ONE DAY ONE HADIST
Kamis, 21 September 2017
1 Muharram 1439
Bulan Muharram Memiliki Banyak Kemulian.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- : أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ ، وَإِنَّ أَفْضَلَ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْمَفْرُوضَةِ صَلاَةٌ مِنَ اللَّيْلِ
Dari Abu Hurairah , Rasulullah bersabda : “Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Allah, yaitu Muharram. Sedangkan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam.” (HR:Muslim)
Pelajaran yang terdapat dalam hadits:
1- Bulan ini dinamakan Allah dengan “Syahrullah“, yaitu bulan Allah. Penisbatan sesuatu kepada Allah mengandung makna yang mulia, seperti “ Baitullah “ (rumah Allah), “Saifullah” (pedang Allah), “Jundullah” (tentara Allah) dan lain-lainnya. Dan ini juga menunjukkan bahwa bulan tersebut mempunyai keutamaan khusus yang tidak dimilili oleh bulan-bulan yang lain.
2- Bulan ini termasuk salah satu dari empat bulan yang dijadikan Allah sebagai bulan haram.
3- Bulan ini dijadikan awal bulan dari Tahun Hijriyah, sebagaimana yang telah disepakati oleh para sahabat pada masa khalifah Umar bin Khattab ra. Tahun Hijriyah ini dijadikan momentum atas peristiwa hijrah nabi Muhammad Shallahu ‘alaihi Wassallam.
4- Bulan Muharram adalah bulan yang disunnahkan di dalamnya untuk berpuasa, bahkan merupakan puasa yang paling utama sesudah puasa pada bulan Ramadhan.
5- Hari Asyura’ artinya hari kesepuluh dari bulan Muharram. Pada hari itu dianjurkan untuk berpuasa, Bagaimana cara berpuasa pada hari Asyura? Menurut keterangan para ulama dan berdasarkan beberapa hadist, maka puasa Asyura bisa dilakukan dengan empat pilihan : berpuasa tanggal 9 dan 10 Muharram, atau berpuasa pada tanggal 10 dan 11 Muharram atau berpuasa pada tanggal 9,10, dan 11 Muharram, atau berpuasa pada tanggal 10 Muharram saja.
Tema hadist yang berkaitan dengan Al-Quran:
- Bulan ini termasuk salah satu dari empat bulan yang dijadikan Allah sebagi bulan haram.
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ ۚ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.
[Surat At-Taubah :36]
Wallohu'alam bissawab.
Kegiatan Santri di Pondok Pesantren Ali Maksum, Krapyak Yogyakarta
Rabu, 20 September 2017
Senin, 18 September 2017
Jokowi Jadi Pembina Upacara Perkemahan Pramuka NU di Magelang, Demo Pagar Nusa
Jokowi Jadi Pembina Upacara Perkemahan Pramuka NU di Magelang, Demo Pagar Nusa
Mengenal Lebih Dekat KH Said Aqil Siroj
Mengenal Lebih Dekat KH Said Aqil Siroj
KH Said Aqil Siroj.
Fathoni, NU Online | Rabu, 18 Januari 2017 12:30
Tak kenal maka tak sayang. Barangkali peribahasa itu tepat
untuk menggambarkan keadaan Indonesia akhir-akhir ini, dimana orang tak hanya
tak kenal dan tak sayang, tetapi bahkan justru memfitnah, membenci dan memaki,
dengan orang yang belum dikenalnya di media. Tak terkecuali, berbagai fitnah,
berita palsu (hoax) dan makian yang dialamatkan kepada Prof Dr KH Said Aqil
Siradj, MA, Ketua Umum Ormas Islam terbesar di dunia: Nahdlatul Ulama (NU).
Untuk itu, tulisan ini sedikit mengupas profil beliau, sosok
santri yang dulu pernah menjabat sebagai Ketua Majelis Wali Amanat Universitas
Indonesia (MWA UI) itu dinobatkan oleh Republika sebagai Tokoh
Perubahan Tahun 2012karena kontribusinya dan komitmennya dalam mengawal
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan berperan aktif dalam
perdamaian dunia, khususnya di kawasan Timur Tengah.
*
Ketika usia negara ini masih belia – delapan tahun – dan
para pendiri bangsa baru beberapa tahun menyelesaikan “status kemerdekaan”
Indonesia di Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 1949, di sebuah desa bernama
Kempek, Palimanan, Cirebon, Jawa Barat, senyum bahagia KH Aqil Siroj
mengembang. Tepat pada 3 Juli 1953, Pengasuh Pesantren Kempek itu dianugerahi
seorang bayi laki-laki, yang kemudian diberi nama Said.
Said kecil kemudian tumbuh dalam tradisi dan kultur
pesantren. Dengan ayahandanya sendiri, ia mempelajari ilmu-ilmu dasar
keislaman. Kiai Aqil sendiri – Ayah Said – merupakan putra Kiai Siroj,
yang masih keturunan dari Kiai Muhammad Said Gedongan. Kiai Said Gedongan
merupakan ulama yang menyebarkan Islam dengan mengajar santri di pesantren dan
turut berjuang melawan penjajah Belanda.
“Ayah saya hanya memiliki sepeda ontel, beli rokok pun
kadang tak mampu. Dulu setelah ayah memanen kacang hijau, pergilah ia ke pasar
Cirebon. Zaman dulu yang namanya mobil transportasi itu sangat jarang dan hanya
ada pada jam-jam tertentu,” kenang Kiai Said dalam buku Meneguhkan Islam
Nusantara; Biografi Pemikiran dan Kiprah Kebangsaan (Khalista: 2015).
Setelah merampungkan mengaji dengan ayahanda maupun ulama di
sekitar Cirebon, dan umur dirasa sudah cukup, Said remaja kemudian belajar di
Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur yang didirikan oleh KH Abdul Karim (Mbah
Manaf). Di Lirboyo, ia belajar dengan para ustadz dan kiai yang merawat santri,
seperti KH Mahrus Ali, KH Marzuki Dahlan, dan juga Kiai Muzajjad Nganjuk.
Setelah selesai di tingkatan Aliyah, ia melanjutkan kuliah
di Universitas Tribakti yang lokasinya masih dekat dengan Pesantren Lirboyo.
Namun kemudian ia pindah menuju Kota Mataram, menuju Ngayogyokarta Hadiningrat.
Di Yogya, Said belajar di Pesantren Al-Munawwir, Krapyak dibawah bimbingan KH
Ali Maksum (Rais Aam PBNU 1981-1984). Selain mengaji di pesantren Krapyak, ia
juga belajar di IAIN Sunan Kalijaga, yang ketika itu KH Ali Maksum menjadi Guru
Besar di kampus yang saat ini sudah bertransformasi menjadi UIN itu.
Ia merasa belum puas belajar di dalam negeri. Ditemani
istrinya, Nurhayati, pada tahun 1980, ia pergi ke negeri kelahiran Nabi
Muhammad SAW: Makkah Al-Mukarramah. Di sana ia belajar di Universitas King
Abdul Aziz dan Ummul Qurra, dari sarjana hingga doktoral. Di Makkah, setelah
putra-putranya lahir, Kang Said – panggilan akrabnya – harus mendapatkan
tambahan dana untuk menopang keluarga. Beasiswa dari Pemerintah Saudi, meski
besar, dirasa kurang untuk kebutuhan tersebut. Ia kemudian bekerja sampingan di
toko karpet besar milik orang Saudi di sekitar tempat tinggalnya. Di toko ini,
Kang Said bekerja membantu jual beli serta memikul karpet untuk dikirim kepada
pembeli yang memesan.
