Senin, 25 Juni 2018

Tausiah KH Nur Khafid ,Ponpes Anwarush Sholihin, Halal Bihalal IT Telkom Purwokerto

Tausiah KH Nur Khafid ,Ponpes Anwarush Sholihin, Halal Bihalal IT Telkom Purwokerto
Part 1

Part 2
Part 3

Jumat, 22 Juni 2018

NU DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN ATAS PALESTINA

"siaran pers kunjungan PBNU di Kedutaan Palestina"

NU DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN ATAS PALESTINA

السّــــــــــــــلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) memiliki sikap, kepedulian, dan juga komitmen yang tidak pernah berubah terhadap perjuangan kedaulatan Palestina. Sikap tersebut ditunjukkan PBNU sejak zaman pra-kemerdekaan Republik Indonesia. Sebagai bentuk penegasan untuk menggaris bawahi sikap PBNU yang tidak pernah berubah dalam memperjuangkan kedaulatan Palestina tersebut, di bawah ini kami sampaikan kronik kronologis dokumen komitmen PBNU:

Pasca pendudukan Israel atas tanah Palestina, Nahdlatul Ulama secara lantang memprotes tindakan Israel serta menggalang solidaritas untuk membela Palestina. Tepat pada 12-15 Juli 1938 M/13 Rabiuts Tsani 1357 H pada Muktamar NU ke-13 di Menes, Pandeglang, Banten, KH. Abdul Wahab Chasbullah secara resmi menyampaikan sikap NU atas penderitaan Palestina dengan mengatakan, "Pertolongan-pertolongan yang telah diberikan oleh beberapa komite di tanah Indonesia ini berhubung dengan masalah Palestina, tidaklah begitu memuaskan adanya. Kemudian guna dapat mencukupi akan adanya beberapa keperluan yang tak mungkin tentu menjadi syarat yang akan dipakai untuk turut menyatakan merasakan duka cita, sebagai perhatian dari pihak umat Islam di tanah ini. Atas nasib orang malang yang diderita oleh umat Islam di Palestina itu, maka sebaiknyalah NU dijadikan Badan Perantara dan Penolong Kesengsaraan umat Islam di Palestina. Maka pengurus atau anggota NU seharusnyalah atas namanya sendiri-sendiri mengikhtiarkan pengumpulan uang yang pendapatannya itu terus diserahkan kepada NU untuk diurus dan dibereskan sebagaimana mestinya."

Pada November 1938, PBNU memerintahkan seluruh cabang mengedarkan celengan iuran derma untuk yatim dan janda di Palestina. Hal itu, dimuat pada Berita Nahdlatoel Oelama No 1 tahun ke-8, edisi 8 Ramadhan 1357 H bertepatan dengan 1 November 1938 M.  “Seloeroeh tjabang NO telah diperintahkan mendjalankan kepoetoesan ya’ni mengidarkan tjelengan derma goena jatim dan djanda di Falisthina, selama dan  di dalam madjelis-madjelis rajabijah di dalam boelan radjab jang baroe laloe ini.”  Namun sayangnya, pungutan itu mendapat banyak halangan dari pihak yang berwajib (penjajah Belanda) sehingga di beberapa tempat, pungutan itu dilarang sekali, misalnya di Ambulu Jember, tetapi dibolehkan Jember sendiri, Situbondo, Bangkalan, Sumenep, Pasuruan, Bangil dan lain-lain.

Komitmen tegas Nahdlatul Ulama dalam membela kedaulatan Palestina sekali lagi ditegaskan pada Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama di Jombang pada 1-5 Agustus 2015. Muktamar merekomendasikan:

Pertama, membentuk tim secara khusus untuk menangani masalah-masalah internasional, khususnya masalah Palestina, agar keterlibatan NU dalam masalah tersebut lebih berkesinambungan. �

Kedua, mendorong dan menggalang dukungan secara intensif berupa diplomasi, mempererat hubungan people to people dan dukungan dana bagi perjuangan Palestina, dengan tetap berpegang teguh pada pendekatan dialog dan damai.

Ketiga, mendesak pemerintah Indonesia agar secara sistematis melakukan langkah kongkret untuk mendukung kemerdekaan Palestina, baik melalui diplomasi antar negara, memperkuat hubungan people to people maupun keterlibatan dalam pasukan keamanan internasional.

Keempat, jika Israel tetap melakukan pendudukan terhadap Palestina maka hendaknya pemerintah Indonesia mengambil langkah tegas, jika perlu tidak lagi berhubungan dengan negara Israel.

Kelima, menghimbau agar kelompok-kelompok masyarakat di Palestina, khususnya kelompok- kelompok Muslim, untuk bersatu bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan negara Palestina dan pembebasan rakyat Palestina dari penjajahan.

Keenam, mendukung kemerdekaan Palestina. Dukungan bagi kemerdekaan rakyat dan negara Palestina tidak bisa ditangguhkan. Oleh karena itu, PBNU mendesak agar PBB segera memberikan dan mengesahkan keanggotaan negara Palestina menjadi anggota resmi PBB dan memberikan hak yang setara dengan rakyat dan negara yang merdeka manapun. PBNU juga mengimbau bagi bangsa dan negara yang cinta kepada perdamaian, tanpa penindasan dan diskriminasi, untuk mendukung bagi diakuinya negara Pelestina sebagai anggota PBB yang sah dan resmi untuk memperoleh hak yang setara dengan bangsa-bangsa merdeka yang lain. �

Ketujuh, mendesak PBB untuk memberikan sanksi, baik politik maupun ekonomi, kepada Israel jika tidak bersedia mengakhiri pendudukan terhadap tanah Palestina. �

Kedelapan, menyerukan agar negara-negara di Timur Tengah khususnya yang mayoritas Islam untuk bersatu mendukung kemerdekaan Palestina. �

Kesembilan, mendesak agar OKI (Organisasi Kerjasama Islam) untuk secara intensif mengorganisir anggotanya untuk mendukung kemerdekaan palestina. �

Demikian surat ini kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya kami sampaikan terimakasih.

والله الموفّق إلى أقوم الطّريق
والسّــــــــــــلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Jakarta, 22 Juni 2018

Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, MA
Ketua Umum            

DR. Ir. H. A. Helmy Faishal Zaini
Sekretaris Jenderal

SOAL YAHUDI…

SOAL YAHUDI…
Ada seorang teman yang keheranan melihat tim sepakbola World Cup Prancis yang didominasi pemain berkulit hitam. “Ini tim sepakbola Prancis atau Uganda sih?!”  Jelas sekali bahwa teman saya ini memiliki persepsi bahwa yang namanya Prancis itu Eropa dan Eropa itu ya berkulit putih. Kalau Prancis berkulit hitam maka korsletlah pemahamannya. Emoji
Darimana pemahamannya yang salah itu berasal? Ya karena kurangnya pemahamannya akibat kurang membaca dan kurang bergaul. Emoji Dia tidak tahu bahwa Perancis adalah sebuah negara dengan berbagai macam etnis. Sampai dengan pertengahan tahun 2016, ada 5,7 juta Muslim di Perancis atau 8,8 persen dari populasi . Prancis memiliki penduduk muslim terbesar di Eropa. Empat dari sepuluh imigran berasal dari keturunan Afrika, terutama negara-negara Maghreb, seperti Aljazair, Maroko, Tunisia.
Begitu juga pemahaman kita tentang Yahudi…
Sampai sekarang umat Islam masih juga berpegangan bahwa umat Yahudi (dan Nasrani) itu DIMANA SAJA DAN KAPAN SAJA akan tidak rela pada umat Islam dan akan melakukan apa saja untuk menyusahkan umat Islam. Darimana pemahaman ini? Dari ayat ‘walan tardho’ yang diterjemahkan secara sempit oleh ustad-ustad yang juga kurang bacaan. Karena ada ayat yang menyatakan bahwa umat Nasrani dan Yahudi tidak akan rela pada umat Islam sampai umat Islam mengikuti mereka maka ayat ini dianggap bahwa SIAPA SAJA UMAT NASRANI DAN YAHUDI, DI MANA SAJA, DAN KAPAN SAJA pasti tidak akan rela pada umat Islam dan memiliki kebencian dan dendam pada umat Islam. Jadi umat Islam harus selalu waspada dan curiga pada umat Nasrani dan Yahudi di mana pun mereka dan kapan pun. Lha ini sudah jelas ada ayatnya dalam Alquran dan Alquran itu adalah pernyataan Allah belaka je!
Mereka mungkin tidak paham bahwa setiap ayat itu sebenarnya ada konteksnya dan tidak bisa digeneralisir dan dianggap merujuk pada semua peristiwa dan zaman. Mereka lupa (atau tidak mau tahu) bahwa dalam Alquran yang sama ada banyak ayat-ayat yang memuji ketakwaan dan kebaikan umat Nasrani dan Yahudi.. Dan sebaliknya ada juga yang mengecam orang Arab, dan umat Islam di sekeliling Nabi Muhammad. Mungkin hal-hal semacam ini terlalu rumit untuk mereka bayangkan sebagaimana rumitnya mereka memahami bahwa di Prancis itu banyak penduduknya yang bukan berkulit putih.  Mereka tahunya umat Nasrani dan Yahudi itu jahat dan selalu dengki pada umat Islam di mana pun dan kapan pun. Jadi mereka mengembangkan perasaan curiga, prasangka, dan menutup diri pada siapa pun yang mereka anggap sebagai golongan ‘walan tardho’ ini. Ini menyedihkan…
Begitu juga soal orang Yahudi ini…
Banyak umat Islam yang tidak paham bahwa Yahudi dan Israel itu tidak sama. Yahudi itu bangsa dan agama sedangkan Israel itu negara. Tidak semua orang Yahudi itu tinggal di Israel dan tidak semua warga Israel adalah orang Yahudi. Keturunan Yahudi itu terserak di seluruh dunia dan hanya 40% orang Yahudi yang tinggal di Israel. Sisanya terserak  di Amerika (dengan jumlah Yahudi hampir sama banyaknya dengan di Israel),  Perancis, Canada, Inggris, dan bahkan di Iran…! Meski memusuhi Israel, Iran juga menampung komunitas Yahudi terbesar kedua di Timur Tengah. Bahkan di Iran ada anggota parlemen Iran yang berdarah Yahudi  Hal ini sama dengan Umat Islam. Meski asal agama Islam itu dari Jazirah Arab tapi umat Islam terbesar justru berada di Indonesia, India, Pakistan, dll.
Banyak umat Islam yang tidak paham bahwa di Israel juga ada umat Islam, umat Kristen, dan keturunan Arab. Bahkan Biro Pusat Statistik Palestina (PCBS) memperkirakan pada tahun 2020, jumlah populasi warga Arab akan mencapai 7,2 juta jiwa mengalahkan orang Yahudi yang hanya 6,9 juta jiwa.  Padahal tahun 2020 itu tinggal dua tahun lagi lho! Kalau perhitungan itu benar maka sebetulnya tunggu saja dua tahun lagi dan mungkin tim sepakbola Israel akan diisi oleh pemain keturunan Arab yang sama solehnya dengan Mohammad Salah. J Saat ini penduduk Israel yang muslim adalah sekitar 20% dari jumlah total penduduk dan mereka bekerja bahkan sebagai tentara. Jadi tentara Israel sudah diisi oleh keturunan Arab yang muslim dan mereka jelas menganggap Israel adalah negara mereka yang harus mereka pertahankan dari para pejuang Palestina yang mau menyerang Israel. Lha wong Israel itu negaranya je! Jadi jangan dikira kalau terjadi pertempuran antara Israel dan Palestina yang berhadapan selalu antara umat Yahudi dan umat Islam. Bisa jadi yang berhadapan adalah tentara muslim Israel dengan pejuang muslim Palestina. Jadi perlu dipahami bahwa pertikaian antara Israel dan Palestina itu BUKAN PERANG AGAMA.  Itu adalah politik dan perang antar negara Israel dan Palestina.
Kesalahpahaman berikutnya adalah soal perbedaan antara Yahudi dan Zionisme. Banyak umat Islam yang menganggap semua umat Yahudi mendukung Zionisme. Jadi mereka menganggap bahwa setiap Yahudi adalah Zionis sekaligus. Ini kekeliruan yang fatal. Zionisme adalah sebuah gerakan politik nasionalisme yang digerakkan oleh sejumlah tokoh Yahudi yang mendukung gagasan pendirian kembali kawasan atau negara khusus untuk masyarakat Yahudi di "Tanah Israel” (yaitu Palestina). Seperti diketahui bahwa bangsa Yahudi ini dulunya terserak di seluruh dunia tanpa memiliki negara sendiri. Gerakan nasionalis Yahudi di era modern muncul di akhir abad ke-19 sebagai reaksi atas gerakan anti-Semitisme di Eropa, utamanya gerakan pembasmian kaum Yahudi oleh Hitler yang membuat jutaan kaum Yahudi terbunuh..
Memang benar bahwa ada banyak kaum Yahudi yang mendukung Zionisme dan aneksasi atas Palestina juga benar. Tetapi banyak pula orang Yahudi yang menentangnya, baik Yahudi yang ada di luar negeri dan bahkan di negara Israel sendiri. Seperti yang Anda bisa lihat di video ini kelompok Yahudi di Amerika bahkan mengutuk Israel dan dengan terbuka mendukung dan bersimpati pada rakyat Palestina. Ini adalah contoh umat Yahudi mengutuk Israel yang menganut zionisme dengan merampas tanah Palestina.
Jadi lain kali kalau Anda tidak setuju dengan tindakan Yahya Cholil Staquf maka tolong pertimbangkanlah apakah Anda perlu membenci, mencacimaki, dan menghinanya berlebihan. Jelas sekali bahwa beliau tidak datang untuk mencukung zionisme apalagi mendukung pendudukan Israel di tanah Palestina. Jelas sekali bahwa beliau datang untuk menyebarkan kedamaian di dunia ini, khususnya antara Israel dan Palestina, dengan berpidato di sana. Mungkin caranya tidak sejalan dengan cara yang kita anggap paling benar. Tapi soal hasil siapa yang tahu? Meski tidak seheroik apa yang disampaikan oleh Orang Yahudi yang menyampaikan pidatonya pada acara pemakaman Muhammad Ali ini tapi upayanya tidak patut dikecam dengan begitu kejam. Lha wong kita ini sama nggak melakukan apa-apa saja kok rumangsa lebih baik dan lebih hebat daripada Yahya Staquf dalam soal membela Palestina.
Maksud saya, ketimbang menyebarkan kemarahan dan kebencian pada siapa pun di muka bumi ini mbok ya kita sebagai umat Islam lebih banyak menyebarkan rasa damai dan cinta kasih kepada semua mahluk. Saya kok yakin banget bahwa inilah sebenarnya inti dari agama Islam, yaitu penyebaran rahmat dan cinta kasih di muka bumi ini.
Wallahu a’lam bisshowab.
Surabaya, 23 Juni 2018
 
Sumber:

Buletin Jum’at resmi Nahdlatul Ulama edisi 23

Buletin Jum’at resmi Nahdlatul Ulama untuk dicetak jarak jauh.

