaian batik dan sarung membungkus tubuhnya, peci yang miring serta kacamata tebalnya melengkapi kediriannya. Dialog yang bagiku aneh pun terjadi. Aneh karena perbincangan kami kesana kemari, tak jelas arahnya.

Gus Dur :
“Sebenar apa pun tingkahmu, sebaik apapun prilaku hidupmu, kebencian dari manusia itu pasti ada. Jadi jangan terlalu diambil pusing. Terus saja jalan.!”

Mughni :
“Iya, Gus. Tapi..”

Gus Dur :
“Bagaimana tidak repot, hidupmu terlalu banyak ‘tapi’.!”

Mughni :
“Hehehehe..”

Gus Dur :
“Apa kamu kenal Wa Totoh? Maksud saya KH. Totoh Ghozali.”

Mughni :
“Disebut kenal ya tidak, tapi saya sering mendengar ceramah-ceramahnya di Radio.”

Gus Dur :
“Belajarlah kamu kepadanya, bagaimana memurnikan tauhid masyarakat. Dia menggunakan bahasa lokal sebagai senjatanya, memakai humor cerdas tanpa hina dan caci.”

Mughni :
“Baik, Gus, kalau itu perintah Panjenengan.”

Gus Dur :
“Ini bukan perintah, ini memang sesuatu yang seharusnya kamu lakukan sebagai Da’I.”

Mughni :
“Laksanakan.”

Gus Dur :
“Kamu suka menulis?”

Mughni :
“Tidak, Gus, tulisan saya buruk sekali. Saya coba menulis puisi atau cerita pendek, tapi benar-benar buruk hasilnya.”

Gus Dur :
“Rupanya kamu belum pernah dilukai seorang wanita, makanya tulisan kamu tidak bagus.”

Mughni :
“Lha, Panjenengan tau darimana kalau saya belum pernah dilukai wanita?”

Gus Dur :
“Ya itu tadi, karya sastramu buruk sekali.”

Mughni :
“Hmmmmm..”

Gus Dur :
“Kamu pernah pesantren?”

Mughni :
“Pernah, Gus.”

Gus Dur :
“Dimana?”

Mughni :
“Di Al-Falah sama di Al-Musaddadiyah.”

Gus Dur :
“Rupanya kamu Santri Kyai Syahid sama Kyai Musaddad.”

Mughni :
“Iya.”

Gus Dur :
“Saya juga sering bersilaturahmi ke beliau-beliau itu. Mereka salah satu penjaga Islam Ahlussunnah wal Jama’ah.”

Mughni :
“Ketika jadi Santri, saya nakal sekali. Saya merasa malu kepada beliau-beliau itu, Gus.”

Gus Dur :
“Saya beritahu kamu, kebaikan seorang Santri tidak dilihat ketika dia berada di Pondok, melainkan setelah dia menjadi alumni. Kamu tinggal buktikan hari ini, bahwa kamu adalah santri yang baik.”

Mughni :
“Terima kasih, Gus.”

Gus Dur :
“Dunia tanpa pesantren, bagi saya adalah siksa. Bersyukurlah karena kamu pernah menjadi bagian di dalamnya.”

Mughni :
“Iya, Gus.”

Gus Dur :
“Kamu mau tau rahasia hidup saya dalam memandang segala sesuatunya?”

Mughni :
“Tentu, Gus, saya ingin tau rahasia panjenengan.”

Gus Dur :
“Dalam memandang segala sesuatu, gunakanlah ‘mata’ Allah.”

Mughni :
“Waduh. Bagaimana contohnya?”

Gus Dur :
“Contohnya begini. Ketika saya didatangi banyak orang yang meminta perlindungan, apakah orang itu benar atau salah, saya terima semuanya dengan lapang dada. Karena apa? Saya selalu yakin, Allah lah yang menggerakan hati mereka untuk datang kepada saya. Jika saya tolak karena mereka bersalah, itu sama saja saya menolak kehendak Allah. Perlindungan saya kepada orang-orang yang disudutkan karena kesalahannya itu, bukanlah bentuk bahwa saya melindungi kesalahannya, tapi saya melindungi kemanusiaannya.”