Keluarga kecilnya di Tanah Hijaz juga sering
berpindah-pindah untuk mencari kontrakan yang murah. “Pada waktu itu, bapak
kuliah dan sambil bekerja. Kami mencari rumah yang murah untuk menghemat
pengeluaran dan mencukupkan beasiswa yang diterima Bapak,” ungkap Muhammad
Said, putra sulung Kang Said.
Dengan keteguhannya hidup ditengah panasnya cuaca Makkah di
siang hari dan dinginnya malam hari, serta kerasnya hidup di mantan “tanah
Jahiliyyah” ini, ia menyelesaikan karya tesisnya di bidang perbandingan agama:
mengupas tentang kitab Perjanjian Lama dan Surat-Surat Sri Paus Paulus. Kemudian,
setelah 14 tahun hidup di Makkah, ia berhasil menyelesaikan studi S-3 pada
tahun 1994, dengan judul: Shilatullah bil-Kauni fit-Tashawwuf
al-Falsafi (Relasi Allah SWT dan Alam: Perspektif Tasawuf). Pria yang
terlahir di pelosok Jawa Barat itu mempertahankan disertasinya – diantara para
intelektual dari berbagai dunia – dengan predikat Cumlaude.
Ketika bermukim di Makkah, ia juga menjalin persahabatan
dengan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). “Gus Dur sering berkunjung ke kediaman
kami. Meski pada waktu itu rumah kami sangat sempit, akan tetapi Gus Dur
menyempatkan untuk menginap di rumah kami. Ketika datang, Gus Dur berdiskusi
sampai malam hingga pagi dengan Bapak,” ungkap Muhammad Said bin Said Aqil.
Selain itu, Kang Said juga sering diajak Gus Dur untuk sowan ke
kediaman ulama terkemuka di Arab, salah satunya Sayyid Muhammad Alawi
Al-Maliki.
Setelah Kang Said mendapatkan gelar doktor pada 1994, ia
kembali ke tanah airnya: Indonesia. Kemudian Gus Dur mengajaknya aktif di NU
dengan memasukkannya sebagai Wakil Katib ‘Aam PBNU dari Muktamar ke-29 di
Cipasung. Ketika itu, Gus Dur “mempromosikan” Kang Said dengan kekaguman: “Dia
doktor muda NU yang berfungsi sebagai kamus berjalan dengan disertasi lebih
dari 1000 referensi,” puji Gus Dur. Belakangan, Kang Said juga banyak memuji
Gus Dur. “Kelebihan Gus Dur selain cakap dan cerdas adalah berani,” ujarnya,
dalam Simposium Nasional Kristalisasi Pemikiran Gus Dur, 21 November 2011
silam.
Setelah lama akrab dengan Gus Dur, banyak kiai yang
menganggap Kang Said mewarisi pemikiran Gus Dur. Salah satunya disampaikan oleh
KH Nawawi Abdul Jalil, Pengasuh Pesantren Sidogiri, Pasuruan, ketika
kunjungannya di kantor PBNU pada 25 Juli 2011. Kunjungan waktu itu, merupakan
hal yang spesial karena pertama kalinya kiai khos itu berkunjung ke PBNU – di
dampingi KH An’im Falahuddin Mahrus Lirboyo. Kiai Nawawi menganggap bahwa Kang
Said mirip dengan Gus Dur, bahkan dalam bidang ke-nyelenehan-nya.
“Nyelenehnya pun juga sama,” ungkap Kiai Nawawi, seperti
dikutip NU Online. “Terus berjuang di NU tidak ada ruginya. Teruslah
berjuang memimpin, Allah akan selalu meridloi,” tegas Kiai Nawawi kepada orang
yang diramalkan Gus Dur menjadi Ketua Umum PBNU di usia lebih dari 55 tahun
itu.
Menjaga NKRI dan mengawal perdamaian dunia
Pada masa menjelang kemerdekaan, tepatnya pada tahun 1936,
para ulama NU berkumpul di Banjarmasin untuk mencari format ideal negara
Indonesia ketika sudah merdeka nantinya. Pertemuan ulama itu menghasilkan
keputusan yang revolusioner: (1) negara Darus Salam (negeri damai),
bukan Darul Islam (Negara Islam); (2) Indonesia sebagai Negara
Bangsa, bukan Negara Islam. Inilah yang kemudian menginspirasi Pancasila dan
UUD 1945 yang dibahas dalam Sidang Konstituante – beberapa tahun kemudian.
Jadi, jauh sebelum perdebatan sengit di PPKI atau BPUPKI tentang dasar negara
dan hal lain sebagainya, ulama NU sudah terlabih dulu memikirkannya.
Pemikiran, pandangan dan manhajulama pendahulu tentang
relasi negara dan agama (ad-dien wa daulah) itu, terus dijaga dan dikembangkan
oleh NU dibawah kepemimpinan Kang Said. Dalam pidatonya ketika mendapat
penganugerahan Tokoh Perubahan 2012 pada April 2013, Kiai Said menegaskan sikap
NU yang tetap berkomitmen pada Pancasila dan UUD 1945. “Muktamar (ke-27 di
Situbondo-pen) ini kan dilaksanakan di Pesantren Asembagus pimpinan Kiai As’ad
Syamsul Arifin. Jadi, pesantren memang luar biasa pengaruhnya bagi bangsa ini.
Meski saya waktu itu belum menjadi pengurus PBNU,” kata Kiai Said, mengomentari
Munas Alim Ulama NU 1983 dan Muktamar NU di Situbondo 1984 yang menurutnya
paling fenomenal dan berdampak dalam pandangan kebangsaan.
Sampai kini, peran serta NU dalam hal kebangsaan begitu
kentara kontribusinya, baik di level anak ranting sampai pengurus besar, di
tengah berbagai rongrongan ideologi yang ingin menggerogoti Pancasila sebagai
dasar negara. Hal ini tercermin dalam berbagai kegiatan dan program NU yang
selalu mengarusutamakan persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam konteks ini, Kiai
Said sangat berpengaruh karena kebijakan PBNU selalu diikuti kepengurusan
dibawahnya – termasuk organisasi sayapnya.
Salah satu peran yang cukup solutif, misalnya, ketika beliau
menaklukkan Ahmad Mushadeq – orang yang mengaku sebagai Nabi di Jakarta dan
menimbulkan kegaduhan nasional – lewat perdebatan panjang tentang hakikat
kenabian (2007). “Alhamdulillah, doa saya diterima untuk bertemu ulama, tempat
saya bermudzakarah (diskusi). Sekarang saya sadar kalau langkah saya selama ini
salah,” aku Mushadeq. Disisi lain, Kang Said juga mengakui kehebatan Mushadeq.