Buletin Jum’at Risalah NU edisi 23
http://nahdlatululama.id/blog/2018/06/20/buletin-jumat-risalah-nu-edisi-23/


Mendownload edisi lainnya dapat di :
www.nahdlatululama.id/buletin

Bagi yang ingin memesan dan berlangganan, Silahkan menghubungi sdr. Aan di : 0856 4833 3577 (Telp/WA).

Rekening Penggantian Biaya Cetak Buletin
Atas nama : Majalah NU
Bank BRI
Nomor Rekening : 0335-01-001234-30.0

Rabu, 20 Juni 2018

Rumusan dan Keputusan Final Para Kiai NU Jatim tentang Islam Nusantara

Rumusan dan Keputusan Final Para Kiai NU Jatim tentang Islam Nusantara

FEB 15

Posted by serambimata
image

Serambimata.com – Pro Kontra seputar pemahaman konsep Islam Nusantara di kalangan umat Islam tanah air masih terus mengemuka. Merespon hal tersebut PWNU Jawa Timur menggelar  Bahtsul Masail Maudhu’iyah yang digelar Hari Sabtu, 13 Pebruari 2016 di Universitas Negeri Malang, Jawa Timur, yang berlangsung dari pukul 07.30 – 17.00 WIB. Rumusan pembahasan meliputi Maksud Islam Nusantara, Metode Dakwah Islam Nusantara, Landasan dalam Menyikapi Tradisi/Budaya, Sikap dan Toleransi Terhadap Pluralitas Agama dan Pemahaman Keagamaan dan Konsistensi Menjaga Persatuan Bangsa untuk Memperkokoh Integritas NKRI. Berikut hasil lengkap keputusan Bahtsul Masa’il Maudhu’iyah tentang Islam Nusantara tersebut :


Mukadimah

Pakar sejarah Ibn Khaldun (1332-1406 M) dalam karyanya, Muqaddimah (37-38) mengatakan:

أَنَّ أَحْوَالَ الْعَالَمِ وَالْأُمَمِ وَعَوَائِدَهُمْ وَنِحَلَهُمْ لَا تَدُومُ عَلىٰ وَتِيرَةٍ وَاحِدَةٍ وَمِنْهَاجٍ مُسْتَقِرٍّ، إِنَّمَا هُوَ اخْتِلَافٌ عَلىٰ الْأَيَّامِ وَالْأَزْمِنَةِ، وَانْتِقَالٌ مِنْ حَالٍ إِلىٰ حَالٍ. وَكَمَا يَكُونُ ذٰلِكَ فِي الْأَشْخَاصِ وَالْأَوْقَاتِ وَالْأَمْصَارِ، فَكَذٰلِكَ يَقَعُ فِي الْآفَاقِ وَالْأَقْطَارِ وَالْأَزْمِنَةِ وَالدُّوَلِ سُنَّةُ اللهِ الَّتِي قَدْ خَلَتْ فِي عِبَادِهِ.

“Sungguh keadaan dunia, bangsa-bangsa, adat-istiadat dan keyakinan mereka tidak selalu mengikuti satu model dan sistem yang tetap, melainkan selalu berbeda-beda (berubah) seiring perjalanan hari dan masa, berpindah dari satu kondisi menuju kondisi lainnya. Sebagaimana hal itu terjadi pada manusia, waktu, dan kota, di berbagai kawasan, zaman, dan negeri juga terjadi/berlangsung sunnah Allah (sunnatullah) yang telah terjadi pada hamba-hambaNya.”

Di bumi Nusantara (Negara Kesatuan Republik Indonesia/NKRI) terdapat tradisi dan budaya dalam sistem pengimplementasian ajaran agama, sehingga hal itu menjadi ciri khas Islam di Nusantara yang tidak dimililiki dan tidak ada di negeri lain. Perbedaan tersebut sangat tampak dan dapat dilihat secara riil dalam beberapa hal, antara lain:

1. Dalam implementasi amalan Islam di Nusantara ada tradisi halalbihalal setiap tahun, haul, silaturrahim setiap hari raya (Idul Fitri), hari raya ketupat, baca sholawat diiringi terbangan, sedekahan yang diistilahkan selamatan 7 hari, 40 hari, 100 hari, dan 1000 hari, tingkepan, sepasaran bayi, sepasaran pengantin, arak-arak pengantin yang meliputi undang mantu, ngunduh mantu, sekaligus diadakan Walimatul ‘Urs baik oleh keluarga wanita maupun keluarga laki-laki, dan tradisi lainnya.

2. Dalam hal berpakaian ada yang memakai sarung, berkopyah, pakaian adat Betawi, Jawa, Papua, Bali, Madura, dan masih banyak model pakian adat lain, terutama telihat dalam pakaian pernikahan dimana pengantin dirias dan dipajang di pelaminan, dan lain sebagainya.

3. Dalam hal toleransi pengamalan ajaran Islam, ada yang shalat Id di lapangan, masjid, musalla, bahkan ada hari raya dua kali. Ada yang shalat Tarawih 20 rakaat, ada pula yang 8 rakaat. Diantara pelaksanaan Tarawih ada yang memisahnya dengan taradhi bagi empat al-Khulafa’ ar-Rasyidin, dengan shalawat, dan ada yang memisahnya dengan doa. Dalam acara akikah ada yang diisi dengan shalawatan, dan ada yang diisi tahlilan, dan selainnya.

4. Dalam hal toleransi dengan budaya yang mengandung sejarah atau ajaran, ada di sebagian daerah dilarang menyembelih sapi seperti di Kudus Jawa tengah yang konon merupakan bentuk toleransi Sunan Kudus pada ajaran Hindu yang menyucikannya, adat pengantin dengan menggunakan janur kuning, kembang mayang, dan selainnya.

5. Dalam toleransi dengan agama lain ada hari libur nasional karena hari raya Islam, hari raya Kristen, Hindu, Budha, Konghucu, dan ada hari libur lainnya.

Kemudian Islam Nusantara menjadi tema utama pada Muktamar NU ke 33 di Jombang. Munculnya istilah Islam Nusantara mengundang reaksi yang beragam, baik yang pro maupun yang kontra sejak sebelum Muktamar digelar sampai sekarang. Karena itu, PW LBM NU Jawa Timur memandang sangat perlu membuat rumusan tentang Islam Nusantara secara objektif dan komprehensif dalam rangka menyatukan persepsi tentang Islam Nusantara.

Pembahasan

1. Maksud Islam Nusantara

Islam adalah agama yang dibawa Rasulullah Saw., sedangkan kata “Nusantara” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah sebutan atau nama bagi seluruh kepulauan Indonesia. Wikipedia menambahkan, wilayah kepulauan yang membentang dari Sumatera sampai Papua itu, sekarang sebagian besar merupakan wilayah negara Indonesia. Ketika penggunaan nama “Indonesia” (berarti Kepulauan Hindia) disetujui untuk dipakai untuk ide itu, kata Nusantara tetap dipakai sebagai sinonim untuk kepulauan Indonesia. Pengertian ini sampai sekarang dipakai di Indonesia.

Sebenarnya belum ada pengertian definitif bagi Islam Nusantara. Namun demikian Islam Nusantara yang dimaksud NU adalah: a) Islam Ahlussunnah wal Jama’ah yang diamalkan, didakwahkan, dan dikembangkan di bumi Nusantara oleh para pendakwahnya, yang diantara tujuannya untuk mengantisipasi dan membentengi umat dari paham radikalisme, liberalisme, Syi’ah, Wahabi, dan paham-paham lain yang tidak sejalan dengan Ahlussunnah wal Jama’ah, sebagaimana tersirat dalam penjelasan Rais Akbar Nahdlatul Ulama Hadhratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari dalam Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah (h. 9):

فَصْلٌ فِيْ بَيَانِ تَمَسُّكِ أَهْلِ جَاوَى بِمَذْهَبِ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالجَمَاعَةِ، وَبَيَانِ ابْتِدَاءِ ظُهُوْرِ البِدَعِ وَانْتِشَارِهَا فِي أَرْضِ جَاوَى، وَبَيَانِ أَنْوَاعِ المُبْتَدِعِيْنَ فِي هَذَا الزَّمَانِ. قَدْ كَانَ مُسْلِمُوْا الأَقْطَارِ الجَاوِيَّةِ فِي الأَزْمَانِ السَّالِفَةِ الخَالِيَةِ مُتَّفِقِي الآرَاءِ وَالمَذْهَبِ وَمُتَّحِدِي المَأْخَذِ وَالمَشْرَبِ، فَكُلُّهُمْ فِي الفِقْهِ عَلَى المَذْهَبِ النَّفِيْسِ مَذْهَبِ الإِمَامِ مُحَمَّدِ بْنِ إِدْرِيْس، وَفِي أُصُوْلِ الدِّيْنِ عَلَى مَذْهَبِ الإِمَامِ أَبِي الحَسَنِ الأَشْعَرِي، وَفِي التَّصَوُّفِ عَلَى مَذْهَبِ الإِمَامِ الغَزالِي وَالإِمَامِ أَبِي الحَسَنِ الشَّاذِلِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ أَجْمَعِيْنَ.

Selain itu, Islam Nusantara menurut NU juga dimaksudkan sebagai b) metode (manhaj) dakwah Islam di bumi Nusantara di tengah penduduknya yang multi etnis, multi budaya, dan multi agama yang dilakukan secara santun dan damai, seperti tersirat dalam pernyataan Syaikh Abu al-Fadhl as-Senori Tuban dalam Ahla al-Musamarah fi Hikayah al-Auliya al-‘Asyrah, (h. 23-24) saat menghikayatkan dakwah santun Sayyid Rahmat (Sunan Ampel):

ثم قال السيد رحمة أنه لم يوجد في هذه الجزيرة مسلم إلا أنا وأخي السيد رجا فنديتا وصاحبي أبو هريرة. فنحن أول مسلم في جريرة جاوه … فلم يزل السيد رحمة يدعون الناس إلى دين الله تعالى وإلى عبادته حتى أتبعه في الإسلام جميع أهل عمفيل وما حوله وأكثر أهل سوربايا. وما ذلك إلا بحسن موعظته وحكمته في الدعوة وحسن خلقه مع الناس وحسن مجادلتهم إياهم امتثالا لقوله تعالى: ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ الآية (النحل: 125) وقوله تعالى: وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِينَ (الحجر: 88)، وقوله تعالى: وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ (لقمان: 17). وهكذا ينبغي أن يكون أئمة المسلمين ومشايخهم على هذه الطريقة حتى يكون الناس يدخلون في دين الله أفواجا.

Dalam kitab yang sama, Syaikh Abu al-Fadhl as-Senori juga memaparkan dakwah Maulana Ishaq (paman Sunan Ampel) yang didahului dengan khalwat untuk riyadhah (tirakat) menjaga konsistensi mengamalkan syariat, baik ibadah fardhu maupun sunnah. Kemudian dengan karamahnya mampu menyembuhkan Dewi Sekardadu putri Minak Sembayu Raja Blambangan Banyuwangi yang sedang sakit dan tidak dapat disembuhkan para tabib saat itu, sehingga dinikahkan dengannya dan diberi hadiah separuh wilayah Blambangan. Jasa besar, posisi strategis, dan keistikamahan dakwahnya menjadi sebab keberhasilan dakwahnya mengislamkan banyak penduduk Blambangan, Banyuwangi (Ahla al-Musamarah, h. 24-26).

2. Metode Dakwah Islam Nusantara

Sampai kini masih terjadi perbedaan pendapat di kalangan sejarawan tentang masuknya Islam di Nusantara. Diantara yang menjelaskannya adalah ulama Nusantara Syaikh Abu al-Fadhl as-Senori dalam Ahla al-Musamarah, Islam masuk ke Nusantara (Jawa secara lebih khusus) pada akhir abad keenam Hijriyyah, bersamaan dengan kedatangan Sayyid Rahmat dan Sayyid Raja Pandita dari Negeri Campa (Vietnam sekarang) ke Majapahit untuk menjenguk bibinya, Martanigrum, yang menjadi istri Raja Brawijaya. Sementara menurut Sayyid Muhammad Dhiya’ Syahab, dalam ta’liqatnya atas kitab Syams adz-Dzahirah, Sayyid Ali Rahmat datang ke Jawa pada 751 H (1351 M). Meskipun demikian, semua sepakat bahwa Islam masuk ke Nusantara dengan dakwah santun dan penuh hikmah.