Mughni :
“Duh..”

Gus Dur :
“Lebih jauhnya begini. Jika kamu membenci orang karena dia tidak bisa membaca al-Qur’an, berarti yang kamu pertuhankan itu bukan Allah, tapi al-Qur’an. Jika kamu memusuhi orang yang berbeda Agama dengan kamu, berarti yang kamu pertuhankan itu bukan Allah, tapi Agama. Jika kamu menjauhi orang yang melanggar moral, berarti yang kamu pertuhankan bukan Allah, tapi moral. Pertuhankanlah Allah, bukan yang lainnya. Dan pembuktian bahwa kamu mempertuhankan Allah, kamu harus menerima semua makhluk. Karena begitulah Allah.”

Mughni
“Ya Allah..”

Dicuplik dari tausiyah Guru Niam Muiz

Minggu, 10 September 2017

Bermadzhab pada Hawa Nafsunya

"Kenalilah Diri Sendiri"

Nabi Muhammad Saw meninggal SERIBU TAHUN LEBIH yg lalu. Dan kita semua tahu dengan bukti SEJARAH, bahwa yg paling TAHU & Mengenal Nabi Saw tentulah mereka2 yg pernah hidup jaman nya, khususnya yg pernah bertemu dan berkumpul dengan Nabi, karena mereka MELIHAT & MENDENGAR langsung dari nya, yang mereka di kenal dengan sebutan SHOHABAT NABI dan merekalah yg meneruskan Dakwah & ajaran Nabi Saw.

Kemudian yg paling tahu akan Para Shohabat tidak lain adalah Para Tabi'in DAN YANG paling tahu akan Tabi'in adalah Tabi'in Tabi'in dan akhirnya Muncullah Para Imam Mujtahid, Imam Muhaddits yg merupakan MURID-MURID nya, JADI BILA di jaman sekarang ada yg menyelisihi MEREKA, perlu di pertanyaan jalur ilmu & aqidah nya.

Perlu juga di INGAT juga, bahwa tidak semua orang yg hidup di jaman NABI itu semuanya SHOLIH dan Menerima Dakwah Nabi, seperti misalnya ; Dzul Huwaishiroh dari Bani Tamim, Musaillamah Al Kadzan dan pengikutnya, An Najd dan lain-lain, mereka semua sampai sekarangpun masih banyak BAHKAN bertambah banyak pengikutnya ....

>>> Pada hakikatnya orang yg tidak mau bermadzhab pada salah satu Madzhab Empat (Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi'i & Imam Hanbali) juga bermadzhab pada yg lain atau bermadzhab pada hawa nafsunya sendiri dengan merumuskan Al-Quran & Al-Hadits sesuai kehendaknya, lebih percayakah kita pada kemampuan agama kita atau pada para Imam madzhab...???

ومن لم يقلد واحدا منهم وقال أنا اعمل بالكتاب والسنة مدعيا فهم الأحكام منهما فلا يسلم له بل هو مخطئ ضال مضل سيما في هذا الزمان الذى عم فيه الفسق وكثرت الدعوى الباطلة لأنه استظهر على أئمة الدين وهو دونهم في العلم والعمل والعدالة والاطلاع

"Dan barangsiapa yg tidak mengikuti salah satu dari mereka (Imam madzhab) dan berkata "saya beramal berdasarkan Al-Quran & Hadits", dan mengaku telah memahami hukum2 al-quran & hadits maka orang tersebut tidak dapat diterima, bahkan termasuk orang yg bersalah, sesat & menyesatkan terutama pada masa sekarang ini dimana kefasikan merajalela & banyak tersebar dakwah2 yg salah, karena ia ingin mengungguli para pemimpin agama padahal ia di bawah mereka dalam ilmu, amal, keadilan dan analisa".
(Ket : Kitab Tanwirul Qulub, hal : 74-75).