“Dia memang hebat. Paham dengan asbabun nuzul Al-Qur’an dan asbabul wurud
Hadits. Hanya sedikit saja yang kurang pas, dia mengaku Nabi, itu saja,” jelas
Kiai Said seperti yang terekam dalam Antologi NU: Sejarah, Istilah,
Amaliah dan Uswah (Khalista & LTN NU Jatim, Cet II 2014).
Kiai yang mendapat gelar Profesor bidang Ilmu Tasawuf dari
UIN Sunan Ampel Surabaya ini bersama pengurus NU juga membuka dialog melalui
forum-forum Internasional, khususnya yang terkait isu-isu terorisme, konflik
bersenjata dan rehabilitasi citra Islam di Barat yang buruk pasca serangan
gedung WTC pada 11 September 2001. Ia juga kerapkali membuat acara dengan
mengundang ulama-ulama dunia untuk bersama-sama membahas problematika Islam
kontemporer dan masalah keumatan.
Pada Jumat, 7 Maret 2014, Duta Besar Amerika untuk Indonesia
Robert O. Blake berkunjung ke kantor PBNU. Ia menginginkan NU terlibat dalam
penyelesaian konflik di beberapa negara. “Kami berharap NU bisa membantu
penyelesaian konflik di negara-negara dunia, khususnya di Syria dan Mesir. NU
Kami nilai memiliki pengalaman membantu penyelesaian konflik, baik dalam maupun
luar negeri,” kata Robert, seperti dilansir NU Online. “Sejak saya
bertugas di Mesir dan India, saya sudah mendengar bagaimana peran NU untuk ikut
menciptakan perdamaian dunia,” imbuhnya.
Raja Yordania Abdullah bin Al-Husain (Abdullah II) juga berkunjung
ke PBNU. Ia ditemui Kiai Said, meminta dukungan NU dalam upaya penyelesaian
konflik di Suriah. “Di Timur Tengah, tidak ada organisasi masyarakat yang bisa
menjadi penengah, seperti di Indonesia. Jika ada konflik, bedil yang bicara,”
ungkap Kiai Said.
Selain itu, menguapnya kasus SARA di Indonesia belakangan
juga kembali marak muncul ke permukaan. “Munculnya kerusuhan bernuansa agama
memang sangat sering kita temukan. Hal ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia
harus terus belajar pentingnya toleransi dan kesadaran pluralitas. Sikap
toleransi tersebut dibuktikan oleh Kaisar Ethiopia, Najashi (Negus) ketika para
sahabat ditindas oleh orang-orang Quraisy di Mekkah dan memutuskan untuk hijrah
ke Ethiopia demi meminta suaka politik kepadanya. Kaisar Negus yang dikenal
sebagai penguasa beragama Nasrani itu berhasil melindungi para sahabat Nabi
Muhammad SAW dari ancaman pembunuhan kafir Quraisy,” tulis Kiai Said
dalam Dialog Tasawuf Kiai Said: Akidah, Tasawuf dan Relasi Antarumat
Beragama (Khalista, LTN PBNU & SAS Foundation, Cet II, 2014).
Menghadapi potensi konflik horisontal itu, NU juga tetap
mempertahankan gagasan Darus Salam, bukan Darul Islam, yang terinspirasi dari
teladan Nabi Muhammad dalam Piagam Madinah. Dalam naskah tersebut, nabi membuat
kesepakatan perdamaian, bahwa muslim pendatang (Muhajirin) dan muslim pribumi
(Anshar) dan Yahudi kota Yastrib (Madinah) sesungguhnya memiliki misi yang
sama, sesungguhnya satu umat. Yang menarik, menurut Kiai Said, Piagam Madinah –
dokumen sepanjang 2,5 halaman itu – tidak menyebutkan kata Islam. Kalimat
penutup Piagam Madinah juga menyebutkan: tidak ada permusuhan kecuali terhadap
yang dzalim dan melanggar hukum. “Ini berarti, Nabi Muhammad tidak
memproklamirkan berdirinya negara Islam dan Arab, akan tetapi Negara Madinah,”
terang Kiai Said.
Selain itu, menurutnya, faktor politis juga kerapkali
mempengaruhi, bukan akidah atau keyakinan. “Seperti di masa Perang Salib,
faktor politis dan ekonomis lebih banyak menyelimuti renggangnya keharmonisan
kedua umat bersaudara tersebut di Indonesia. Dengan demikian, kekeruhan
hubungan Islam-Kristen tidak jarang dilatarbelakangi nuansa politis yang sama
sekali tidak ada kaitannya dengan agama itu sendiri,” ungkapnya, dalam
buku Tasawuf Sebagai Kritik Sosial: Mengedepankan Islam sebagai Inspirasi
bukan Aspirasi.
*
Ditengah agenda Ketua Umum PBNU yang sedemikian padat, Kiai
Said dewasa ini diterpa berbagai fitnah, hujatan dan bahkan makian dari urusan
yang remeh-temeh sampai yang menyangkut urusan negara. Ia dituduh agen Syiah,
Liberal, antek Yahudi, pro Kristen, dan fitnah-fitnah lain oleh orang yang
sempit dalam melihat agama dan konsep kemanusiaan dan kebangsaan.
Meski demikian, ia toh manusia biasa – yang tak
luput dari salah, dosa dan kekurangan – bukan seorang Nabi. Artinya, kritik
dalam sikap memang wajar dialamatkan, tetapi tidak dengan hujatan, fitnah, dan
berita palsu, melainkan dengan kata yang santun. Terkait hal ini, dalam suatu
kesempatan ia memberi tanggapan kepada para haters-nya. Bukannya marah,
Kiai Said justru menganggap para pembenci dan pemfitnah itu yang kasihan. Dan
sebagai orang yang tahu seluk beluk dunia tasawuf, tentu dia sudah memaafkan,
jauh sebelum mereka meminta maaf atas segenap kesalahan. Wallahu a’lam.
Ahmad Naufa Khoirul Faizun, Kader Muda NU dan
Kontributor NU Online asal Purworejo, Jawa Tengah
Jumat, 15 September 2017
Bersholawat bersama, Habib Syeh Bin Abdul Qodir As Segaf di Peresmian UNU
Anggota Dewan sowan Kyai
Anggota Dewan sowan Kyai
Suatu saat rombongan wakil rakyat di Senayan sowan kepada salah satu Kyai khos yang bijaksana dan kharismatik.
Wakil Rakyat/WR : Pak Kyai, terus terang akhir-2 ini kami menjadi galau.
Pak Kyai/PK : Ada masalah apa, bapak-bapak yang terhormat ?
WR : Setiap ada konflik dengan KPK, masyarakat selalu sinis dengan anggota DPR. Belum jelas persoalannya, mereka cenderung menyalahkan para wakil rakyat. Sebenarnya antara kami dengan KPK itu hebat siapa ?
Sambil tersenyum Pak Kyai menjawab : Ya jelas hebat panjenengan. Apakah mungkin mereka bisa menjadi pimpinan KPK jika wakil rakyat tidak memberikan persetujuan ?
Wajah para anggota DPR kelihatan sumringah. Mereka melanjutkan bertanya : Kalau dengan presiden, hebat siapa ?