Metode dakwah Islam Nusantara yang ramah, santun dan penuh hikmah, setidaknya meliputi metode dakwah Islam Nusantara masa Walisongo dan masa kekinian. Pertama, metode dakwah Islam Nusantara pada masa Walisongo sebagaimana tergambar dalam Ahla al-Musamarah fi al-Auliya al-‘Asyrah yang antara lain dengan:
a. Pendidikan: pendidikan agama Islam yang kokoh meliputi syariat, tarekat, dan hakikat sebagaimana pendidikan yang dilangsungkan oleh Sunan Ampel.
b. Kaderisasi: menghasilkan generasi penerus yang konsisten menjalankan syariat, riyadhah, dan menjauhi segala kemungkaran, sehingga mampu menjadi pimpinan yang mengayomi sekaligus disegani di tengah masyarakatnya dan mampu mengajaknya untuk memeluk agama Islam, seperti halnya yang dilakukan oleh Sunan Ampel dan pamannya, Maulana Ishaq, dalam mendidik anak-anak dan murid-muridnya.
c. Dakwah: konsistensi menjalankan dakwah yang ramah dan penuh kesantunan sebagaimana dakwah Walisongo sehingga menarik simpati dan relatif diterima masyarakat luas.
d. Jaringan: jaringan dakwah yang kokoh, sistematis, dan terorganisir, penyebaran murid-murid Sunan Ampel. Sunan Bonang di Lasem dan Tuban, Sunan Gunungjati di Cirebon, Sunan Giri di Tandes, Raden Fatah di Bintoro, Sunan Drajat di Lamongan dan Sedayu, dan selainnya.
e. Budaya: seperti pendirian masjid sebagai pusat peradaban Islam, seperti masjid Ampel, Masjid Demak.
f. Politik: politik li i’lai kalimatillah yang bersentral pada musyawarah ulama.

(Referensi: Ahla al-Musamarah, h. 14-48 dan Syams adz-Dzahirah, I/525).

Kedua, metode dakwah Islam Nusantara di masa kini secara prinsip sama dengan metode dakwah di masa Walisongo, meskipun dalam strateginya perlu dilakukan dinamisasi sesuai tantangan zaman, dengan tetap berpijak pada aturan syar’i. Secara terperinci metode tersebut dapat dilakukan dengan:
a. Berdakwah dengan hikmah, mau’idzah hasanah, dan berdialog dengan penuh kesantunan.
b. Toleran terhadap budaya lokal tidak bertentangan dengan agama.
c. Memberi teladan dengan al-akhlak al-karimah.
d. Memprioritaskan mashlahah ‘ammah daripada mashlahah khasshah.
e. Berprinsip irtikab akhaff ad-dhararain.
f. Berprinsip dar’ al-mafasid muqaddam ‘ala jalb al-mashalih.

Ulama sepakat mashlahah yang dijadikan dasar adalah mashlahah yang punya pijakan syariat, sehingga mashlahah yang mengikuti hawa nafsu ditolak. Sebab, bila mashlahah dikembalikan kepada manusia maka standarnya akan berbeda-beda sesuai kepentingan masing-masing. Inilah yang melatarbelakangi rumusan fikih dikembalikan pada madzahib mudawwan (mazhab yang terkodifikasi). Allah Swt. berfirman:

يُوصِيكُمُ اللهُ فِي أَوْلاَدِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأُنثَيَيْنِ فَإِن كُنَّ نِسَاء فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِن كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ وَلأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِن كَانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِن لَّمْ يَكُن لَّهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلأُمِّهِ الثُّلُثُ فَإِن كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلأُمِّهِ السُّدُسُ مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ آبَآؤُكُمْ وَأَبناؤُكُمْ لاَ تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعاً فَرِيضَةً مِّنَ اللهِ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلِيما حَكِيمًا. (النساء: 11)
وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ. (المؤمنون: 71).
اَلْحَقُّ مِن رَّبِّكَ فَلاَ تَكُن مِّن الْمُمْتَرِينَ (آل عمران: 60)

Imam al-Ghazali dalam al-Mustashfa mengatakan, orang menganggap mashlahah tanpa dasar dalil syar’i maka batal. Beliau juga mengatakan, mashlahah yang dilegalkan syara’ adalah menjaga al-kulliyah al-khams, yakni:
a. Melindungi agama
b. Melindungi nyawa
c. Melindungi akal
d. Melilndungi keturunan
e. Melindungi harta.

Terkait mashlahah mursalah atau munasib mursal yang diutarakan Imam Malik, maka fuqaha Syafi’iyyah, Hanafiyah dan bahkan Ashab Imam Malik sendiri telah melarang mencentuskan hukum dengan dalil mashlahah mursalah. Lalu apa maksud maslahah mursalah Imam Malik ini? Jika Imam Malik memang melegalkan mashlahah mursalah, maka ulama menginterpretasikan bahwa yang dimaksud Imam Malik adalah al-mashlahah ad-dharuriyyah al-kulliyyah al-qath’iyyah, bukan dalam setiap mashlahah.

Seperti halnya dalam kondisi perang, tentara kafir menjadikan sejumlah orang Islam sebagai perisai, padahal andaikan mereka berhasil menerobos maka berakibat fatal karena dapat menguasai/menjajah negeri kaum Muslimin, sedangkan bila diserang jelas-jelas akan menjamin keamanan bagi kaum Muslimin yang lebih banyak, namun pasti mengorbankan sejumlah orang Islam yang dijadikan sebagai perisai tersebut. Dalam kasus ini, penyerangan terhadap mereka sangat ideal dan kemaslahatannya sangat nyata (termasuk kategori al-mashlahah ad-dharuriyyah al-kulliyyah al-qath’iyyah), meskipun tidak terdapat penjelasan dari syara’ apakah dii’tibar atau diilgha’kan. Dalam kasus ini Imam Malik membolehkan penyerangan dengan dalil mashlahah mursalah, tidak dalam semua mashlahah.

Cara mengaplikasikan kaidah maslahah dalam realitas saat ini adalah dengan:
a. Mengembalikannya pada dalil-dalil syariat.
b. Bemilah-milah antara hukum yang bersifat ta’abbudi (dogmatif) dengan hukum ta’aqquli (yang diketahui maksudnya).
c. Membedakan antara hikmah dan ‘illat.

(Referensi: Al-Bahr al-Madid, IV/95, Tafsir al-Bahr al-Muhith, VI/48, al-Mahshul fi ‘Ilm al-Ushul, V/172-175, al-Mustashfa, VI/48, al-Ihkam, IV/160, at-Taqrir wa at-Tahbir, III/149, Tafsir al-Bahr al-Muhith, VI/48, dan Tafsir al-Bahr al-Muhith, VI/48).

3. Landasan dalam Menyikapi Tradisi/Budaya

Islam tidak anti terhadap tradisi/budaya, bahkan sebaliknya Islam akomodatif padanya. Hal ini setidaknya dapat dibuktikan dengan dua hal, yaitu berbagai ayat al-Quran dan hadits yang dalam redaksinya mengakomodir tradisi/budaya; dan beberapa tradisi/budaya jahiliyah menjadi ajaran Islam. Selain itu, dakwah Islam di Nusantara ketika berhadapan dengan berbagai tradisi/budaya bisa dilakukan dengan berbagai pendekatan sebagaimana akan dijelaskan.

a. Redaksi Ayat Al-Quran dan Hadits yang Mengakomodir Tradisi/Budaya Masyarakat

Pertama, ayat tentang riba:

يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (آل عمران :13)

Jika dipahahami dari makna literalnya, riba yang dilarang dalam ayat ini hanya riba yang berlipat-ganda, bukan riba yang sedikit. Tetapi tidak ada satupun pendapat Imam Mujtahid yang membolehkannya meskipun sedikit. Sebab kata أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً merupakan pengakomodasian budaya kafir jahiliyyah dimana saat itu mereka berlomba-lomba dan bangga dengan riba yang berlipat ganda.

Kedua, ayat tentang menikahi anak tiri:

وَرَبَائِبُكُمُ اللاَّتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنِ نِسَائِكُمُ اللاَّتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُم (النساء: 23)

Secara literal ayat ini hanya menyebutkan keharaman menikahi anak tiri yang ibunya sudah disetubuhi jika anak tiri tersebut dirawat ayah tirinya. Tapi tidak ada satupun Imam Mujtahid yang menghalalkan orang menikahi anak tiri yang ibunya sudah disetubuhi, baik anak tersebut dirawat ayah tirinya ataupun tidak. Sebab penyebutan kata فِي حُجُورِكُمْ merupakan pengakomodasian budaya jahiliyyah dimana jika ada percerian maka anak perempuan mereka cenderung mengikuti ibunya meskipun harus hidup bersama ayah tiri, daripada mengikuti ayahnya tapi harus hidup bersama ibu tiri, karena biasanya yang kejam adalah ibu tiri bukan ayah tiri.

Ketiga, ayat tentang perempuan dan laki-laki jalang:

اَلْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ أُولَئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ. (النور: 26)

Dalam ayat ini pula, secara literal Allah menjelaskan bahwa wanita jalang untuk pria jalang, dan sebaliknya; dan wanita shalihah untuk pria shalih dan sebaliknya. Tapi dalam syariat tidak diharamkan wanita jalang bersuami pria shalih dan sebaliknya. Penjelasan ayat di atas hanya sekedar mengakomodir budaya, yakni orang-orang baik biasanya akan memilih orang-orang baik dan sebaliknya. Selain itu, masih banyak ayat redaksinya mengakomodir budaya, sehingga secara implisit mengajarkan agar melestarikan budaya.

Keempat, anjuran untuk menjaga etika daripada melaksanakan perintah yang tidak wajib. Meskipun ada hadits yang melarang berdiri karena kedatangan Nabi Saw., namun dalam hadits lain beliau membiarkan Hassan Ra. berdiri menghormatinya sesuai tradisi masyarakat Arab. Bahkan di hadits lain beliau memerintahkan para sahabat untuk berdiri menghormati Mu’adz bin Jabal Ra.:

عَنْ سَعْدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا أُمَامَةَ بْنَ سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِىَّ قَالَ نَزَلَ أَهْلُ قُرَيْظَةَ عَلَى حُكْمِ سَعْدِ بْنِ مُعَاذٍ فَأَرْسَلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِلَى سَعْدٍ فَأَتَاهُ عَلَى حِمَارٍ فَلَمَّا دَنَا قَرِيبًا مِنَ الْمَسْجِدِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لِلأَنْصَارِ « قُومُوا إِلَى سَيِّدِكُمْ – أَوْ خَيْرِكُمْ . (رواه مسلم)

(Referensi: Rawai’ al-Bayan, I/292-293 dan 1455 dan I’anah ath-Thalibin, III/305).

b. Pengakomodiran Tradisi/Budaya Jahiliyah Menjadi Ajaran Islam

Pertama, tradisi puasa Asyura yang biasa dilakukan masyarakat Jahiliyah diakomodir menjadi kesunnahan dalam Islam:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ – رضى الله عنهما – قَالَ قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْمَدِينَةَ فَوَجَدَ الْيَهُودَ يَصُومُونَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَسُئِلُوا عَنْ ذَلِكَ فَقَالُوا هَذَا الْيَوْمُ الَّذِى أَظْهَرَ اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَبَنِى إِسْرَائِيلَ عَلَى فِرْعَوْنَ فَنَحْنُ نَصُومُهُ تَعْظِيمًا لَهُ. فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « نَحْنُ أَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ ». فَأَمَرَ بِصَوْمِهِ. (رواه مسلم)

Kedua, tradisi akikah yang pada masa Jahiliyah diakomodir menjadi kesunnahan dalam Islam, kecuali kebiasaan mengolesi kepala bayi dengan darah hewan akikah diganti dengan mengolesinya dengan minyak wangi:

عَن عبد الله بن بُرَيْدَة، عَن أَبِيه قَالَ: كُنَّا فِي الْجَاهِلِيَّة إِذا ولد لِأَحَدِنَا غُلَام ذبح شَاة ولطخ رَأسه بدمها، فَلَمَّا جَاءَ الله بِالْإِسْلَامِ كُنَّا نَذْبَحُ شَاةً ونحلق رَأسه ونلطخه بزعفران. (رَوَاهُ أَبُو دَاوُد وَالْحَاكِم. صَحِيح)

Ketiga, ritual-ritual haji. Seperti thawaf yang sudah menjadi tradisi kaum Jahiliyyah dalam Islam ditetapkan sebagai salah satu ritual haji, namun dengan mengganti kebiasaan telanjang di dalamnya dengan pakaian ihram.

Keempat, kebolehan untuk menerima hadiah makanan dari tradisi kaum Majusi di hari raya mereka selain daging sembelihannya.

(Referensi: Syarh an-Nawawi ‘ala Shahih Muslim, VIII/9, as-Sirah an-Nabawiyah karya Ibn Ishaq, III/305, dan Mushannaf Ibn Abi Syaibah, XII/249).

c. Pendekatan Terhadap Tradisi/Budaya

Dalam tataran praktik dakwah Islam di Nusantara, ketika berhadapan dengan berbagai tradisi/budaya bisa digunakan empat pendekatan (approach), yaitu adaptasi, netralisasi, minimalisasi, dan amputasi.

Pertama pendekatan adaptasi, dilakukan untuk menyikapi tradisi/budaya yang secara prinsip tidak bertentangan dengan syariat (tidak haram). Bahkan hal ini merupakan implementasi dari al-akhlaq al-karimah yang dianjurkan oleh Nabi Saw. Tradisi/budaya yang disikapi dengan pendekatan adaptasi mencakup tradisi/budaya yang muncul setelah Islam berkembang maupun sebelumnya. Seperti tradisi bahasa kromo inggil dan kromo alus dalam masyarakat Jawa untuk sopan santun terhadap orang yang lebih tua.

عن معاذِ بنِ جبلٍ رضي الله عنهما، عن رسولِ الله صلى الله عليه وسلم، قَالَ: اتَّقِ الله حَيْثُمَا كُنْتَ وَأتْبعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ. (رواه الترمذي، وَقالَ: حديث حسن)

Kedua pendekatan netralisasi, dilakukan untuk menyikapi tradisi/budaya yang di dalamnya tercampur antara hal-hal yang diharamkan yang dapat dihilangkan dan hal-hal yang dibolehkan. Netralisasi terhadap budaya seperti ini dilakukan dengan menghilangkan keharamannya dan melestarikan selainnya. Allah berfirman:

فَإِذَا قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آَبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الْآَخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ. (البقرة: 200)

Dalam menjelaskan sabab an-nuzul ayat ini Imam Mujahid menyatakan, bahwa orang-orang Jahiliyah seusai melaksanakan ibadahnya biasa berkumpul dan saling membangga-banggakan nenek moyang dan nasab mereka yang jelas-jelas dilarang dalam Islam, kemudian turun ayat tersebut yang tidak melarang perkumpulannya namun hanya memerintahkan agar isinya diganti dengan dzikir kepada Allah. Hal ini menunjukkan bahwa Islam tidak menganjurkan penghapusan tradisi/budaya secara frontal, namun menganjurkan untuk meluruskan hal-hal yang belum lurus saja.