كل من الأئمة الأربعة على الصواب ويجب تقليد واحد منهم ومن قلد واحدا منهم خرج من عهدة التكليف وعلى المقلد أرجحية مذهبه أو مساواته ولايجوز تقليد غيرهم فى إفتاء أو قضاء. قال ابن حجر ولايجوز العمل بالضعيف بالمذهب ويمتنع التلفيق فى مسألة كأن قلد مالكا فى طهارة الكلب والشافعى فى مسح بعض الرأس

"Setiap imam yg EMPAT itu berjalan dijalan yg benar maka wajiblah bagi umat islam untuk mengikuti kpd salah satu diantara yg empat tadi sebab orang yg sudah mengikuti kpd salah satu imam yg empat tersebut maka ia telah terlepas dari tanggungan dalam keagamaan & orang yg mengikuti haruslah yakin (khusnudlon) bahwa madzhab yg ia ikuti itu benar & sama benarnya dengan yg lain (antara para imam madzhab) dalam arti kata lain TIDAK BOLEH ber-pindah2 madzhab.

Seperti apa yg dikatakan oleh Ibnu Hajar Al-Haitami : "Tidak boleh seseorang yg menganut suatu madzhab berbuat talfiq (mencampur adukkan madzhab untuk mencari yg ringan2) misalnya mengikuti Imam Malik yg mensucikan (menghukumi suvi) anjing & juga mengikuti Imam Syafi'ie dalam membasuh sebagian kepala dalam berwudu''.
(Ket : Kitab I'anatuth  Tholibin juz 1)

'Wallohu A'lam Bis Showab"

Jumat, 01 September 2017

Kisah Perjuangan Awal Bukalapak by CEO Bukalapak, Achmad Zaky

*Kisah Perjuangan Awal Bukalapak*
by: Achmad Zaky

Sukses yang diraih pendiri sekaligus CEO Bukalapak, Achmad Zaky, tidak datang serta-merta. Setidaknya ada tiga hal yang telah mengubah hidupnya. Semua itu dipaparkan Zaky dalam kuliah umum di hadapan ribuan mahasiswa dari Institut Teknologi Bandung (ITB) beberapa waktu lalu.

"Saya ingin berbagi cerita mengenai 3 hal yang menurut saya penting buat adik-adik sekalian ketahui," ujarnya dalam acara itu. Inilah 3 faktor tersebut:

*1. Soal Keberuntungan (Luck)*
Saya berasal dari kampung di pinggir Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Saya bukanlah anak paling pintar di kampung tersebut. Orangtua saya juga bukan paling kaya, keduanya guru mengajar di SMP sekitar rumah. Tapi saya beruntung mereka memikirkan saya, mendidik saya, dan menabung agar saya bisa kuliah di universitas terbaik. Inilah keberuntungan pertama saya dalam hidup. Dan saya kira adik-adik semuanya yang sudah kuliah di salah satu universitas terbaik, sudah jauh lebih beruntung dari saya. Kita harus bersyukur karena ini. Manfaatkanlah keberuntungan ini dengan sebaik-baiknya.

Sebagai mahasiswa dari daerah, kuliah di ITB tidaklah mudah. Saya sempat tidak pede karena banyak mahasiswa ITB yang pintar-pintar. Tapi ternyata disinilah keberuntungan saya selanjutnya. Saya berteman dengan orang-orang yang jauh lebih pintar. Salah satu teman dekat saya adalah mahasiswa paling pintar di ITB. Dia tidak pernah mendapatkan nilai selain A selama kuliah di ITB 4 tahun. Bahkan untuk mata kuliah Agama dia mendapat A sementara Ketua Keluarga Mahasiswa Islam waktu itu mendapat B.