PK : Ya sudah jelas hebat panjenengan. Apakah mungkin Pak Jokowi bisa menjadi RI-1 kalau bukan fraksi Bapak yang mengusulkan sebagai calon presiden ?
Para wakil rakyat semuanya tersenyum lebar.
WK : Satu pertanyaan lagi Pak Kyai. Jika dibandingkan dengan Nabi, masih hebat siapa ?
Pak Kyai terkejut karena tidak menyangka pertanyaannya sejauh itu. Sambil beristighafar, beberapa menit kemudian beliau menjawab : Dibandingkan dengan Nabi, panjenengan tetap lebih hebat, 👍.
Para wakil rakyat yang mulia terheran-heran. Secara serentak mereka bertanya : Bagaimana mungkin kami ini lebih hebat dari pada Nabi ?
Sambil tersenyum Pak Kyai menjelaskan : Bapak-bapak yang saya hormati, panjenengan semua ini jelas lebih hebat dari pada para Nabi. Semua Nabi itu takut kepada Gusti Allah, lhaa.. panjenengan gak wêdhi Blaass...!!
Suatu saat rombongan wakil rakyat di Senayan sowan kepada salah satu Kyai khos yang bijaksana dan kharismatik.
Wakil Rakyat/WR : Pak Kyai, terus terang akhir-2 ini kami menjadi galau.
Pak Kyai/PK : Ada masalah apa, bapak-bapak yang terhormat ?
WR : Setiap ada konflik dengan KPK, masyarakat selalu sinis dengan anggota DPR. Belum jelas persoalannya, mereka cenderung menyalahkan para wakil rakyat. Sebenarnya antara kami dengan KPK itu hebat siapa ?
Sambil tersenyum Pak Kyai menjawab : Ya jelas hebat panjenengan. Apakah mungkin mereka bisa menjadi pimpinan KPK jika wakil rakyat tidak memberikan persetujuan ?
Wajah para anggota DPR kelihatan sumringah. Mereka melanjutkan bertanya : Kalau dengan presiden, hebat siapa ?
PK : Ya sudah jelas hebat panjenengan. Apakah mungkin Pak Jokowi bisa menjadi RI-1 kalau bukan fraksi Bapak yang mengusulkan sebagai calon presiden ?
Para wakil rakyat semuanya tersenyum lebar.
WK : Satu pertanyaan lagi Pak Kyai. Jika dibandingkan dengan Nabi, masih hebat siapa ?
Pak Kyai terkejut karena tidak menyangka pertanyaannya sejauh itu. Sambil beristighafar, beberapa menit kemudian beliau menjawab : Dibandingkan dengan Nabi, panjenengan tetap lebih hebat, 👍.
Para wakil rakyat yang mulia terheran-heran. Secara serentak mereka bertanya : Bagaimana mungkin kami ini lebih hebat dari pada Nabi ?
Sambil tersenyum Pak Kyai menjelaskan : Bapak-bapak yang saya hormati, panjenengan semua ini jelas lebih hebat dari pada para Nabi. Semua Nabi itu takut kepada Gusti Allah, lhaa.. panjenengan gak wêdhi Blaass...!!
Rabu, 13 September 2017
Kisah Gus Dur
TANPA didampingi siapa pun, Gus Dur dan aku bertemu di warung nasi depan kampusku. Pakaian batik dan sarung membungkus tubuhnya, peci yang miring serta kacamata tebalnya melengkapi kediriannya. Dialog yang bagiku aneh pun terjadi. Aneh karena perbincangan kami kesana kemari, tak jelas arahnya.
Gus Dur :
“Sebenar apa pun tingkahmu, sebaik apapun prilaku hidupmu, kebencian dari manusia itu pasti ada. Jadi jangan terlalu diambil pusing. Terus saja jalan.!”
Mughni :
“Iya, Gus. Tapi..”
Gus Dur :
“Bagaimana tidak repot, hidupmu terlalu banyak ‘tapi’.!”
Mughni :
“Hehehehe..”
Gus Dur :
“Apa kamu kenal Wa Totoh? Maksud saya KH. Totoh Ghozali.”
Mughni :
“Disebut kenal ya tidak, tapi saya sering mendengar ceramah-ceramahnya di Radio.”
Gus Dur :
“Belajarlah kamu kepadanya, bagaimana memurnikan tauhid masyarakat. Dia menggunakan bahasa lokal sebagai senjatanya, memakai humor cerdas tanpa hina dan caci.”
Mughni :
“Baik, Gus, kalau itu perintah Panjenengan.”
Gus Dur :
“Ini bukan perintah, ini memang sesuatu yang seharusnya kamu lakukan sebagai Da’I.”
Mughni :
“Laksanakan.”
Gus Dur :
“Kamu suka menulis?”
Mughni :
“Tidak, Gus, tulisan saya buruk sekali. Saya coba menulis puisi atau cerita pendek, tapi benar-benar buruk hasilnya.”
Gus Dur :
“Rupanya kamu belum pernah dilukai seorang wanita, makanya tulisan kamu tidak bagus.”
Mughni :
“Lha, Panjenengan tau darimana kalau saya belum pernah dilukai wanita?”
Gus Dur :
“Ya itu tadi, karya sastramu buruk sekali.”
Mughni :
“Hmmmmm..”
Gus Dur :
“Kamu pernah pesantren?”
Mughni :
“Pernah, Gus.”
Gus Dur :
“Dimana?”
Mughni :
“Di Al-Falah sama di Al-Musaddadiyah.”
Gus Dur :
“Rupanya kamu Santri Kyai Syahid sama Kyai Musaddad.”
Mughni :
“Iya.”
Gus Dur :
“Saya juga sering bersilaturahmi ke beliau-beliau itu. Mereka salah satu penjaga Islam Ahlussunnah wal Jama’ah.”
Mughni :
“Ketika jadi Santri, saya nakal sekali. Saya merasa malu kepada beliau-beliau itu, Gus.”
Gus Dur :
“Saya beritahu kamu, kebaikan seorang Santri tidak dilihat ketika dia berada di Pondok, melainkan setelah dia menjadi alumni. Kamu tinggal buktikan hari ini, bahwa kamu adalah santri yang baik.”
Mughni :
“Terima kasih, Gus.”
Gus Dur :
“Dunia tanpa pesantren, bagi saya adalah siksa. Bersyukurlah karena kamu pernah menjadi bagian di dalamnya.”
Mughni :
“Iya, Gus.”
Gus Dur :
“Kamu mau tau rahasia hidup saya dalam memandang segala sesuatunya?”
Mughni :
“Tentu, Gus, saya ingin tau rahasia panjenengan.”
Gus Dur :
“Dalam memandang segala sesuatu, gunakanlah ‘mata’ Allah.”
Mughni :
“Waduh. Bagaimana contohnya?”
Gus Dur :
“Contohnya begini. Ketika saya didatangi banyak orang yang meminta perlindungan, apakah orang itu benar atau salah, saya terima semuanya dengan lapang dada. Karena apa? Saya selalu yakin, Allah lah yang menggerakan hati mereka untuk datang kepada saya. Jika saya tolak karena mereka bersalah, itu sama saja saya menolak kehendak Allah. Perlindungan saya kepada orang-orang yang disudutkan karena kesalahannya itu, bukanlah bentuk bahwa saya melindungi kesalahannya, tapi saya melindungi kemanusiaannya.”