Ketiga pendekatan minimalisasi, dilakukan untuk menyikapi budaya yang mengandung keharaman yang belum bisa dihilangkan seketika. Minimalisasi budaya semacam ini dilakukan dengan cara: a) mengurangi keharamannya sebisa mungkin, yaitu dengan menggantinya dengan keharaman yang lebih ringan secara bertahap sampai hilang atau minimal berkurang; b) membiarkannya sekira keharaman tersebut dapat melalaikan pelakunya dari keharaman lain yang lebih berat.

Keempat pendekatan amputasi, dilakukan untuk menyikapi budaya yang mengandung keharaman yang harus dihilangkan. Amputasi terhadap budaya semacam ini dilakukan secara bertahap, seperti terhadap keyakinan animisme dan dinamisme. Meskipun dilakukan dengan cara menghilangkan hingga ke akarnya, pendekatan ini dilakukan secara bertahap. Sebagaimana Nabi Muhammad Saw. dalam menyikapi keyakinan paganisme di masyarakat Arab menghancurkan fisik berhala-berhala, berikut berhala keyakinan, pemikiran, dan kebudayaannya. Tradisi tersebut berhasil dihilangkan, namun baru terlaksana secara massif pada peristiwa pembebasan Kota Makkah (Fath Makkah) pada 630 M/8 H, atau saat dakwah Islam telah berusia 21 tahun.

عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال :دخل النبي صلى الله عليه و سلم مكة وحول البيت ستون وثلاثمائة نصب فجعل يطعنها بعود في يده ويقول: جاء الحق وزهق الباطل إن الباطل كان زهوقا. جاء الحق وما يبدئ الباطل وما يعيد. (رواه البخاري)

(Referensi: Mirqah Shu’ud at-Tasydiq fi Syarh Sulam at-Taufiq, 61, Majma’ az-Zawa’id, VIII/347, Asbab an-Nuzul karya al-Wahidhi, I/39, Ihya ‘Ulum ad-Din, III/62, dan I’lam al-Muwaqqi’in, III/12).

d. Melestarikan Tradisi/Budaya yang Menjadi Media Dakwah

Tradisi/Budaya yang telah menjadi media dakwah dan tidak bertentangan dengan agama, semestinya dilestarikan. Sebagaimana tradisi kirim doa untuk mayit pada hari ke-7, ke-40, ke-100, dan ke-1000 dari kematiannya, sebab tidak bertentangan dengan agama dan justru menarik masyarakat berkirim doa bagi orang-orang yang telah meninggal. Sebab jika tradisi ini dihilangkan, kebiasaan kirim doa juga akan ikut hilang atau berkurang.

Namun bila di tempat atau waktu tertentu tidak efektif dan justru kontra produktif bagi dakwah Islam di Nusantara, maka tradisi tersebut semestinya diubah secara arif dan bertahap sesuai kepentingan dakwah (dikembalikan pada prinsip mashlahah).

Referensi: Referensi Metode Dakwah Islam Nusantara, Nihayah az-Zain, 281, Majma’ az-Zawa’id, VIII/347, al-Adam as-Syar’iyyah, II/114, dan Ihya ‘Ulum ad-Din, III/62).

4. Sikap dan Toleransi terhadap Pluralitas Agama dan Pemahaman Keagamaan

a. Sikap terhadap Pluralitas Agama

Pertama, meyakini bahwa pluralitas agama (perbedaan agama, bukan pluralisme menyakini kebenaran semua agama) di dunia merupakan sunnatullah. Ini seharusnya yang menjadi asas dalam amr ma’ruf nahi munkar, sehingga jelas tujuannya untuk melakukan perintah Allah, bukan untuk benar-benar berhasil menghilangkan semua kemungkaran dari muka bumi yang justru dalam prosesnya sering melanggar prinsip-prinsipnya.

… وَلَوْ شَاء اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِن لِّيَبْلُوَكُمْ فِي مَآ آتَاكُم فَاسْتَبِقُوا الخَيْرَاتِ إِلَى الله مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ (المائدة: 48)

Kedua, memperkuat keyakinan atas kebenaran ajaran Islam; tidak mengikuti ajaran agama lain dan menghindari memaki-maki penganutnya. Allah Swt. berfirman:

وَلاَ تَسُبُّواْ الَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّواْ اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ كَذَلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَى رَبِّهِم مَّرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُم بِمَا كَانُواْ يَعْمَلُون. (الانعام: 108)

Ketiga, menolak dakwah yang bertentangan dengan Islam dengan cara terbaik dan bijaksana, serta menunjukkan kebaikan ajaran Islam. Allah Swt. berfirman:

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ. وَلا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ. (فصلت: 33-34)

Keempat, amr ma’ruf nahi munkar dengan arif dan bijaksana. Allah Swt. berfirman:

ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ. (النحل: 125)
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ (البقرة: 44)

(Referensi: Mafatih al-Ghaib, XIII/114-116, III/44 dan 193, VIII/145, XX/112-114).

b. Toleransi terhadap Agama Lain

Toleransi terhadap agama lain yang berkembang di masyarakat merupakan keniscayaan, demi terbangunnya kerukunan antarumat beragama di tengah pluralitas. Bahkan Islam mengajarkan agar berpekerti baik terhadap semua manusia tanpa memilih-milih, terhadap orang yang seagama maupun tidak, dan terhadap orang shalih maupun sebaliknya. Al-Hakim at-Tirmidzi dalam Nawadir al-Ushul (III/97) mengatakan:

وقال صلى الله عليه وسلم: أوحى الله إلى إبراهيم عليه السلام يا إبراهيم حسن خلقك ولو مع الكفار تدخل مداخل الأبرار فإن كلمتي سبقت لمن حسن خلقه أن أظله في عرشي وأن أسكنه في حظيرة قدسي وأن أدنيه من جواري. وحسن الخلق على ثلاث منازل: أولها أن يحسن خلقه مع أمره ونهيه، الثانية أن يحسن خلقه مع جميع خلقه، الثالثة أن يحسن خلقه مع تدبير ربه فلا يشاء إلا ما يشاء له ربه.

Dalam rangka mendakwahkan agama Islam sebagai rahmat bagi semesta alam, toleransi dapat dipraktikkan dengan menjalin mu’amalah dzahirah yang baik antarumat beragama, memberi jaminan keselamatan jiwa dan harta, serta tidak mengganggu pengamalan keyakinan lain selama tidak didemonstrasikan secara provokatif di kawasan yang mayoritas penduduknya adalah umat Islam.

Namun demikian, penerapan toleransi kaum Muslimin terhadap agama lain perlu memperhatikan batas-batasnya sebagaimana berikut:
1) Tidak melampaui batas akidah sehingga terjerumus dalam kekufuran, seperti rela dengan kekufuran, ikut meramaikan hari raya agama lain dengan tujuan ikut mensyiarkan kekufuran, dan semisalnya, kecuali dalam kondisi darurat.
2) Tidak melampaui batas syariat sehingga terjerumus dalam keharaman, seperti ikut datang ke tempat ibadah agama lain saat perayaan hari rayanya, mengundang pemeluk agama lain untuk menghadiri perayaan hari raya umat Islam, mengucapkan selamat hari raya kepada mereka dan semisalnya, kecuali dalam kondisi darurat.

(Referensi: Faidh al-Qadir, III/71, Mafatih al-Ghaib, VIII/10-11, Hasyiyyah al-Bujairami, V/183, Qurrah al-‘Ain bi Fatawa Isma’il az-Zain, 199, Qurrah al-‘Ain karya Muhammad Sulaiman al-Kurdi, 208-209, Asna al-Mathalib, III/167, al-Hawi al-Kabir, XIV/330, Qurrah al-‘Ain karya Muhammad Sulaiman al-Kurdi, 208-209, al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra, IV/239, al-Adab as-Syar’iyyah, IV/122, Bughyah al-Mustarsyidin, I/528, dan al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah, XII/8).

c. Toleransi terhadap Pemahaman Keagamaan Selain Ahlusssunnah wal Jama’ah

Selain pluralitas agama, di Nusantara terdapat bermacam pemahaman keagamaan (akidah) dalam lingkungan Umat Islam, sehingga diperlukan toleransi terhadap kelompok umat Islam yang dalam masalah furu’iyyah maupun ushuliyyah berbeda pemahaman dengan Ahlussunnah wal Jama’ah. Secara prinsip toleransi dalam konteks ini tetap mengedepankan semangat Islam sebagai agama yang merahmati semesta alam dan al-akhlaq al-karimah, seperti halnya dalam toleransi antarumat beragama. Begitu pula dalam tataran praktiknya, batas-batas toleransi terhadap kelompok umat Islam yang tidak berpaham Ahlussunnah wal Jama’ah sama dengan batas-batas dalam toleransi antarumat beragama, yaitu tidak boleh melampaui batas akidah dan syariat.

Toleransi dalam konteks ini tidak menafikan semangat dakwah untuk menunjukkan kebenaran (al-haqq) dan menghadapi berbagai syubhat (propaganda) yang mereka sebarkan, terlebih yang bersifat provokatif, mengancam kesatuan Umat Islam, integritas bangsa secara lebih luas.

عن معاوية بن حيدة قال : خطبهم رسول الله صلى الله عليه و سلم فقال : حتى متى ترعون عن ذكر الفاجر هتكوه حتى يحذره الناس. (رواه الطبراني في الثلاثة وإسناد الأوسط والصغير حسن رجاله موثقون واختلف في بعضهم اختلافا لا يضر)

Selain itu, dalam menyikapi umat Islam yang tidak berpaham Ahlussunnah wal Jama’ah perlu diperhatikan beberapa hal berikut:
1) Dalam melakukan amr ma’ruf nahi munkar kepada mereka tidak boleh sampai menimbulkan fitnah yang lebih besar, terlebih di daerah yang jumlah mereka seimbang dengan jumlah umat Islam Sunni. Dalam kondisi seperti ini amr ma’ruf nahi munkar wajib dikoordinasikan dengan pemerintah.
2) Tidak menganggap kufur mereka selama tidak terang-terangan menampakkan hal-hal yang telah disepakati (ijma’) atas kekufurannya, yaitu menafikan eksistensi Allah, melakukan syirk jali yang tidak mungkin dita’wil, mengingkari kenabian, mengingkari ajaran Islam yang bersifat mutawatir atau yang didasari ijma’ yang diketahui secara luas (ma’lum min ad-din bi ad-dharurah).
3) Meskipun salah dalam sebagian aqidahnya, selama tidak sampai kufur mereka masih mungkin diampuni Allah Swt.
4) Dalam ranah individu, penganut paham Ahlussunnah wal Jamaah tidak boleh beranggapan pasti masuk surga karena amalnya, sedangkan yang lain pasti masuk neraka. Sebab, sekecil apapun setiap individu mempunyai dosa dan jika tidak diampuni bisa saja kelak masuk neraka.

وَإِذَا سَمِعُوا اللَّغْوَ أَعْرَضُوا عَنْهُ وَقَالُوا لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ سَلامٌ عَلَيْكُمْ لا نَبْتَغِي الْجَاهِلِينَ. إِنَّكَ لا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاء وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ. (القصص: 55-56)
وَلِلّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ يَغْفِرُ لِمَن يَشَاء وَيُعَذِّبُ مَن يَشَاء وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ. (ال عمران: 129)
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ قَالَ « لَنْ يُنْجِىَ أَحَدًا مِنْكُمْ عَمَلُهُ ». قَالَ رَجُلٌ وَلاَ إِيَّاكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ إِيَّاىَ إِلاَّ أَنْ يَتَغَمَّدَنِىَ اللَّهُ مِنْهُ بِرَحْمَةٍ وَلَكِنْ سَدِّدُوا ». (رواه مسلم)

(Referensi: Hasyiyyah al-Bujairami, V/183, al-jami’ as-Shaghir, I/85, Majma’ az-Zawa’id, I/375, al-Milal wa an-Nihal, II/321-322, dan Mafahim Yajib an-Tushahhah, 18-19).

5. Konsistensi Menjaga Persatuan untuk Memperkokoh Integritas Bangsa

NKRI dan Pancasila selain telah terbukti mampu menjadi perekat bangsa sejak kemerdekaan hingga sekarang, juga mampu menjadi wadah dakwah Islam Nusantara secara luas. Pertumbuhan Muslim di kawasan-kawasan mayoritas non-Muslim juga semakin meningkat. Namun demikian, di tengah perjalanan sejarah tantangan disintegrasi bangsa terkadang bermunculan, bahkan wacana mendirikan negara di dalam negara terus mengemuka. Sebab itu, internalisasi nilai-nilai kebangsaan, khususnya terkait NKRI dan Pancasila sebagai upaya final dalam kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan keharusan.