Satu minggu sebelum ujian biasanya saya datang ke kosan dia untuk belajar. Jadi menjelang hari H saya siap betul. Ketika H-1 teman saya banyak bertanya ke saya soal ujian, pasti bisa, wong saya sudah belajar dari mahagurunya. Dengan mengajari teman-teman, saya juga jadi lebih pintar. Mereka tidak tahu bahwa saya sebelumnya belajar dari Fajrin. Namanya Fajrin Rasyid, dia kini jadi salah satu pendiri dan CFO di Bukalapak.

Jadi agar beruntung, bertemanlah sebanyak-banyaknya dengan teman yang lebih cerdas & lebih pintar. Bidang apapun, tidak harus secara akademik.

Sebagai mahasiswa dari daerah, saya memiliki momok yang sangat besar: Bahasa Inggris. SD tempat saya sekolah di kampung tidak mengajarkan Bahasa Inggris sama sekali di saat teman-teman SMP saya semuanya mendapatkannya. Di SMP dan SMA, saya hampir tidak lulus hanya karena Bahasa Inggris. Les tidak membantu karena menjadikan saya malah takut dan minder.

Di test TOEFL se-ITB, saya menduduki peringkat 3 dari bawah. Inilah ketakutan saya selama kuliah di ITB, saya harus mengubur keinginan saya kuliah di luar negeri yang semuanya mensyaratkan TOEFL. IP sebagus apapun tidak akan bisa membantu jika TOEFL kurang bagus. Tapi Allah berkehendak lain, keberuntungan selanjutnya datang. Waktu itu ada beasiswa pertukaran pelajar ke Amerika yang hanya ditujukan untuk mahasiswa yang tidak bisa Bahasa Inggris.

Saya langsung mencari informasi terkait beasiswa tersebut. Saya datangi beberapa alumni yang pernah mendapatkannya untuk menganalisa bagaimana mendapatkan beasiswa tersebut. Rupanya kriteria utama beasiswa tersebut adalah "tidak bisa berbahasa Inggris"; sudah pasti saya mendapatkan nilai terbaik disini, hehehe...

Kriteria kedua adalah nilai akademik yang baik. Di poin ini saya juga tidak buruk berkat keberuntungan pertama tadi. Alhamdulillah saya mendapatkan beasiswa dan berangkat ke Amerika Serikat. Setibanya di Amerika, saya baru tahu "How are you", "I'm fine", "Thank you" dsb, itu padahal kuno banget. Saya mulai menyadari bahwa esensi belajar (bidang apapun) adalah melakukan alias Doing, bukan hanya di kelas-kelas atau berdasarkan textbook yang kadang saklek dan menakutkan.

Teman-teman di Amerika juga maklum jika saya sering salah ngomong. Dari sinilah saya mendapatkan banyak teman luar negeri hingga relasi-relasi luar negeri, yang kelak membantu membesarkan jaringan investor saya untuk membesarkan Bukalapak juga.

Pelajaran dari poin pertama ini adalah *keberuntungan datang saat kita siap!* Banyak kesempatan di depan mata menanti yang siap diambil. Kita harus siapkan diri untuk mengambil kesempatan-kesempatan yang datang di masa depan.

*2. Soal Kesenangan (Passion)*
Saya selalu senang hal baru. Hal baru memberikan pembelajaran baru dan wawasan baru. Kampus ITB saya manfaatkan juga untuk mengeksplor hal-hal baru. Saya bergabung dengan banyak organisasi sewaktu di ITB. Dari KM ITB saya belajar berpikir kritis (kadang sering demo). Dari himpunan saya belajar kekompakan. Dari Menwa saya belajar kedisiplinan dan ketahanan. Dari ARC saya belajar bagaimana ngoprek dan memecahkan suatu masalah.