Mughni :
“Duh..”
Gus Dur :
“Lebih jauhnya begini. Jika kamu membenci orang karena dia tidak bisa membaca al-Qur’an, berarti yang kamu pertuhankan itu bukan Allah, tapi al-Qur’an. Jika kamu memusuhi orang yang berbeda Agama dengan kamu, berarti yang kamu pertuhankan itu bukan Allah, tapi Agama. Jika kamu menjauhi orang yang melanggar moral, berarti yang kamu pertuhankan bukan Allah, tapi moral. Pertuhankanlah Allah, bukan yang lainnya. Dan pembuktian bahwa kamu mempertuhankan Allah, kamu harus menerima semua makhluk. Karena begitulah Allah.”
Mughni
“Ya Allah..”
Dicuplik dari tausiyah Guru Niam Muiz
Gus Dur :
“Sebenar apa pun tingkahmu, sebaik apapun prilaku hidupmu, kebencian dari manusia itu pasti ada. Jadi jangan terlalu diambil pusing. Terus saja jalan.!”
Mughni :
“Iya, Gus. Tapi..”
Gus Dur :
“Bagaimana tidak repot, hidupmu terlalu banyak ‘tapi’.!”
Mughni :
“Hehehehe..”
Gus Dur :
“Apa kamu kenal Wa Totoh? Maksud saya KH. Totoh Ghozali.”
Mughni :
“Disebut kenal ya tidak, tapi saya sering mendengar ceramah-ceramahnya di Radio.”
Gus Dur :
“Belajarlah kamu kepadanya, bagaimana memurnikan tauhid masyarakat. Dia menggunakan bahasa lokal sebagai senjatanya, memakai humor cerdas tanpa hina dan caci.”
Mughni :
“Baik, Gus, kalau itu perintah Panjenengan.”
Gus Dur :
“Ini bukan perintah, ini memang sesuatu yang seharusnya kamu lakukan sebagai Da’I.”
Mughni :
“Laksanakan.”
Gus Dur :
“Kamu suka menulis?”
Mughni :
“Tidak, Gus, tulisan saya buruk sekali. Saya coba menulis puisi atau cerita pendek, tapi benar-benar buruk hasilnya.”
Gus Dur :
“Rupanya kamu belum pernah dilukai seorang wanita, makanya tulisan kamu tidak bagus.”
Mughni :
“Lha, Panjenengan tau darimana kalau saya belum pernah dilukai wanita?”
Gus Dur :
“Ya itu tadi, karya sastramu buruk sekali.”
Mughni :
“Hmmmmm..”
Gus Dur :
“Kamu pernah pesantren?”
Mughni :
“Pernah, Gus.”
Gus Dur :
“Dimana?”
Mughni :
“Di Al-Falah sama di Al-Musaddadiyah.”
Gus Dur :
“Rupanya kamu Santri Kyai Syahid sama Kyai Musaddad.”
Mughni :
“Iya.”
Gus Dur :
“Saya juga sering bersilaturahmi ke beliau-beliau itu. Mereka salah satu penjaga Islam Ahlussunnah wal Jama’ah.”
Mughni :
“Ketika jadi Santri, saya nakal sekali. Saya merasa malu kepada beliau-beliau itu, Gus.”
Gus Dur :
“Saya beritahu kamu, kebaikan seorang Santri tidak dilihat ketika dia berada di Pondok, melainkan setelah dia menjadi alumni. Kamu tinggal buktikan hari ini, bahwa kamu adalah santri yang baik.”
Mughni :
“Terima kasih, Gus.”
Gus Dur :
“Dunia tanpa pesantren, bagi saya adalah siksa. Bersyukurlah karena kamu pernah menjadi bagian di dalamnya.”
Mughni :
“Iya, Gus.”
Gus Dur :
“Kamu mau tau rahasia hidup saya dalam memandang segala sesuatunya?”
Mughni :
“Tentu, Gus, saya ingin tau rahasia panjenengan.”
Gus Dur :
“Dalam memandang segala sesuatu, gunakanlah ‘mata’ Allah.”
Mughni :
“Waduh. Bagaimana contohnya?”
Gus Dur :
“Contohnya begini. Ketika saya didatangi banyak orang yang meminta perlindungan, apakah orang itu benar atau salah, saya terima semuanya dengan lapang dada. Karena apa? Saya selalu yakin, Allah lah yang menggerakan hati mereka untuk datang kepada saya. Jika saya tolak karena mereka bersalah, itu sama saja saya menolak kehendak Allah. Perlindungan saya kepada orang-orang yang disudutkan karena kesalahannya itu, bukanlah bentuk bahwa saya melindungi kesalahannya, tapi saya melindungi kemanusiaannya.”
Mughni :
“Duh..”
Gus Dur :
“Lebih jauhnya begini. Jika kamu membenci orang karena dia tidak bisa membaca al-Qur’an, berarti yang kamu pertuhankan itu bukan Allah, tapi al-Qur’an. Jika kamu memusuhi orang yang berbeda Agama dengan kamu, berarti yang kamu pertuhankan itu bukan Allah, tapi Agama. Jika kamu menjauhi orang yang melanggar moral, berarti yang kamu pertuhankan bukan Allah, tapi moral. Pertuhankanlah Allah, bukan yang lainnya. Dan pembuktian bahwa kamu mempertuhankan Allah, kamu harus menerima semua makhluk. Karena begitulah Allah.”
Mughni
“Ya Allah..”
Dicuplik dari tausiyah Guru Niam Muiz
Minggu, 10 September 2017
Bermadzhab pada Hawa Nafsunya
"Kenalilah Diri Sendiri"
Nabi Muhammad Saw meninggal SERIBU TAHUN LEBIH yg lalu. Dan kita semua tahu dengan bukti SEJARAH, bahwa yg paling TAHU & Mengenal Nabi Saw tentulah mereka2 yg pernah hidup jaman nya, khususnya yg pernah bertemu dan berkumpul dengan Nabi, karena mereka MELIHAT & MENDENGAR langsung dari nya, yang mereka di kenal dengan sebutan SHOHABAT NABI dan merekalah yg meneruskan Dakwah & ajaran Nabi Saw.
Kemudian yg paling tahu akan Para Shohabat tidak lain adalah Para Tabi'in DAN YANG paling tahu akan Tabi'in adalah Tabi'in Tabi'in dan akhirnya Muncullah Para Imam Mujtahid, Imam Muhaddits yg merupakan MURID-MURID nya, JADI BILA di jaman sekarang ada yg menyelisihi MEREKA, perlu di pertanyaan jalur ilmu & aqidah nya.
Perlu juga di INGAT juga, bahwa tidak semua orang yg hidup di jaman NABI itu semuanya SHOLIH dan Menerima Dakwah Nabi, seperti misalnya ; Dzul Huwaishiroh dari Bani Tamim, Musaillamah Al Kadzan dan pengikutnya, An Najd dan lain-lain, mereka semua sampai sekarangpun masih banyak BAHKAN bertambah banyak pengikutnya ....