Berkenaan dengan itu perlu disadari, bahwa penerimaan Pancasila sebagai falsafah kehidupan berbangsa dan bernegara telah sesuai dengan spirit Piagam Madinah yang digagas oleh Rasulullah Saw., yang berhasil menyatukan masyarakat yang plural dalam satu kesatuan negeri Madinah. Sebagaimana diriwayatkan Ibn Ishaq dalam as-Sirah an-Nabawiyah (II/126-129) karya Ibn Hisyam, Piagam Madinah diantaranya menyatakan:

بِسْمِ اللهِ الرّحْمَنِ الرّحِيمِ. هَذَا كِتَابٌ مِنْ مُحَمّدٍ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ مِنْ قُرَيْشٍ وَيَثْرِبَ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ فَلَحِقَ بِهِمْ وَجَاهَدَ مَعَهُمْ، إِنَّهُمْ أُمَّةٌ وَاحِدَةٌ مِنْ دُونِ النّاسِ … وَإِنّهُ مَنْ تَبِعَنَا مِنْ يَهُودَ فَإِنّ لَهُ النّصْرَ وَالْأُسْوَةَ غَيْرَ مَظْلُومِينَ وَلَا مُتَنَاصَرِينَ عَلَيْهِمْ … وَإِنَّ يَهُودَ بَنِي عَوْفٍ أُمَّةٌ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ. لِلْيَهُودِ دِينُهُمْ وَلِلْمُسْلِمَيْنِ دِينُهُمْ وَمَوَالِيهِمْ وَأَنْفُسُهُمْ إلّا مَنْ ظَلَمَ وَأَثِمَ فَإِنّهُ لَا يُوتِغُ إلّا نَفْسَهُ وَأَهْلَ بَيْتِهِ … وَإِنَّ عَلَى الْيَهُودِ نَفَقَتَهُمْ وَعَلَى الْمُسْلِمِينَ نَفَقَتَهُمْ وَإِنَّ بَيْنَهُمْ النَّصْرَ عَلَى مَنْ حَارَبَ أَهْلَ هَذِهِ الصَّحِيفَةِ. وَإِنَّ بَيْنَهُمْ النَّصْحَ وَالنَّصِيحَةَ وَالْبِرَّ دُونَ الْإِثْمِ، وَإِنّهُ لَمْ يَأْثَمْ امْرِئِ بِحَلِيفِهِ، وَإِنّ النّصْرَ لِلْمَظْلُومِ، وَإِنَّ الْيَهُودَ يُنْفِقُونَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ مَا دَامُوا مُحَارِبِينَ، وَإِنّ يَثْرِبَ حَرَامٌ جَوْفُهَا لِأَهْلِ هَذِهِ الصّحِيفَةِ … وَإِنَّ بَيْنَهُمْ النّصْرَ عَلَى مَنْ دَهَمَ يَثْرِبَ، وَإِذَا دُعُوا إلَى صُلْحٍ يُصَالِحُونَهُ …

Dari Piagam Madinah dapat diambil spirit, bahwa Nabi Muhammad Saw. menyatukan warga yang multi etnis dan multi agama menjadi ummah wahidah (satu kesatuan bangsa). Semua warga punya kedudukan yang sederajat, sama-sama berhak mendapatkan jaminan keamanan, melakukan aktifitas ekonomi, mengaktualisasikan agama, sama-sama berkewajiban untuk saling memberi nasehat dan berbuat kebaikan, menjaga keamanan serta integritas Madinah sebagai satu kesatuan negeri menghadapi ancaman dari luar.

Selain itu, untuk memupuk persatuan di tengah masyarakat yang plural perlu ditanamkan sikap menghargai perbedaan dan menjaga hak antarsesama, diantaranya dengan:
a. Menghargai ajaran agama lain.
b. Melestarikan budaya dari suku dan agama apa pun selama tidak bertentangan dengan syariat.
c. Mengapresiasi kebaikan/kelebihan orang lain dan mengakui kekurangan diri sendiri.
d. Menghindari caci-maki terhadap orang lain karena alasan perbedaan.
e. Menghindari anggapan menjadi orang yang paling baik dan menganggap orang lain tidak baik, sehingga mengabaikan kewajiban berbuat baik.
f. Membiasakan berbuat kebajikan terhadap siapapun.
g. Memprioritaskan penanaman nilai-nilai agama secara utuh dan mendalam di lingkungan internal Ahlussunah wal Jama’ah.

وَلاَ تَسُبُّواْ الَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّواْ اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ كَذَلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَى رَبِّهِم مَّرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُم بِمَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ (سورةا لانعام اية 108)
َلِلّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ يَغْفِرُ لِمَن يَشَاء وَيُعَذِّبُ مَن يَشَاء وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ (ال عمران: 129)
عن ابن عمر أن غيلان بن سلمة الثقفي أسلم تحته عشر نسوة فقال له النبي صلى الله عليه و سلم: اختر منهن أربعا … (رواه ابن حبان. صحيح )
حدّثنا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ . حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنِ ابْنِ الْهَادِ عَنْ سَعْدٍ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمنِ عَنْ عَبْدِ اللّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّ رَسُولَ اللّهِ قَالَ: «مِنَ الْكَبَائِرِ شَتْمُ الرَّجُلِ وَالِدَيْهِ» قَالُوا: يَا رَسُولَ اللّهِ وَهَلْ يَشْتِمُ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ؟ قَالَ: «نَعَمْ. يَسُبُّ أَبَا الرَّجُلِ، فَيَسُبُّ أَبَاهُ . وَيَسُبُّ أُمَّهُ، فَيَسُبُّ أُمَّهُ». (رواه ابن حبان. مسلم)
َلِلّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ يَغْفِرُ لِمَن يَشَاء وَيُعَذِّبُ مَن يَشَاء وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ (ال عمران: 129)

(Referensi: Al-Hawi al-Kabir, XIV/330, Risalah al-Qusyairiyah, I/103, Ihya ‘Ulum ad-Din, II/212, dan al-Majalis as-Saniyyah, 87).

Musahih:
KH. Syafruddin Syarif
KH. Romadlon Khotib
KH. Marzuki Mustamar
KH. Farihin Muhson
KH. Muhibbul Aman Ali

Perumus:
Ahmad Asyhar Shofwan, M.Pd.I.
H. Azizi Hasbulloh
H. MB. Firjhaun Barlaman
H. Athoillah Anwar
H. M. Mujab, Ph.D

Moderator:
Ahmad Muntaha AM

Notulen:
H. Ali Maghfur Syadzili, S.Pd.I.
H. Syihabuddin Sholeh
H. Muhammad Mughits
Ali Romzi

Selasa, 19 Juni 2018

Nasehat 5 Tokoh Menghadapi Pemilihan Legislatif, Pilkada & Pilpres.

Nasehat 5 Tokoh Menghadapi Pemilihan Legislatif, Pilkada & Pilpres.

1. Ali bin Abi Thalib ra

“Kezhaliman akan terus ada, bukan karena banyaknya orang-orang jahat, tapi karena diamnya orang-orang baik.”

2. Syaikh Yusuf Qardhawi (Ketua Asosiasi Internasional Cendekiawan Muslim)

Setidaknya ada 3 (tiga) cara dalam mempertimbangkan pilihan:

• Jika semuanya baik, pilihlah yang paling banyak kebaikannya.

• Jika ada yang baik dan ada yang buruk, pilihlah yang baik.

• Jika semuanya buruk, pilihlah yang paling sedikit keburukannya.

3. Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, MA. M. Phil. (Ketua MIUMI Pusat, putra Pendiri Pesantren Gontor)

"Jika anda tidak mau ikut pemilu karena kecewa dengan pemerintah & anggota DPR, atau parpol Islam. Itu hak anda. Tapi ingat jika anda & jutaan yang lain tidak ikut pemilu maka jutaan orang fasik, sekuler, liberal, atheis akan ikut pemilu untuk berkuasa dan menguasai kita. Niatlah berbuat baik meskipun hasilnya belum tentu sebaik yang engkau inginkan.”

4. Recep Toyyib Erdogan
 Jika orang Baik  tidak ikut terjun ke politik, maka para penjahatlah yang akan mengisinya.

5. Necmetti Erbakan
   Muslim yang tidak peduli Politik akan di pimpin oleh Politikus yang tidak peduli kepada islam

Jangan Golput ya  Kejahatan akan timbul tatkala orang baik semua pada DIAM.

Sebarkan ke group2 atau kawan2 lain nya...
Untuk saling mengingatkan...

Minggu, 17 Juni 2018

OLEH2 SILATURAHMI

OLEH2 SILATURAHMI

Dalam sebuah acara silaturahmi, beberapa cucu dari 8 orang anak menjumpai eyangnya yg ada di desa.

Mereka menceritakan kisah sukses masing2.
Ada yang menjadi direktur BUMN, ada yang menjadi direktur Bank, ada yg menjadi pengusaha sukses, dokter, arsitek, pengacara, konsultan, dll.

Melihat para cucu2 tersebut ramai2  membicarakan kesuksesan mereka, eyang tsb segera ke dapur kmdn mengambil seteko kopi panas dan beberapa cangkir kopi yang berbeda2. ‎Mulai dari cangkir yang terbuat dari kristal, kaca, melamin dan plastik.

“Sudah, sudah.. Ngobrolnya berhenti dulu. Ini Eyang sudah siapkan kopi buat kalian,” seru sang eyang memecah keasyikan obrolan mereka.

Hampir serempak, mereka kemudian berebut cangkir terbaik yang bisa mereka dapat.
Akhirnya, di meja yang tersisa hanya satu buah cangkir plastik yang paling jelek.

Lantas, setelah semua mendapatkan cangkirnya, sang eyang pun mulai menuangi cangkir itu dengan kopi panas dari teko yang telah disiapkannya.

“Mari, silakan diminum,” ajak sang eyang, yang kemudian ikut mengisi kopi dan meminum dari cangkir terakhir yang paling jelek.

“Bagaimana rasanya? Nikmat kan? Ini dari kopi hasil kebun eyang sendiri.”

“Wah, enak sekali  eyang.. Ini kopi paling sedap yang pernah saya minum,” timpal salah satu cucu yang langsung diiyakan oleh saudara2 yang lain.

“Nah, kopinya enak ya? Tapi, apakah kalian tadi memperhatikan. Kalian hampir saja berebut untuk memilih cangkir yang paling bagus hingga hanya menyisakan satu cangkir paling jelek ini?” tanya sang eyang.

Cucu2nya dari 8 anaknya yang menyebar di bwrbagai kota itu pun saling berpandangan.

"Perhatikanlah, bahwa kalian semua memilih cangkir yg bagus dan kini yg tersisa hanyalah cangkir yg murah dan tidak menarik.

Memilih hal yg terbaik adalah wajar dan manusiawi. Namun persoalannya, ketika kalian tidak mendapatkan cangkir yg bagus perasaan kalian mulai terganggu.
Kalian secara otomatis melihat cangkir yg dipegang orang lain dan mulai membandingkannya.

Pikiran kalian terfokus pada cangkir, padahal yg kalian nikmati bukanlah cangkirnya melainkan kopinya.‎

Hidup kita, baik kehidupan dunia maupun kehidupan ibadah, seperti kopi dalam analogi tsb di atas, sedangkan cangkirnya adalah sarana, pekerjaan, jabatan, atau harta benda yg kita miliki."

Semua cucunya tertegun mendengar penjelasan dari sang eyang.
Penjelasan dari sang eyang telah menyentak kesadaran mereka.

"Cucu-cucuku tercinta..."
lanjut sang eyang.

"Jangan pernah membiarkan cangkir mempengaruhi kopi yg kita nikmati.
Cangkir bukanlah yg utama, kualitas kopi itulah yg terpenting.

Jangan berpikir bahwa kekayaan yg melimpah, sarana yg mewah, karier yg bagus dan pekerjaan yg mapan merupakan jaminan kebahagian hidup dan kenikmatan dlm beribadah.
Itu konsep yg sangat keliru.

Kualitas hidup dan ibadah kita ditentukan oleh  "Apa yg ada di dalam" bukan "Apa yg kelihatan dari luar."

Status, pangkat, kedudukan, jabatan, kekayaan, kesuksesan, popularitas, adalah sebuah predikat yang disandang.
Tak salah jika kita mengejarnya.
Tak salah pula bila kita ingin memilikinya.

Namun, semua itu hanya sarana.
Sarana hanya bermanfaat apabila bisa mengantarkan kita pada tujuan.

Apa gunanya  memiliki segala sarana, namun tidak pernah merasakan kedamaian, ketenteraman, ketenangan, dan kebahagian sejati di dalam kehidupan kita?

Itu sangat menyedihkan.
Karena hal itu sama seperti kita menikmati kopi kualitas buruk yg disajikan di sebuah cangkir kristal yg mewah dan mahal..."

Kunci menikmati kopi bukanlah seberapa bagus cangkirnya, tetapi seberapa bagus kualitas kopinya..."

***

Selamat menikmati secangkir kopi kehidupan...
sahabat - sahabat tercinta...🙏☕😊

Rabu, 13 Juni 2018

LAFADZ NIAT, WAKIL DAN DOA ZAKAT FITRAH (LENGKAP)

LAFADZ NIAT, WAKIL DAN DOA ZAKAT FITRAH (LENGKAP)

1. Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri (Tanpa Diwakilkan)

نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ نَفْسِىْ فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى

NAWAITU AN UKHRIJA ZAKATAL FITHRI ‘AN NAFSI FARDHOLLILLAAHI TA’ALA
Artinya: Saya niat mengeluarkan Zakat Fitrah untuk diri saya sendiri, fardhu karena Allah Ta’ala.

2. Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri Beserta Keluarga yang Wajib Dinafkahi

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنِّىْ وَعَنْ جَمِيْعِ مَا يَلْزَمُنِىْ نَفَقَاتُهُمْ شَرْعًا فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى

NAWAITU AN UKHRIJA ZAKATAL FITHRI ‘ANNI WA ‘AN JAMI’I MA YALZAMUNI NAFAQOTUHUM SYAR’AN FARDHOLLILLAAHI TA’ALA
Artinya: Saya niat mengeluarkan Zakat Fitrah untuk diriku dan seluruh orang yang nafkahnya menjadi tanggunganku, fardu karena Allah Ta’ala.

3. Niat Zakat Fitrah untuk Istri

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ زَوْجَتِيْ فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى

NAWAITU AN UKHRIJA ZAKATAL FITHRI ‘AN ZAUJATI FARDHOLLILLAAHI TA’ALA
Artinya: Saya niat mengeluarkan Zakat Fitrah untuk istri saya, fardhu karena Allah Ta’ala.