Saya juga senang sekali mengikuti lomba-lomba di bidang software sehingga memiliki tabungan yang lumayan lah. Waktu-waktu di ITB sangat tidak saya sia-siakan. Saya terus mencari apa yang sebenarnya menjadi kesenangan saya yang abadi nanti. Kita tidak pernah tahu apa isi hati/jiwa kita sampai kita terus mencoba dan mengeksplorasinya.

Karena pertemanan yang luas di kampus, saya juga membuat sebuah unit bernama Techno Entrepreneurship Club. Kami berpikir, mahasiswa ITB harusnya membuka lapangan pekerjaan, bukan malah mendesak mahasiswa lain yang dulu sudah gagal masuk ITB, masa harus gagal lagi masuk dunia kerja gara-gara mahasiswa ITB, ha ha ha...

Di klub ini kami konkrit membuat warung mie ayam sebagai eksperimen. Semua menggunakan uang pribadi kita sendiri-sendiri, dan ternyata gagal. Di sinilah saya pertama kali gagal dan kehilangan uang besar (untuk ukuran waktu itu) untuk pertama kalinya. Sedih rasanya waktu itu. Tapi belakangan saya bersyukur, karena kegagalan inilah saya bisa lebih matang menyiapkan eksplorasi saya selanjutnya.

Suatu ketika, saya dikontak oleh sebuah stasiun televisi untuk membuat sebuah software quick count pemilu, mereka mendapatkan referensi dari teman saya. Walau saya belum pernah membuat software quick count, tapi saya yakin itu bisa dilakukan, toh semua ada di Internet. Tidak ada yang tidak mungkin dibuat, itu dogma jurusan saya Teknik Informatika, STEI.

Tanpa berpanjang-lebar saya mengiyakan bisa membuat software tersebut yang diberi deadline hanya 7 hari. Mereka bertanya berapa biayanya? Saya jawab "1.5 juta". Hitung-hitungan saya, uang tersebut cukup untuk 6 bulan hidup, toh cuma 7 hari pengerjaannya. Pasti untung... wong tidak ada biaya... cincai laaa (seperti iklan Bukalapak).

Pagi-siang-malam saya begadang mengerjakan software tersebut di kosan (Tubagus) dan akhirnya di hari H software tersebut lancar disiarkan di stasiun TV nasional. Itulah project komersial pertama saya yang dinikmati oleh puluhan bahkan ratusan juta orang di seluruh Indonesia. Ada perasaan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, senang sekali rasanya waktu itu hasil karya tangan sendiri dinikmati banyak orang.

Namun belakangan saya baru tahu nilai proyeknya ratusan juta. Tapi saya tidak menyesal karena setelahnya saya yang masih kuliah tingkat 3 waktu itu, mendapatkan kepercayaan dari stasiun TV nasional untuk project selanjutnya, yang tentu nilainya kini berbeda dari sebelumnya. Saya naikkan 10x lipat dan mereka masih mau! Kesenangan inilah yang menjadi momen penting dan jatuh cintanya saya pada dunia software.

Kita tidak pernah tahu apa jadinya diri kita di masa depan. Hidup ini menurut saya seperti air. Ikuti saja kemana air mengalir, sambil mencoba hal-hal baru yang lewat dan terus ikuti kata hati kita (inner voice). Jika senang dan mau, coba! Jika tidak ya tidak perlu dicoba. Kita bisa menjadi terbaik karena kita senang dan mau di bidang itu. Carilah kesenanganmu (passion).

*3. Soal Tujuan Hidup (Purpose)*
Setelah lulus, saya sejenak pulang kampung. Saya mengamati banyak sekali tetangga saya di kampung yang memiliki usaha kecil, tapi pendapatannya masih sama dengan belasan tahun sebelumnya, padahal ada inflasi. lnilah yang menjadi inspirasi awal pembuatan software lanjutan ini, supaya bagaimana software tersebut bisa membuka kesempatan bagi usaha-usaha kecil seperti tetangga saya dan jutaan usaha kecil lainnya, untuk melebarkan sayap dan berkembang lebih besar lagi.