>>> Pada hakikatnya orang yg tidak mau bermadzhab pada salah satu Madzhab Empat (Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi'i & Imam Hanbali) juga bermadzhab pada yg lain atau bermadzhab pada hawa nafsunya sendiri dengan merumuskan Al-Quran & Al-Hadits sesuai kehendaknya, lebih percayakah kita pada kemampuan agama kita atau pada para Imam madzhab...???
ومن لم يقلد واحدا منهم وقال أنا اعمل بالكتاب والسنة مدعيا فهم الأحكام منهما فلا يسلم له بل هو مخطئ ضال مضل سيما في هذا الزمان الذى عم فيه الفسق وكثرت الدعوى الباطلة لأنه استظهر على أئمة الدين وهو دونهم في العلم والعمل والعدالة والاطلاع
"Dan barangsiapa yg tidak mengikuti salah satu dari mereka (Imam madzhab) dan berkata "saya beramal berdasarkan Al-Quran & Hadits", dan mengaku telah memahami hukum2 al-quran & hadits maka orang tersebut tidak dapat diterima, bahkan termasuk orang yg bersalah, sesat & menyesatkan terutama pada masa sekarang ini dimana kefasikan merajalela & banyak tersebar dakwah2 yg salah, karena ia ingin mengungguli para pemimpin agama padahal ia di bawah mereka dalam ilmu, amal, keadilan dan analisa".
(Ket : Kitab Tanwirul Qulub, hal : 74-75).
كل من الأئمة الأربعة على الصواب ويجب تقليد واحد منهم ومن قلد واحدا منهم خرج من عهدة التكليف وعلى المقلد أرجحية مذهبه أو مساواته ولايجوز تقليد غيرهم فى إفتاء أو قضاء. قال ابن حجر ولايجوز العمل بالضعيف بالمذهب ويمتنع التلفيق فى مسألة كأن قلد مالكا فى طهارة الكلب والشافعى فى مسح بعض الرأس
"Setiap imam yg EMPAT itu berjalan dijalan yg benar maka wajiblah bagi umat islam untuk mengikuti kpd salah satu diantara yg empat tadi sebab orang yg sudah mengikuti kpd salah satu imam yg empat tersebut maka ia telah terlepas dari tanggungan dalam keagamaan & orang yg mengikuti haruslah yakin (khusnudlon) bahwa madzhab yg ia ikuti itu benar & sama benarnya dengan yg lain (antara para imam madzhab) dalam arti kata lain TIDAK BOLEH ber-pindah2 madzhab.
Seperti apa yg dikatakan oleh Ibnu Hajar Al-Haitami : "Tidak boleh seseorang yg menganut suatu madzhab berbuat talfiq (mencampur adukkan madzhab untuk mencari yg ringan2) misalnya mengikuti Imam Malik yg mensucikan (menghukumi suvi) anjing & juga mengikuti Imam Syafi'ie dalam membasuh sebagian kepala dalam berwudu''.
(Ket : Kitab I'anatuth Tholibin juz 1)
'Wallohu A'lam Bis Showab"
Nabi Muhammad Saw meninggal SERIBU TAHUN LEBIH yg lalu. Dan kita semua tahu dengan bukti SEJARAH, bahwa yg paling TAHU & Mengenal Nabi Saw tentulah mereka2 yg pernah hidup jaman nya, khususnya yg pernah bertemu dan berkumpul dengan Nabi, karena mereka MELIHAT & MENDENGAR langsung dari nya, yang mereka di kenal dengan sebutan SHOHABAT NABI dan merekalah yg meneruskan Dakwah & ajaran Nabi Saw.
Kemudian yg paling tahu akan Para Shohabat tidak lain adalah Para Tabi'in DAN YANG paling tahu akan Tabi'in adalah Tabi'in Tabi'in dan akhirnya Muncullah Para Imam Mujtahid, Imam Muhaddits yg merupakan MURID-MURID nya, JADI BILA di jaman sekarang ada yg menyelisihi MEREKA, perlu di pertanyaan jalur ilmu & aqidah nya.
Perlu juga di INGAT juga, bahwa tidak semua orang yg hidup di jaman NABI itu semuanya SHOLIH dan Menerima Dakwah Nabi, seperti misalnya ; Dzul Huwaishiroh dari Bani Tamim, Musaillamah Al Kadzan dan pengikutnya, An Najd dan lain-lain, mereka semua sampai sekarangpun masih banyak BAHKAN bertambah banyak pengikutnya ....
>>> Pada hakikatnya orang yg tidak mau bermadzhab pada salah satu Madzhab Empat (Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi'i & Imam Hanbali) juga bermadzhab pada yg lain atau bermadzhab pada hawa nafsunya sendiri dengan merumuskan Al-Quran & Al-Hadits sesuai kehendaknya, lebih percayakah kita pada kemampuan agama kita atau pada para Imam madzhab...???
ومن لم يقلد واحدا منهم وقال أنا اعمل بالكتاب والسنة مدعيا فهم الأحكام منهما فلا يسلم له بل هو مخطئ ضال مضل سيما في هذا الزمان الذى عم فيه الفسق وكثرت الدعوى الباطلة لأنه استظهر على أئمة الدين وهو دونهم في العلم والعمل والعدالة والاطلاع
"Dan barangsiapa yg tidak mengikuti salah satu dari mereka (Imam madzhab) dan berkata "saya beramal berdasarkan Al-Quran & Hadits", dan mengaku telah memahami hukum2 al-quran & hadits maka orang tersebut tidak dapat diterima, bahkan termasuk orang yg bersalah, sesat & menyesatkan terutama pada masa sekarang ini dimana kefasikan merajalela & banyak tersebar dakwah2 yg salah, karena ia ingin mengungguli para pemimpin agama padahal ia di bawah mereka dalam ilmu, amal, keadilan dan analisa".
(Ket : Kitab Tanwirul Qulub, hal : 74-75).
كل من الأئمة الأربعة على الصواب ويجب تقليد واحد منهم ومن قلد واحدا منهم خرج من عهدة التكليف وعلى المقلد أرجحية مذهبه أو مساواته ولايجوز تقليد غيرهم فى إفتاء أو قضاء. قال ابن حجر ولايجوز العمل بالضعيف بالمذهب ويمتنع التلفيق فى مسألة كأن قلد مالكا فى طهارة الكلب والشافعى فى مسح بعض الرأس
"Setiap imam yg EMPAT itu berjalan dijalan yg benar maka wajiblah bagi umat islam untuk mengikuti kpd salah satu diantara yg empat tadi sebab orang yg sudah mengikuti kpd salah satu imam yg empat tersebut maka ia telah terlepas dari tanggungan dalam keagamaan & orang yg mengikuti haruslah yakin (khusnudlon) bahwa madzhab yg ia ikuti itu benar & sama benarnya dengan yg lain (antara para imam madzhab) dalam arti kata lain TIDAK BOLEH ber-pindah2 madzhab.
Seperti apa yg dikatakan oleh Ibnu Hajar Al-Haitami : "Tidak boleh seseorang yg menganut suatu madzhab berbuat talfiq (mencampur adukkan madzhab untuk mencari yg ringan2) misalnya mengikuti Imam Malik yg mensucikan (menghukumi suvi) anjing & juga mengikuti Imam Syafi'ie dalam membasuh sebagian kepala dalam berwudu''.