4. Niat Zakat Fitrah untuk Anak Laki-laki (yang Belum Baligh)

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ وَلَدِيْ... فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى

NAWAITU AN UKHRIJA ZAKATAL FITHRI ‘AN WALADI (sebutkan namanya) FARDHOLLILLAAHI TA’ALA
Artinya: Saya niat mengeluarkan Zakat Fitrah untuk anak laki-laki saya bernama…, fardhu karena Allah Ta’ala.

5. Niat Zakat Fitrah untuk Anak Perempuan (yang Belum Baligh)

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ بِنْتِيْ... فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى

NAWAITU AN UKHRIJA ZAKATAL FITHRI ‘AN BINTI (sebutkan namanya) FARDHOLLILLAAHI TA’ALA
Artinya: Saya niat mengeluarkan Zakat Fitrah untuk anak perempuan saya bernama…, fardhu karena Allah Ta’ala.

6. Niat Zakat Fitrah untuk Orang yang Diwakilkan

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ (…….) فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى

NAWAITU AN UKHRIJA ZAKATAL FITHRI ‘AN (sebutkan namanya) FARDHOLLILLAHI TA’ALA
Artinya: Saya niat mengeluarkan Zakat Fitrah untuk… (sebut namanya), fardhu karena Allah Ta’ala.

7. Lafadz Mewakilkan/Izin

وَكَّلتُكَ فِي إِخْرَاجِ زَكَاةِ الفِطْرِ وَنِيَّتِهَا عَنْ نَفْسِي

WAKKALTUKA FI IKHROJI ZAKATIL FITHRI WANIYYATIHA ‘AN NAFSI
Artinya: Aku wakilkan kepadamu untuk menunaikan Zakat Fitrah dan meniatkannya untukku.

8. Doa Saat Mengeluarkan Zakat Fitrah

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

ROBBANA TAQOBBAL MINNA INNAKA ANTASSAMI’UL ‘ALIM
Artinya: Ya Allah terimalah dari (zakat) kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

9. Doa Saat Menerima Zakat Fitrah

آجَرَكَ اللهُ فِيْمَا أَعْطَيْتَ وَجَعَلَهُ لَكَ طَهُوْرًا وَبَارَكَ لَكَ فِيْمَا أَبْقَيْتَ
AJAROKALLOHU FIMA A’THOITA WAJA’ALAHU LAKA THOHURO WABAROKA LAKA FIMA ABQOITA
Artinya: Semoga Allah memberikan pahala atas apa yang engkau berikan, menjadikannya pembersih bagimu serta memberkahi atas harta yang kau simpan.

Referensi: Al-Adzkar Imam an-Nawawi halaman 188, Al-Muhadzdzab Imam asy-Syairazi 1/169, Fath al-‘Aziz Syarh al-Wajiz Imam ar-Rafi’i 5/529.

Hypnowriting dan Croc Brain oleh Haryoko R. Wirjosoetomo

- Hypnowriting dan Croc Brain -

Ada hal menarik yang saya temukan dalam Expert Sharing tentang Literasi Digital di kantor Kementerian Kominfo beberapa waktu lalu, dimana saya menjadi salah satu pembicaranya. Seluruh hadirin di ruang pertemuan tersebut adalah sarjana dari berbagai universitas ternama di Indonesia. Tentu saja mayoritas hadirin adalah alumni Universitas Gadjah Mada, karena acara tersebut sebenarnya digagas hanya untuk anggota grup Kagama Virtual saja. Jika pada akhirnya mengundang peserta dari luar grup, semata karena Kementerian Kominfo tertarik dengan materi yang akan kami sharingkan dan memutuskan untuk menanggung seluruh biaya pelaksanaannya.

Nah, apa yang menarik bagi saya?

Ternyata 100 orang lebih di ruangan tersebut, bahkan sesama pembicara lain juga, tidak menyadari jika sebagian terbesar status-status atau meme-meme di media sosial yang menimbulkan kontroversi; memang didesain secara khusus untuk memicu perdebatan, percekcokan, silang sengkarut orang ramai. Targetnya menciptakan segregasi sosial berdasarkan kelompok; membangun dan mengentalkan sikap ingroup-outgroup dalam masyarakat. Tujuan akhirnya? Menciptakan kelompok pendukung politik yang fanatik, pemarah dan kebal terhadap data dan fakta yang disodorkan kepadanya.

Kok bisa? Bisa saja..., bisa sekali. Dengan cara bagaimana? Menggunakan teknik hypnowriting. Bagaimana saya bisa bicara demikian? Karena saya mengetahui teknik tersebut, menguasainya dengan baik dan sudah lama menggunakannya untuk keperluan wawancara investigasi.

-000-

Pertanyaan berikutnya, siapa orang-orang yang menggunakan teknik hypnowriting di atas? Para cyber army kedua kubu politik yang bersaing, baik di kubu pemerintah maupun oposisi. Mereka bisa relawan (semisal Muslim Cyber Army) bisa pula orang profesional, tentara cyber sewaan, cyber mercenaries. Tentang mereka, saya pernah menulisnya dalam thread tersendiri di grup ini.

Apa yang disasar? Croc brain manusia, dimana security/insecurity feeling berada. Kedua jenis perasaan tersebut adalah basic instinct, landasan spirit survival manusia. Cara menguliknya bagaimana? Dengan mendesain narasi-narasi dan gambar-gambar yang disisipi pesan subliminal, yakni pesan tersembunyi. Pesan yang tidak akan ditangkap oleh neo cortex dimana pikiran kritis dan logika berada, namun langsung menusuk ke croc brain. Contoh nyata, apa target menggembar-gemborkan isu 10 juta naker Cina masuk ke Indonesia? Rasa takut kehilangan pekerjaan, rasa takut tidak kebagian lapangan kerja, rasa takut menganggur.

Konsekuensinya? Reaksi primitif pun akan langsung terpicu pada saat croc brain merasa terancam. Dan hampir semua orang tidak paham, REAKSI PRIMITIF CROC BRAIN TIDAK DAPAT DIHADAPI DENGAN DATA. Sila Anda berbusa-bisa menyangking data satu becak dari sumber-sumber yang kredibel..., percumaaaa Saudara. Kenapa? Karena data hanya bisa dicerna oleh Otak Modern, Neo Cortex, bukan Croc Brain.

Jadi, terjawab sudah keheranan Anda soal kebal data itu kan?

-000-

Lalu bagaimana menghadapinya? Sila Anda sajikan data, ga masalah. Hanya saja sejak sekarang Anda musti membangun kesadaran, data tersebut tidak untuk mereka namun untuk memelihara kewarasan orang lain yang masih mengedepankan Neo Cortexnya untuk berpikir.

Itu target yang harus Anda bidik.

Cinere, 11 Juni 2018
Haryoko R. Wirjosoetomo

Tulisan ini pada awalnya saya buat khusus untuk kerabat Kagama Virtual. Atas permintaan rekan-rekan grup tersebut, saya tulis di wall pribadi agar bisa dishare kepada kerabat lain yang bukan alumni UGM.
🙏🌹

Selasa, 12 Juni 2018

Memahami Pesan Rahmah KH Yahya Cholil Staquf oleh Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama

Memahami Pesan Rahmah KH Yahya Cholil Staquf

Sisi lain. Dari sudut pandang yg berbeda.

Begitulah peranan Pak Kiai Yahya Cholil Staquf. Datang sbg pribadi, tapi mendadak sorot mata, baik yg memuji maupun mencela, tertuju padanya, pada NU ormas terbesar di dunia, pada Indonesia negeri Islam terbesar di dunia. Bergema kemana-mana!

Tiba-tiba dunia mafhum peranan apa yg bisa dimainkan oleh Kiai, NU dan Indonesia. Konsisten membawa pesan yg melampaui keadilan yg diperebutkan dan perdamaian yg dipertarungkan, yaitu pesan Rahmah.

Rahmah tidak hanya menuntut tapi memberi keadilan. Pesan untuk pihak yg bertikai.

Betapa sering kita menuntut atas nama keadilan, tapi tanpa Rahmah, kita hanya akan menuntut, dan lupa untuk juga memberi keadilan. Ini pesan yg menohok.

Anda menuntut hak atas tanah, tapi sudahkah anda jg memberi keadilan pada pihak lain.

Pahamkah anda apa yg dituju Kiai Yahya?

Pesan Rahmah disampaikan dg cara yg Rahmah. Tak ada caci-maki; tak ada penghakiman pada pihak yg bertikai, tapi semua yg paham bisa merasakan pembelaan yg jelas pada perdamaian dan rekonsiliasi.

Yang berharap akan keluar cacian pada pihak tertentu, pasti kecewa. Inilah Rahmah!

‘I stand with palestine’ dimaknai lewat pesan Rahmah. Bukan dipahami secara literal “saya berdiri” karena pesan Rahmah disampaikan dg kalem dan duduk santai. Mendukung Palestina bukan krn membenci Israel, tapi karena perwujudan Rahmah. Itupun disampaikan tanpa nada heroik. Kalem!

Dunia telah melihat seorang Kiai dari Rembang, datang atas nama pribadi ke Yerussalem, bicara dengan datar dan kalem, mencari titik temu (kalimatun sawa) lewat konsep Rahmah yg merangkul, bukan memukul.

Aku menyebutnya suara adem dan kalem dari Rembang menyampaikan pesan langit

Peradaban dunia saat ini terancam oleh konflik global. Tiga jantung persoalan harus ditembus utk menyampaikan pesan Rahmah. Sebelumnya Kiai Yahya sdh ke gedung putih ketemu Wapres Amerika, lantas ke Yerussalem, tinggal satu lagi: ketemu putra mahkota MBS di Saudi Arabia.

Anda boleh tidak setuju dg apa yg dilakukan Kiai Yahya. Tapi jangan meremehkan pesan Rahmah yang dibawanya untuk perdamaian dunia. Ini adalah pesan langit. Anda mungkin tidak menyadarinya, tapi Kanjeng Nabi ada di sana saat pesan Rahmah itu diucapkan Kiai Yahya.

“Tidaklah Kami mengutusmu wahai Muhammad kecuali sebagai rahmat untuk semesta alam”

Setiap umat Muhammad yang menggaungkan kembali pesan Rahmah yg telah diajarkan Nabi, sejatinya akan didampingi dan dibela oleh Nabi Muhammad.

Ini bukan lagi masalah Kiai Yahya, NU dan Indonesia.

Pesan langit sdh disampaikan Kiai Yahya. Caci-maki sdh beliau terima. Banyak pihak berlepas diri. Banyak pihak meninggalkannya. Namun mereka yg paham bahwa ini pesan langit, akan menyebut asma-Nya dan bershalawat pada Kanjeng Nabi.

Mari kita terus sampaikan pesan Rahmah ini🙏

Tabik,

Nadirsyah Hosen
Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama
Australia - New Zealand

Isi Pidato Gus Yahya Staquf di Yerusalem ISRAEL

Isi Pidato Gus Yahya Staquf di Yerusalem

Saya mengucapkan terima kasih kepada ICFR (Israel Council on Foreign relations) yang telah mengundang saya untuk datang dan berbicara di forum ini. Saya terharu. Saya, seorang Muslim, dari negeri mayoritas Muslim terbesar, dari organisasi Islam terbesar. Di tengah atmosfer yang diwarnai ketegangan, bahkan permusuhan, kebencian dan dendam, Anda mengundang saya. Anda meminta saya untuk berbicara. Dan Anda siap mendengarkan. Saya terharu. Saya tidak melihat makna lain dari ini, selain bahwa Anda semua mempunyai niat baik. Anda tulus menginginkan jalan keluar dari kemelut ini. Anda percaya, atau sekurang-kurangnya ingin menguji kepercayaan Anda, pada harapan akan perdamaian. Dan masa depan yang lebih baik.

Senyatanya, saya datang kesini bukan atas nama Indonesia, negeri asal saya, bukan pula atas nama Nahdlatul Ulama, organisasi tempat saya mengabdi. Saya datang atas nama kegelisahan dan kesedihan saya pribadi. Kegelisahan dan kesedihan yang tumbuh diatas kesaksian saya akan penderitaan orang-orang Palestina. Karena penderitaan mereka bukanlah milik mereka sendiri saja. Penderitaan mereka adalah juga kekalutan Bangsa-bangsa Arab dan kegalauan Dunia Islam. Dan pada saat yang sama, laksana gambaran di seberang cermin, penderitaan Palestina adalah juga keresahan Israel dan kegamangan Dunia Barat. Dan kini, setelah berpuluh-puluh tahun, semua itu hampir-hampir mengarah pada keputusasaan umat manusia.

Saya tidak tahu, apakah masih ada diantara kita yang menyaksikan sendiri, bagaimana semua ini dimulai. Yang jelas, kita semua adalah anak-anak dari sejarah yang penuh masalah (troubles). Sejarah yang diwarnai curiga, kebencian, rasa sakit dan amarah. Sejarah yang bergulir diluar kendali kita. Rangkaian sebab-akibat dari tindakan-tindakan diluar keputusan kita. Sejarah yang mewariskan kepada kita permusuhan dan ikatan saling menyakiti seolah perjanjian takdir.

Izinkan saya bertanya: apakah kita ingin meneruskan warisan yang sangat tidak nyaman ini kepada generasi mendatang? Apakah kita senang anak-cucu kita merasakan ketidakberuntungan dan sakit seperti yang kita hidupi sekarang?

Sudah berapa lama kita menanggung sakit ini? Sejak puluhan tahun yang lalu? Ratusan tahun? Ribuan tahun?
Lihat juga: PBNU Sebut Undangan Gus Yahya dari Israel untuk Kemanusiaan

Kini Anda memperingati 70 tahun berdirinya Negara Israel. Baiklah. Sudah berapa banyak, sejak 70 tahun yang lalu itu, orang mencoba menghentikan kemelut ini? Kakek-nenek kita? Bapak-ibu kita?

Orang-orang besar datang dan pergi. Melakukan tindakan-tindakan paling berani. Berjuang untuk saling mengalahkan atau mendamaikan. Dan hari ini, kita masih seperti ini.