Perjalanan baru pun dimulai. Saya mencari nama dan domain. Dari ratusan nama yang saya daftar, terpilihlah Bukalapak. Selain harganya murah 90 ribu, nama ini menggambarkan misi software ini, bahwa siapapun bisa semudah menggelar tikar atau lapak dengan software. Siapapun bisa berbisnis dan menjadi besar lewat Internet.

Saya juga memutuskan mencari partner, karena misi besar ini tidak bisa saya bangun sendirian. Tidak banyak yang tertarik ketika saya utarakan konsep Bukalapak, tapi saya tidak menyerah. Saya akhirnya dipertemukan dengan teman yang sebenarnya sudah lama satu jurusan dan juga satu SMA, Xinuc, saat ini CTO di Bukalapak. Dia tidak aktif organisasi, tapi senangnya ngoprek komputer di kosan.

Ketika saya cerita ide Bukalapak, dia yang paling semangat. Rupanya dia selama ini di kosan terus karena terobsesi dengan mesin. Bagaimana menciptakan mesin yang bisa secara bersamaan digunakan oleh jutaan orang. "Ini menarik," kata dia. Kami diskusi siang-malam bagaimana memulai semua mimpi kami tersebut.

Kami kemudian mulai membangun Bukalapak selama dua bulan non-stop berdua di kamar kosan. Ya, dua laki-laki dalam satu kos. Tapi ini ga aneh-aneh lo ya, ha ha ha... Kita berdua ini sedang membuat software. Website kami live pada Januari 2010, dan tidak ada yang mengunjungi website kami. Ada sih 1-2 pengunjung tapi pas kita cek sistem, itu komputer kami sendiri, sedih dan marah rasanya, tapi lagi-lagi kita pantang padam. Kami selalu ingat Tujuan Besar kami.

Perjalanan baru dimulai. Saya mulai sisir lapak-lapak di pinggir jalan (offline) dan juga online untuk bergabung dengan Bukalapak. Banyak yang tidak tertarik dengan software kami. Tapi ada segelintir yang tertarik. Aktivitas ini kami ulang terus setiap hari hingga 1 tahun kami memiliki pasukan UKM hingga 10 ribu. Kami senang karena Tujuan kami perlahan-lahan mulai mewujud.

Tapi ada satu masalah besar: bisnis Internet saat itu memang belum matang, pasarnya juga masih kecil. Uang pribadi kami habis untuk menghidupi Bukalapak. Kami coba cari investor, tidak ada yang tertarik. Sementara orang tua dan mungkin calon mertua sudah mulai bertanya "Kerja di mana kamu?". Pertanyaan sakral ini menghantui kami terus, selain kenyataan bahwa kas kami sudah nol. Xinuc pun pernah memiliki ide bagaimana kalau kita sudahi saja. Tapi sekali lagi kami tidak menyerah, saya selalu ingatkan diri dan Xinuc juga pada Tujuan Akhir.

Saya sampaikan ke dia: "Lihatlah 10 ribu UKM itu, mereka hidup dari kita. Kalau ini ditutup, mereka hidup dari mana?" Selalu mengingat Tujuan Utama & Tujuan Akhir kita akan membuat kita jadi terus semangat. Tak diduga-duga, pertumbuhan kami lebih cepat setelah itu. Internet di tahun 2012 menjadi bisnis yang sudah mulai menarik dan terus berlanjut. Per hari ini kami memiliki 1,8 juta UKM dan juga memproses 1 Triliun-an transaksi setiap bulannya.

Pelajaran dari poin ketiga ini: carilah Tujuan Hidupmu. *Tujuan inilah yang menguatkan kita di masa-masa sulit.* Hidup hanya sekali, Tujuan ini pulalah yang memberikan makna dalam hidup kita.

Sukses selalu kawan-kawan, dan jangan pernah menyerah...