(Ket : Kitab I'anatuth Tholibin juz 1)
'Wallohu A'lam Bis Showab"
Jumat, 01 September 2017
Kisah Perjuangan Awal Bukalapak by CEO Bukalapak, Achmad Zaky
*Kisah Perjuangan Awal Bukalapak*
by: Achmad Zaky
Sukses
yang diraih pendiri sekaligus CEO Bukalapak, Achmad Zaky, tidak datang
serta-merta. Setidaknya ada tiga hal yang telah mengubah hidupnya. Semua
itu dipaparkan Zaky dalam kuliah umum di hadapan ribuan mahasiswa dari
Institut Teknologi Bandung (ITB) beberapa waktu lalu.
"Saya
ingin berbagi cerita mengenai 3 hal yang menurut saya penting buat
adik-adik sekalian ketahui," ujarnya dalam acara itu. Inilah 3 faktor
tersebut:
*1. Soal Keberuntungan (Luck)*
Saya
berasal dari kampung di pinggir Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Saya
bukanlah anak paling pintar di kampung tersebut. Orangtua saya juga
bukan paling kaya, keduanya guru mengajar di SMP sekitar rumah. Tapi
saya beruntung mereka memikirkan saya, mendidik saya, dan menabung agar
saya bisa kuliah di universitas terbaik. Inilah keberuntungan pertama
saya dalam hidup. Dan saya kira adik-adik semuanya yang sudah kuliah di
salah satu universitas terbaik, sudah jauh lebih beruntung dari saya.
Kita harus bersyukur karena ini. Manfaatkanlah keberuntungan ini dengan
sebaik-baiknya.
Sebagai mahasiswa
dari daerah, kuliah di ITB tidaklah mudah. Saya sempat tidak pede karena
banyak mahasiswa ITB yang pintar-pintar. Tapi ternyata disinilah
keberuntungan saya selanjutnya. Saya berteman dengan orang-orang yang
jauh lebih pintar. Salah satu teman dekat saya adalah mahasiswa paling
pintar di ITB. Dia tidak pernah mendapatkan nilai selain A selama kuliah
di ITB 4 tahun. Bahkan untuk mata kuliah Agama dia mendapat A sementara
Ketua Keluarga Mahasiswa Islam waktu itu mendapat B.
Satu
minggu sebelum ujian biasanya saya datang ke kosan dia untuk belajar.
Jadi menjelang hari H saya siap betul. Ketika H-1 teman saya banyak
bertanya ke saya soal ujian, pasti bisa, wong saya sudah belajar dari
mahagurunya. Dengan mengajari teman-teman, saya juga jadi lebih pintar.
Mereka tidak tahu bahwa saya sebelumnya belajar dari Fajrin. Namanya
Fajrin Rasyid, dia kini jadi salah satu pendiri dan CFO di Bukalapak.
Jadi
agar beruntung, bertemanlah sebanyak-banyaknya dengan teman yang lebih
cerdas & lebih pintar. Bidang apapun, tidak harus secara akademik.
Sebagai
mahasiswa dari daerah, saya memiliki momok yang sangat besar: Bahasa
Inggris. SD tempat saya sekolah di kampung tidak mengajarkan Bahasa
Inggris sama sekali di saat teman-teman SMP saya semuanya
mendapatkannya. Di SMP dan SMA, saya hampir tidak lulus hanya karena
Bahasa Inggris. Les tidak membantu karena menjadikan saya malah takut
dan minder.
Di test TOEFL se-ITB,
saya menduduki peringkat 3 dari bawah. Inilah ketakutan saya selama
kuliah di ITB, saya harus mengubur keinginan saya kuliah di luar negeri
yang semuanya mensyaratkan TOEFL. IP sebagus apapun tidak akan bisa
membantu jika TOEFL kurang bagus. Tapi Allah berkehendak lain,
keberuntungan selanjutnya datang. Waktu itu ada beasiswa pertukaran
pelajar ke Amerika yang hanya ditujukan untuk mahasiswa yang tidak bisa
Bahasa Inggris.
Saya langsung
mencari informasi terkait beasiswa tersebut. Saya datangi beberapa
alumni yang pernah mendapatkannya untuk menganalisa bagaimana
mendapatkan beasiswa tersebut. Rupanya kriteria utama beasiswa tersebut
adalah "tidak bisa berbahasa Inggris"; sudah pasti saya mendapatkan
nilai terbaik disini, hehehe...
Kriteria
kedua adalah nilai akademik yang baik. Di poin ini saya juga tidak
buruk berkat keberuntungan pertama tadi. Alhamdulillah saya mendapatkan
beasiswa dan berangkat ke Amerika Serikat. Setibanya di Amerika, saya
baru tahu "How are you", "I'm fine", "Thank you" dsb, itu padahal kuno
banget. Saya mulai menyadari bahwa esensi belajar (bidang apapun) adalah
melakukan alias Doing, bukan hanya di kelas-kelas atau berdasarkan
textbook yang kadang saklek dan menakutkan.
Teman-teman
di Amerika juga maklum jika saya sering salah ngomong. Dari sinilah
saya mendapatkan banyak teman luar negeri hingga relasi-relasi luar
negeri, yang kelak membantu membesarkan jaringan investor saya untuk
membesarkan Bukalapak juga.
Pelajaran
dari poin pertama ini adalah *keberuntungan datang saat kita siap!*
Banyak kesempatan di depan mata menanti yang siap diambil. Kita harus
siapkan diri untuk mengambil kesempatan-kesempatan yang datang di masa
depan.
*2. Soal Kesenangan (Passion)*
Saya
selalu senang hal baru. Hal baru memberikan pembelajaran baru dan
wawasan baru. Kampus ITB saya manfaatkan juga untuk mengeksplor hal-hal
baru. Saya bergabung dengan banyak organisasi sewaktu di ITB. Dari KM
ITB saya belajar berpikir kritis (kadang sering demo). Dari himpunan
saya belajar kekompakan. Dari Menwa saya belajar kedisiplinan dan
ketahanan. Dari ARC saya belajar bagaimana ngoprek dan memecahkan suatu
masalah.
Saya
juga senang sekali mengikuti lomba-lomba di bidang software sehingga
memiliki tabungan yang lumayan lah. Waktu-waktu di ITB sangat tidak saya
sia-siakan. Saya terus mencari apa yang sebenarnya menjadi kesenangan
saya yang abadi nanti. Kita tidak pernah tahu apa isi hati/jiwa kita
sampai kita terus mencoba dan mengeksplorasinya.
Karena
pertemanan yang luas di kampus, saya juga membuat sebuah unit bernama
Techno Entrepreneurship Club. Kami berpikir, mahasiswa ITB harusnya
membuka lapangan pekerjaan, bukan malah mendesak mahasiswa lain yang
dulu sudah gagal masuk ITB, masa harus gagal lagi masuk dunia kerja
gara-gara mahasiswa ITB, ha ha ha...