Guru saya, Kyai Haji Abdurrahman Wahid, enam belas tahun yang lalu menceritakan pandangan seseorang tentang upaya penyelesaian masalah Israel-Palestina, yang menurut guru saya sangat menarik (compelling). Menurut orang itu, upaya-upaya yang telah dilakukan selama ini hanya mempertimbangkan aspek-aspek politik dan militer, melibatkan hanya pemimpin-pemimpin politik dan militer, dan terbukti gagal. Maka patut dicoba untuk menambahkan unsur baru dalam upaya-upaya itu, yaitu unsur agama, dengan memberdayakan inspirasi-inspirasi agama dan melibatkan pemimpin-pemimpin agama.

Guru saya melihat gagasan itu sangat menarik. Tapi beliau juga melihat masalah besar, bahwa didalam setiap agama itu sendiri terdapat pertentangan-pertentangan pandangan, interpretasi, dan madzhab, bahkan pertentangan-pertentangan pula diantara para pemimpinnya. Maka gagasan itu kelihatan menarik sekali saat diucapkan, tapi pasti sulit sekali untuk diwujudkan.

Di Kedutaan Besar Israel di Washington, DC beberapa minggu yang lalu, seseorang meminta konfirmasi saya mengenai adanya ajaran-ajaran Islam yang mendorong permusuhan terhadap Yahudi. Saya tidak menjawab secara langsung pertanyaan itu. Saya katakan, saya ingin mencari jalan keluar. Dan kalau agama menghalangi jalan keluar, mari kita tinggalkan saja.

Bukan maksud saya menyarankan agar orang melepaskan diri dan membuang agama. Saya sendiri beriman kepada Tuhan dan rasul-rasulNya: Ibrahim, Musa, Isa, Muhammad dan semua lainnya. Iman yang saya pilih ketimbang nyawa saya. Tapi dogma-dogma adalah interpretasi. Jika suatu interpretasi agama tidak membantu kita memecahkan masalah, mari kita jelajahi interpretasi-interpretasi lainnya.

Dokter mangatakan bahwa obat apa pun tidak akan ada gunanya bagi penderita diabetes dan penyakit jantung, kecuali mereka mengubah gaya hidup dan pola makan. Al Qur'an mengatakan:�

إن الله لا يغير ما بقوم حتى يغيروا ما بأنفسهم

"Sesungguhnya Tuhan tidak akan mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka".

Jika ditengah perseteruan ini kita terus ngotot memandang pihak lain sebagai musuh, bagaimana mungkin kita mampu melihat peluang bagi perdamaian? Apa gunanya berbagi ini dan itu, menyepakati ini dan itu, mengatakan ini dan itu, jika kita tak pernah bersedia melepaskan cita-cita untuk membasmi lawan? Apakah kita akan terus bertarung sampai salah satu pihak musnah, walaupun harus selama-lamanya hidup dalam kesengsaran?

Jika ingin menghentikan konflik, kita harus menghilangkan sebabnya. Kini setiap orang mengklaim bahwa sebab konflik ini adalah ketidakadilan. Maka masing-masing pihak menuntut keadilan. Tapi masing-masing punya perhitungannya sendiri-sendiri tentang apa yang adil dan apa yang tidak adil. Dan konflik pun terus berlangsung tanpa ada ujungnya.

Izinkanlah saya mengatakan sesuatu yang semua orang sudah tahu tapi entah kenapa enggan mengingatnya, apalagi melaksanakannya. Bahwa keadilan bukan hanya soal menuntut, tapi juga soal memberi. Maka keadilan tak mungkin terwujud tanpa kasih-sayang. Orang yang tidak bersedia memberikan kasih-sayang tidak mungkin mau mempersembahkan keadilan. Ini adalah ruh agama. Inilah ruh iman.

Tidakkah Anda melihat kini, bahwa akar konflik ini bukan lagi ketidakadilan, tapi permusuhan. Kebencian kepada pihak lain akan senantiasa mendorong Anda untuk berbuat tidak adil kepada mereka dan menyakiti mereka.

Apakah hilangnya permusuhan tergantung pada kepuasan semua pihak akan keadilan? Bagaimana mungkin? Sedangkan masing-masing punya perhitungan yang berbeda tentang keadilan dan bersikukuh dengan keinginan untuk saling menghancurkan?

Tidak. Hilangnya permusuhan adalah soal pilihan. Apakah kita memilih dendam atau memaafkan? Apakah kita memilih kebencian atau kasih-sayang? Apakah kita memilih bertarung hingga musnah atau berdamai dan bekerja sama?

Jelas bahwa pilihan-pilihan yang menjadi syarat bagi perdamaian bukanlah pilihan-pilihan yang mudah. Tapi selama kita tidak mengubah pilihan dari yang selama ini kita jalani, tidak akan ada jalan keluar sama sekali.

O, Palestina, dapatkah engkau mengistirahatkan jiwamu dari kemarahan dan dendam? O, Israel, dapatkah engkau menunda keresahanmu tentang rasa tak aman? O, Arab, dapatkah engkau merelakan ruang untuk berbagi? O, kaum Muslimin dan Yahudi, dapatkan kalian meletakan rasa saling curiga dan membangun masa depan bersama dengan ruh iman? O, Dunia! Dapatkah kalian membuat jeda dari perebutan kuasa dan sumberdaya-sumberdaya untuk perduli pada manusia? Manusia dengan darah dan daging seperti dirimu? Manusia dengan hati dan jiwa seperti milikmu? Manusia dengan orang-orang yang disayangi seperti engkau dengan kekasih-kekasihmu?

إلى الله المشتكى وهو المستعان ولا حول ولا قوة إلا يالله العلي العظيم

Tuhanlah tempat mengadu dan Tuhanlah tempat memohon pertolongan dan tiada daya dan kekuatan selain dengan pertolonganNya.

Sumber :Isi Pidato Yahys Staquf di Yerusalem soal Israel -Palestina CNN Indonesia.com 12 Juni 2018
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20180612062434-120-305376/isi-pidato-yahya-staquf-di-yerusalem-soal-israel-palestina

IBU DARI PKS, YA?

IBU DARI PKS, YA?

Ini kisah seorang teman yang hidupnya berbeda dengan orang lainnya. Menjelang lebaran ini, istri teman saya ke pasar bermaksud berbelanja bahan makanan. Dia masuk ke los tukang daging.

"Daging sekilo berapa, pak?"

"Ibu simpatisan PKS, ya?"

"Iya..."

"Ohhh, sekilonya Rp 200 ribu, bu."

"Mahal sekali!," katanya sambil memaki. Ibu itu tidak tahu, tukang daging menjual kepada pelanggan lain hanya Rp 100 atau paling mahal Rp 110 ribu sekilo. Itu juga karena mau lebaran. Biasanya malah hanya Rp 90 ribuan sekilo.

Ketika tahu harga daging di luar jangkauannya, dia akhirnya memilih membeli telur.

"Telur sekilo berapa, pak?"

"Lagi naik, nih, bu. Sekarang Rp 35 ribu."

"Kok, mahal sih pak?"

"Iya, ibu dari PKS, kan?," tanya tukang telur.

Entah kenapa, barusan tukang telur itu menjual dengan harga Rp 22 ribu sekilo. Harganya justru sedang turun. Seminggu lalu harga telur masih Rp 25 ribu sekilo.

Dia heran, ketika membeli bawang, cabai, beras, para pedagang di pasar itu selalu bertanya. "Ibu dari PKS, ya?"

Ohh, rupanya ada semacam kesepakatan para pedagang di pasar, jika yang belanja orang PKS memang harganya dibuat lebih mahal dari pembeli lainnya. Bukan apa-apa. Jikapun diberi harga aslinya, nanti di media sosial, mereka tetap saja akan ngomong bahwa harga-harga naik gila-gilaan. Padahal realnya biasa-biasa aja.

Coba lihat inflasi atau kenaikan harga rata-rata di pasaran menjelang lebaran kali ini. Angkanya hanya 0,21%. Ini adalah angka terendah dibanding inflasi pada periode tahun lalu. Cabai merah, bawang putih dan cabai rawit yang biasanya melonjak karena ibu-ibu membeli lebih banyak untuk membuat sayur ketupat dan sambel goreng ati di rumahnya, justru kini malah stagnan.

Begitu juga dengan beras. Waktu impor yang pas dan galaknya Kabulog Budi Waseso menghantam mafia yang berani menimbun beras, membuat harganya anteng seperti bayi dalam pelukan Lucinta Luna.

Proses pengendalian inflasi memang dilakukan dengan sangat serius. Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, BUMN bahkan kepolisian dikerahkan untuk menjaga gejolak harga.

Ibu itu pulang dari pasar dengan menyimpan gondok. Dia menstarter motornya, melaju di jalanan. Masuk ke SPBU hendak mengisi bensin.

"Isi Premium, pak?"

"Ibu dari PKS, ya?"

"Iya."

Mendengar jawaban itu, orang yang antri si belakang ibu hendak mengisi Premium tetiba pada melipir. Mereka pura-pura bubar dari antrian. Lantas, petugas SPBU ini menjawab. "Wah, Premium habis bu. Itu tadi terakhir kami menjual Premium sebelum ibu. Kalau mau isi Pertamax aja, bu."

Setelah si ibu berlalu. Mereka yang antri membeli Premium berbaris lagi seperti semula. "Iya, percuma kita bilang stok Premium di Jawa, Bali, Madura dan berbagai pulau utama masih memadai. Soalnya nanti juga di media sosial dia akan teriak, Premium gak ada. Langka. Padahal banyak, tuh," ujar petugas SPBU.

"Maklum, pak. Namanya juga orang PKS," celetuk salah satu pelanggan. Mereka tertawa bersama.

Sesampai di rumah, seperti biasa dia langsung update status. "Ini pemerintahan gila. Harga meroket mencekik leher. Premium langka. Lebih baik dulu, meskipun ada korupsi daging sapi, tapi harganya hanya Rp 195 ribu sekilo. Gak sampai Rp 200 ribu."

Waktunya pulang kampung. Ibu dan keluarganya memilih angkutan bus. Ketika melewati jalan tol yang baru diresmikan, ibu itu bertanya kepada orang di sebelahnya. "Jalan ini bagus. Ini yang memprakarsai pembuatannya siapa, ya pak?"

"Ibu dari PKS, ya?," tanya orang itu.

Setelah si ibu menganguk, orang itu menjawab, "Ohh, jalan ini yang membangun rakyat bu. Gak tahu dari mana mereka iseng-iseng bergotong royong membangun jalan ini. Mereka membangun begitu saja, pakai uang mereka sendiri. Hebat kan, bu?"

Makanya dia langsung marah-marah ketika di gerbal tol, petugas meminta pembayaran. "Hei, ngapain kamu minta bayaran. Ini jalanan rakyat. Dibaangun oleh rakyat, kenapa harus bayar?!," hardiknya melalui jendela.

Rupanya si supir tahu ibu itu dari PKS. Dia mencoba menenangkan. "Gak bayar kok, bu. Kita cuma diminta menempelkan kartu ini," ujar supirnya kalem, sambil menunjukan kartu e-Tol kepada si ibu.

"Ohh, saya kira harus bayar, pak. Kalau dipaksa bayar, kasih tahu saya pak. Biar saya maki-maki mereka. Pemerintahan apaan ini, masa lewat jalan tol harus bayar?"

Membaca kisah ini, saya jadi tahu kenapa ada sebagian orang yang status di media sosialnya berbeda dengan kenyataan.

Di kampung, ibu itu bertemu Abu Kumkum yang kebetulan sekampung dengannya. "Maaf, mas. Mas ini Abu Kumkum, ya?"

"Ibu sekarang jadi simpatisan PKS, ya?," Abu Kumkum balik bertanya.

"Iya..."

"Ohh, maaf, bu. Ibu salah orang.
Saya bukan Abu Kumkum. Saya Reza Haradian, kebetulan lagi shooting disini..."

www.ekokuntadhi.com

Minggu, 10 Juni 2018

HARI RAYA IDUL FITRI, 01 SYAWAL 1439 H.

HARI RAYA IDUL FITRI, 01 SYAWAL 1439 H. : JUM'AT LEGI, 15 JUNI 2018 M.
Berdasarkan prediksi Ilmu Falak Kontemporer sistem "Nautical Al-Manac" insya Allah NU bersama pemerintah dan Muhammadiyah akan merayakan secara bersama-sama Hari Raya Idul Fitri, 1 Syawal 1439 H. pada hari Jum'at Legi, 15 Juni 2018 M. Adapun keputusan selanjutnya menunggu pengumuman Kementerian Agama RI dalam "Sidang Itsbat" di Jakarta yang in sya Allah akan digelar pada hari Kamis malam Jum'at, 14 Juni 2018.
Inilah hasil rekap hisab sistem "Nautical Al-Manac" sebagai berikut:
REKAP HISAB AWAL SYAWAL 1439 H. / 2018 M. MENURUT SISTEM HISAB KONTEMPORER, "NAUTICAL ALMANAC"
(RU’YATUL HILAL: KAMIS KLIWON, 14 JUNI 2018 M)
Al-Hasib: KH. M. Thobary Syadzily
(1. Pimpinan Majelis Dzikir Shalawat Al-Fatih Indonesia, 2. Pakar Hisab & Rukyat Kemenag RI, 3. Ketua Lajnah "Al-Falakiyah" PWNU Provinsi Banten, 4. Pengurus "Idarah 'Aliyyah JATMAN", 5. Ketua Kajian Lembaga Dakwah PBNU).
==============================
=======================================
Pusat Observasi Bulan (POB) : Pelabuhanratu, Sukabumi - Indonesia
Lintang Tempat (Ø ) : -7o 1' 44,6'' Lintang Selatan
Bujur Tempat ( λ ) : 106o 33' 27,8'' Bujur Timur
Tinggi Tempat/ Elevasi ( EL ) : 52,865 meter di atas Permukaan Laut
==============================
========================================
1. Ijtima’ ( ﺍﺟﺘﻤﺎﻉ / Konjungsi / New Moon ) akhir bulan Ramadhan 1439 H. terjadi pada hari Kamis Kliwon, 14 Juni 2018 M. pada pukul 02 : 43 : 00 WIB (Dini hari)
2. Matahari Terbenam ( ﻏﺮﻭﺏ ﺍﻟﺸﻤﺲ / Sunset ) di Pelabuhanratu, Sukabumi Kamis Kliwon, 14 Juni 2018 pada pukul 17 : 46 : 00 WIB
3. Hilal Terbenam ( ﻏﺮﻭﺏ ﺍﻟﻬﻼﻝ / Moonset ) pada pukul 18 : 16 : 30 WIB.
4. Umur Hilal ( ﻋﻤﺮ ﺍﻟﻬﻼﻝ / Age of the Crescent Moon ) = 15 jam 3 menit
5. Greenwich Hour Angle (GHA) Bulan pada tgl 14 Juni 2018 pukul 10:46 GMT = 331° 53 ' 17,8 ''
6. Deklanasi Bulan tgl 14 Juni 2018 pukul 10:46 GMT = 20° 29 ' 47,2 ''
7. Horizontal Parallax Bulan tgl 14 Juni 2018 pukul 10:46 GMT = 1° 13 ' 22 ''
8. Semi Diameter Bulan tgl 14 Juni 2018 pukul 10:46 GMT = 0° 16 ' 36 "
9. Tinggi Hakiki / Geosentris Hilal ﺍﺭﺗﻔﺎﻉ ﺍﻟﻬﻼﻝ ﺍﻟﺤﻘﻴﻘﻲ ) / True or Geocentric Altitude of the Crescent Moon) = 8° 14 ' 30,9 '' atau 8,2° ( di atas ufuk / above horizon )
10. Tinggi Lihat / Toposentris Hilal ( ﺍﺭﺗﻔﺎﻉ ﺍﻟﻬﻼﻝ ﺍﻟﻤﺮﺋﻲ / Apparent or Topocentric Altitude of the Crescent Moon ) = 7° 37 ' 28,07 '' = 7,6° ( di atas ufuk / above horizon )
11. Lama Hilal di atas ufuk ( ﺍﻟﻬﻼﻝ ﻓﻮﻕ ﺍﻷﻓﻖ ﻣﻜﺚ / Long of the Crescent ) = 30 menit 30 detik.
12. Azimuth Matahari ( ﺳﻤﺖ ﺍﻟﺸﻤﺲ / Azimuth of the Sun ) = 293° 19 ' 4,12 '' atau 293,3°.
13. Azimuth Hilal ( ﺳﻤﺚ ﺍﻟﻬﻼﻝ / Azimuth of the Crescent ) = 291° 59 ' 1,25 " atau 291,98°.
14. Posisi Hilal ( ﻣﻨﺰﻟﺔ ﺍﻟﻬﻼﻝ / Position of the Crescent Moon) 1° 20 ' 2,87 '' atau 1,3° di sebelah Selatan Matahari Terbenam dalam keadaan miring ke Utara sebesar 9° 55 ' 30,53 '' atau 9,9°.
15. Lebar Nurul Hilal ( ﺳﻤﻚ ﺍﻟﻬﻼﻝ / Crescent Widht) = 0° 12 ' 16 '' = 0,204443616 jari.
16. Elongasi ( ﺯﺍﻭﻳﺔ ﺍﻻﺳﺘﻄﺎﻟﺔ / Elongation) = 8° 17 ' 34 " = 8,3°.
17. Berdasarkan Ilmu Astronomi: Ketinggian Hilal Toposentris / Mar’i tersebut di atas sebesar 7° 37 ' 28,07 '' atau 7,6° ( di atas ufuk ) sudah "Imkan ar-Rukyat", sehingga hilal kemungkinan besar bisa dirukyat atau dilihat dengan menggunakan teropong atau teleskop. Dengan demikian: Awal bulan Syawal 1439 H. jatuh pada hari Jum'at Legi, 15 Juni 2018 M..
CATATAN:
*****
1. Perhitungan diambil berdasarkan pada data Matahari (Sun) dan Bulan (Moon) dari "The Nautical Almanac for the Year 2018", di mana data Bulan dan Matahari tersebut merupakan hasil pantauan satelit ruang angkasa, NASA (National Aeronautics Space and Administration).
{http://www.tecepe.com.br/scripts/
AlmanacPagesISAPI.dll/pages?date=06%2F
14%2F2018 }.
2. Keputusan selanjutnya menunggu pengumuman hasil "Sidang Itsbat" Kementerian Agama RI di Jakarta pada Kamis malam Jum'at, 14 Juni 2018 M.
3. Selamat Hari Raya Idul Fitri, 1 Syawal 1439 H. / 2018 M. Mohon maaf lahir dan bathin. Semoga amal ibadah puasa Ramadhan kita dan ibadah-ibadah lainnya diterima Allah SWT !!!
Amiin yaa rabbal 'alamiin.

Kota Tangerang, 11 Juni 2018
Wassalam
~Thobary Syadzily
~ Dr. Habib. Mohammad Ali Toha Assegaf

Sabtu, 09 Juni 2018

Adab safar dalam Islam

#Adab safar dalam Islam#

Setidaknya ada enam adab safar yang bisa diamalkan. Semoga dengan mengetahi beberapa adab safar, maka akan menambah pengetahuan kita sebagai seorang muslim. Sehingga perjalanan jauh yang kita tempuh menjadi lebih barokah dan diberi kemudahan.

1. Disunahkan Safar Pada Malam Hari

Sebagaimana yang disebutkan dalam Hadits Abu Dawud :

"Hendaklah kalian melakukan perjalanan pada malam hari (tatkala safar) karena bumi ketika itu dilipat (dipendekkan) pada malam hari."

(HR. Abu Dawud)


 2. Memperbanyak Doa Ketika Safar

Doa orang yang melakukan safar merupakan salah satu doa yang tidak akan ditolak / waktu mustajab untuk dikabulkannya doa. Sebagaimana yang disebutkan pada penjelasan di atas. Hal ini juga disebutkan dalam hadits riwayat Al-Baihaqi berikut :

"Tiga doa yang tidak akan ditolak: doa orang tua untuk anaknya, doa orang yang sedang berpuasa dan doa orang yang sedang safar."
(HR. Al-Baihaqi)


3. Lakukan Safar Bersama Rombongan

Safar besama - sama dengan rombongan / teman / keluarga dekat adalah lebih utama daripada melakukan perjalanan jauh/ safar hanya sendirian. Khusunya safar yang dilakukan pada waktu malam hari. Sebagaimana hadits berikut ini :

"Seandainya manusia mengetahui apa - apa yang ada pada safar sendirian sebagaimana yang aku ketahui, maka seorang musafir tidak akan melakukan safar pada malam hari sendirian"
(HR. Al-Bukhari)

4. Saat Safar Dianjurkan Mengqasar Shalat dan Meninggalkan Shalat Rawatib Selain Qabliyah Subuh

Mengenai adab yang ke- empat ini adalah mengenai shalat saat sedang safar. Saat melakukan safar dianjurkan untuk menqashar shalat (menyingkat shalat fardhu). Contohnya adalah empat rakaat (Dhuhur, Ashar dan Isya) menjadi dua rakaat. Untuk lebih lengkapnya simak pembahasan mengenai Shalat yang bisa diqashar.

Selain itu juga dianjurkan untuk meninggalkan shalat rawatib (shalat sunnah sebelum dan sesudah shalat wajib/ fardhu). Simak juga mengenai Tatacarara Shalat Rawatib Lengkap.

"Saya pernah menyertai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika safar. Beliau tidak shalat lebih dari 2 rakaat, hingga Allah mewafatkan beliau. Saya pernah menyertai Abu Bakar ketika safar. Beliau tidak shalat lebih dari 2 rakaat, hingga Allah mewafatkan beliau..."
(HR. Muslim)


5. Shalat Sunnah 2 Rakaat Sebelum dan Sesudah Safar

Lakukanlah shalat sunnah 2 rakaat saat akan dan telah melakukan perjalanan/ safar. Dua rakaat saat akan keluar dari rumah dan dua rakaat saat masuk ke dalam rumah. Hal ini dilakukan untuk menghalangi dari kejelekan yang berada di luar rumah maupun kejelekan di dalam rumah. Saat akan keluar rumah juga disunnahkan untuk berdoa keluar rumah , doanya adalah :

بِسْمِ اللهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللهِ، لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ

BISMILLAHI, TAWAKKALTU ’ALA ALLAH, LAA HAULA WA LAA QUWWATA ILLAA BILLAAH

Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepada Allah. Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah.

Hadits shalat sebelum safar/ keluar rumah

"Jika engkau keluar dari rumahmu maka lakukanlah shalat dua rakaat yang dengan ini akan menghalangimu dari kejelekan yang berada di luar rumah. Jika engkau memasuki rumahmu maka lakukanlah shalat dua rakaat yang akan menghalangimu dari kejelekan yang masuk ke dalam rumah,"
(HR. Al-Bazzar)

Hadis ini diriwayatkan oleh al-Bazzar no. 8567, ad-Dailami dalam Musnadnya (1/108), dan Abdul Ghani al-Maqdisi dalam Akhbar as-Shalah (1/68).

Hadis ini sanadnya jayyid, perawinya tsiqah (terpercaya), perawi shahih Bukhari. Ada sedikit komentar tentang nama perawi Yahya bin Ayub al-Mishri, namun tidak mempengaruhi keabsahan hadis.  Al-Haitsami dalam Zawaid al-Bazzar mengatakan, ‘Perawinya dinilai tsiqqah.’ Sementara al-Munawi dalam Faidhul Qadir menukil keterangan Ibnu Hajar, ‘Hadis hasan. Andai bukan karena keraguan Bakr tentu sesuai syarat hadis shahih.’ (As-Silsilah as-Sahihah, no. 3/315).

Kesimpulannya, hadis ini statusnya hasan.

Hadits shalat sesudah safar .

Ada tiga hadits yang meriwayatkan mengenai shalat setelah melakukan safar. Berikut ini ketiga hadits tersebut :

Hadits 1
Ka’ab bin Malik -radhiallohu anhu- berkata:

"Nabi -shollallahu alaihi wa sallam- dahulu, apabila baru tiba dari safar beliau masuk ke masjid kemudian mengerjakan shalat dua rakaat di dalamnya."
(HR. al-Bukhari, no. 2604)

Hadits 2
Pada riwayat yang lain Jabir bertutur: Aku menjual unta kepada Rasuullah -shollallahu alaihi wa sallam-di tengah perjalanan. Dan tatkala kami sampai ke kota Madinah beliau berkata:

اِئْتِ الْمَسْجِدَ فَصَلِّ رَكْعَتَيْنِ

Pergilah ke masjid kemudian shalatlah dua rakaat.
(HR. al-Bukhari, no. 2604)

Hadits 3

اعَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: خَرَجْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَزَاةٍ، فَأَبْطَأَ بِي جَمَلِي وَأَعْيَا، ثُمَّ قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلِي، وَقَدِمْتُ بِالْغَدَاةِ فَجِئْتُ الْمَسْجِدَ فَوَجَدْتُهُ عَلَى بَابِ الْمَسْجِدِ. قَالَ: الآنَ حِينَ قَدِمْتَ؟ قُلْتُ: نَعَمْ. قَالَ: فَدَعْ جَمَلَكَ وَادْخُلْ فَصَلِّ رَكْعَتَيْنِ. قَالَ: فَدَخَلْتُ فَصَلَّيْتُ ثُمَّ رَجَعْتُ

Dari Jabir bin Abdullah -radhiallohu anhu-, ia berkata: Aku pernah pergi bersama Rasulullah -shollallahu alaihi wa sallam- pada suatu peperangan. Lalu tiba-tiba untaku berjalan melambat dan kondisinya melemah. Dan ketika itu Rasulullah -shollallahu alaihi wa sallam- telah sampai sebelumku, sedang aku baru sampai pada pagi hari. Kemudian aku pergi ke masjid dan aku mendapati beliau berada di depan pintu masjid. Beliau berkata: ”Apakah engkau baru tiba?” Ya, jawabku.”Tinggalkan untamu, masuklah (ke masjid) dan kerjakan shalat dua rakaat”, lanjut beliau. Lalu aku pun masuk (masjid) dan mengerjakan shalat kemudian pulang.
(HR. al-Bukhari, no. 2097, Muslim, no. 715)




6. Membaca Takbir Ketika Jalan Menanjak dan Membaca Tasbih Ketika Jalan Menurun

Saat naik kendaraan melaksanakan safar, disunnahkan untuk membaca takbir dan tasbih. Takbir dibaca saat jalan menanjak sedangkan tasbih dibaca saat jalanan turun. Hal ini juga sebagai bentuk penghambaan kita kepada Allah agar selalu mengingatnya baik dalam keadaan berdiri, duduk maupun berbaring. Allah berfirman (yang artinya), :

"Maka ingatlah Allah di waktu berdiri, duduk dan berbaring."
(QS. An-Nisaa’: 103)

Bacaan takbir :

Allahu-akbar (الله أكبر)

Bacaan tasbih :

Subhanallah (سبحان الله)


Hal ini sebagaimana hadits berikut ini :
"Dulu apabila kami (berjalan) naik, kami bertakbir, dan apabila turun kami bertasbih"
(HR. Bukhari).

zikir saat safar
Berzikir dengan membaca takbir dan tasbih

Itulah beberapa adab safar yang perlu diketahui. Ingatlah untuk selalu mengamalkan sunnah dan kemudahan yang diberikan Allah saat melakukan safar seperti menqasar shalat, shalat sebelum dan sesudahnya, membaca tahmid dan takbir saat jalan menanjak dan menurun, bersafar secara bersama sama dan lain sebagainya. Semoga pembahasan mengenai adab safar / perjalanan jauh ini bermanfaat bagi para pembaca / pengunjung blog ini. Jika ada kesalahan mohon hubungi kami melalui email di halaman kontak atau melalui komentar di bawah tulisan ini ===========================
#yufid dll#