Di
klub ini kami konkrit membuat warung mie ayam sebagai eksperimen. Semua
menggunakan uang pribadi kita sendiri-sendiri, dan ternyata gagal. Di
sinilah saya pertama kali gagal dan kehilangan uang besar (untuk ukuran
waktu itu) untuk pertama kalinya. Sedih rasanya waktu itu. Tapi
belakangan saya bersyukur, karena kegagalan inilah saya bisa lebih
matang menyiapkan eksplorasi saya selanjutnya.
Suatu
ketika, saya dikontak oleh sebuah stasiun televisi untuk membuat sebuah
software quick count pemilu, mereka mendapatkan referensi dari teman
saya. Walau saya belum pernah membuat software quick count, tapi saya
yakin itu bisa dilakukan, toh semua ada di Internet. Tidak ada yang
tidak mungkin dibuat, itu dogma jurusan saya Teknik Informatika, STEI.
Tanpa
berpanjang-lebar saya mengiyakan bisa membuat software tersebut yang
diberi deadline hanya 7 hari. Mereka bertanya berapa biayanya? Saya
jawab "1.5 juta". Hitung-hitungan saya, uang tersebut cukup untuk 6
bulan hidup, toh cuma 7 hari pengerjaannya. Pasti untung... wong tidak
ada biaya... cincai laaa (seperti iklan Bukalapak).
Pagi-siang-malam
saya begadang mengerjakan software tersebut di kosan (Tubagus) dan
akhirnya di hari H software tersebut lancar disiarkan di stasiun TV
nasional. Itulah project komersial pertama saya yang dinikmati oleh
puluhan bahkan ratusan juta orang di seluruh Indonesia. Ada perasaan
yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, senang sekali rasanya
waktu itu hasil karya tangan sendiri dinikmati banyak orang.
Namun
belakangan saya baru tahu nilai proyeknya ratusan juta. Tapi saya tidak
menyesal karena setelahnya saya yang masih kuliah tingkat 3 waktu itu,
mendapatkan kepercayaan dari stasiun TV nasional untuk project
selanjutnya, yang tentu nilainya kini berbeda dari sebelumnya. Saya
naikkan 10x lipat dan mereka masih mau! Kesenangan inilah yang menjadi
momen penting dan jatuh cintanya saya pada dunia software.
Kita
tidak pernah tahu apa jadinya diri kita di masa depan. Hidup ini
menurut saya seperti air. Ikuti saja kemana air mengalir, sambil mencoba
hal-hal baru yang lewat dan terus ikuti kata hati kita (inner voice).
Jika senang dan mau, coba! Jika tidak ya tidak perlu dicoba. Kita bisa
menjadi terbaik karena kita senang dan mau di bidang itu. Carilah
kesenanganmu (passion).
*3. Soal Tujuan Hidup (Purpose)*
Setelah
lulus, saya sejenak pulang kampung. Saya mengamati banyak sekali
tetangga saya di kampung yang memiliki usaha kecil, tapi pendapatannya
masih sama dengan belasan tahun sebelumnya, padahal ada inflasi. lnilah
yang menjadi inspirasi awal pembuatan software lanjutan ini, supaya
bagaimana software tersebut bisa membuka kesempatan bagi usaha-usaha
kecil seperti tetangga saya dan jutaan usaha kecil lainnya, untuk
melebarkan sayap dan berkembang lebih besar lagi.
Perjalanan
baru pun dimulai. Saya mencari nama dan domain. Dari ratusan nama yang
saya daftar, terpilihlah Bukalapak. Selain harganya murah 90 ribu, nama
ini menggambarkan misi software ini, bahwa siapapun bisa semudah
menggelar tikar atau lapak dengan software. Siapapun bisa berbisnis dan
menjadi besar lewat Internet.
Saya
juga memutuskan mencari partner, karena misi besar ini tidak bisa saya
bangun sendirian. Tidak banyak yang tertarik ketika saya utarakan konsep
Bukalapak, tapi saya tidak menyerah. Saya akhirnya dipertemukan dengan
teman yang sebenarnya sudah lama satu jurusan dan juga satu SMA, Xinuc,
saat ini CTO di Bukalapak. Dia tidak aktif organisasi, tapi senangnya
ngoprek komputer di kosan.
Ketika
saya cerita ide Bukalapak, dia yang paling semangat. Rupanya dia selama
ini di kosan terus karena terobsesi dengan mesin. Bagaimana menciptakan
mesin yang bisa secara bersamaan digunakan oleh jutaan orang. "Ini
menarik," kata dia. Kami diskusi siang-malam bagaimana memulai semua
mimpi kami tersebut.
Kami
kemudian mulai membangun Bukalapak selama dua bulan non-stop berdua di
kamar kosan. Ya, dua laki-laki dalam satu kos. Tapi ini ga aneh-aneh lo
ya, ha ha ha... Kita berdua ini sedang membuat software. Website kami
live pada Januari 2010, dan tidak ada yang mengunjungi website kami. Ada
sih 1-2 pengunjung tapi pas kita cek sistem, itu komputer kami sendiri,
sedih dan marah rasanya, tapi lagi-lagi kita pantang padam. Kami selalu
ingat Tujuan Besar kami.
Perjalanan
baru dimulai. Saya mulai sisir lapak-lapak di pinggir jalan (offline)
dan juga online untuk bergabung dengan Bukalapak. Banyak yang tidak
tertarik dengan software kami. Tapi ada segelintir yang tertarik.
Aktivitas ini kami ulang terus setiap hari hingga 1 tahun kami memiliki
pasukan UKM hingga 10 ribu. Kami senang karena Tujuan kami
perlahan-lahan mulai mewujud.
Tapi
ada satu masalah besar: bisnis Internet saat itu memang belum matang,
pasarnya juga masih kecil. Uang pribadi kami habis untuk menghidupi
Bukalapak. Kami coba cari investor, tidak ada yang tertarik. Sementara
orang tua dan mungkin calon mertua sudah mulai bertanya "Kerja di mana
kamu?". Pertanyaan sakral ini menghantui kami terus, selain kenyataan
bahwa kas kami sudah nol. Xinuc pun pernah memiliki ide bagaimana kalau
kita sudahi saja. Tapi sekali lagi kami tidak menyerah, saya selalu
ingatkan diri dan Xinuc juga pada Tujuan Akhir.
Saya
sampaikan ke dia: "Lihatlah 10 ribu UKM itu, mereka hidup dari kita.
Kalau ini ditutup, mereka hidup dari mana?" Selalu mengingat Tujuan
Utama & Tujuan Akhir kita akan membuat kita jadi terus semangat. Tak
diduga-duga, pertumbuhan kami lebih cepat setelah itu. Internet di
tahun 2012 menjadi bisnis yang sudah mulai menarik dan terus berlanjut.
Per hari ini kami memiliki 1,8 juta UKM dan juga memproses 1 Triliun-an
transaksi setiap bulannya.
Pelajaran
dari poin ketiga ini: carilah Tujuan Hidupmu. *Tujuan inilah yang
menguatkan kita di masa-masa sulit.* Hidup hanya sekali, Tujuan ini
pulalah yang memberikan makna dalam hidup kita.
Sukses selalu kawan-kawan, dan jangan pernah menyerah...
Langganan:
Postingan (Atom)