Kamis, 17 Agustus 2017

TOLAK Full Day School ITU BUKAN UNTUK NU

TOLAK FDS ITU BUKAN UNTUK NU

Ada yg bertanya-tanya dengan nada  protes, yang intinya menganggap NU menolak FDS itu untuk kepentingan NU. Padahal tidak.

Begini lho..
Kalau orang kota menyekolahkan anaknya di sekolah Islam yang berpola FDS yakni sampai sore, itu karena sudah sadar memilih sekolah tersebut. Memilih karena ada pelajaran ngaji atau pelajaran agama yang (dianggap) cukup di sekolah FDS tersebut.

Anak saya pun sekolah di SD yang model FDS. Sore hari sy pulang kerja, sisan sy jemput. Ini adalah pilihan sadar karena kami sebagai orang tua merasa anak sudah mendapast pendidikan agama atau karakter melalui sekolah FDS tersebut.

Sekedar bukti, di sekolah yg diikuti anak saya jadwalnya begini:
Datang di sekolah jam 06.45 disambut dengan alunan qiroah atau sholawatan dari sound system sekolah.
Jam 07. bel masuk berbunyi, semua murid disuruh wudhu, lalu sholat dhuha di aula, lalu tadarus Al-Quran. Lalu baca dzikir nadhoman Asmaul Husna. Lalu berdoa bersama.

Masih dalam keadaaan suci, (yang batal wudhunya disuruh wudhu lagi), para murid baru masuk kelas masing-masing untuk menerima pelajaran sesuai jadwal. Para gurunya pun menyapa dengan salam, sapa ramah dan serba religius.

Ketika masuk waktu dhuhur, seluruh murid sholat jamaah, begitu juga dengan Asar. Dan dalam seminggu, minimal ada empat hari ada waktu khusus ngaji.

Mau tahu, bagaimana profil guru ngajinya? Semua adalah hafidh atau hafidhoh, karena syarat menjadi guru ngaji di sekolah anak sy tersebut adalah hafal Al Quran.

Dan bagaimana dengan guru pelajaran agama? wajib alumni pesantren, alumni madrasah, atau alumni IAIN yang pernah mondok. Dan apakah 1 guru agama sanggup mengajar murid 1 sekolahan dgn waktu yang sama ?

Nah.......
Yang jadi masalah adalah sekolah negeri. Kita semua mengetahui, sejak orde baru, sekolah yang dikelola pemerintah telah menghapus pendidikan budi pekerti. Sedangkan banyak (oknum) gurunya adalah PNS yang tidak punya kepedulian pada akhlak.

Sudah begitu, pelajaran agama sangat sedikit porsinya, hanya dua jam seminggu. Dan buku pelajaran agama, bukan kitab karya ulama yang mu'tabaroh (diakui kebenarannya secara internasional), melainkan hanya cetakan penerbit antah berantah, yang isinya hasil copas link internet bersumber dari syekh GUGEL.

Pengarangnya seringkali malah kaum wahabi yang mengajarkan  intoleransi, fundamentalisme, radikalisme, permusuhan, kebencian dan caci maki. Sampai pernah ketahuan ada pembelokan sifat Allah seperti manusia (mujassimah) segala.

Prahnya lagi, guru agama di sekolah (seringkali) bukan alumni IAIN atau alumni madrasah atau pondok pesantren), Melainkan guru seadanya dari sarjana eksakta atau lulusan manapun yang main ditunjuk saja mengajar agama hanya karena dia tampak rajin sholat jamaah, atau tampak bisa mengutip dalil satu ayat atau dua hadis.

Jadi, anak-anak kita tidak dididik oleh bukan ahlinya. Tinggal tunggu kehancurannya. Maka melihat kenyataan itu, para ulama yang memang sangat sayang pada umat, menyelenggarakan madrasah diniyah, taman pendidikan al quran atau les ngaji sore hari. Di madrasah / diniyah diajar pelajaran fikih sebagai dasar ilmu ibadah fardu maupun sunah, pelajaran Akidah ahlaq sebagai dasar akhlak / budipekerti/tingkah laku, pelajaran sejarah islam sebagai dasar mempelajari sejarah kehidupan manusia sejak nabi adam sampai jaman akhir jaman sebagai pelajaran kehidupan. Pelajaran Al quran hadits sebagai dasar agar dalam melaksanakan aktifitas kehidupan didunia tidak bertolak blakang dgn ahlakul karimah . Alquran sebagai sumber segala sumber ( ibadah, berakhlak, beraqidah, berbudaya)
Dan masih banyak pelajaran yang lain.
Sementara di FDS tidak boleh ditambaih matapelajaran melinkan tambah jam mengajar.
Semintara kejenuhan yg mereka dapat.

Agar anak-anak yang hanya dijejali pelajaran sekuler di sekolah , tetap mendapat didikan agama. Sehingga diharapkan tidak jadi anak yang amoral, nakal atau kriminal.

Nah, Permendikbud nomor 23 tahun 2017 yang diberlakukan itu, sama sekali tidak  mencantumkan tentang pendidikan akhlak, tiada program ngaji seperti FDS yang diikuti anak sy. Jadi, hanya menambah jam pelajaran di sekolah , atau menambah kegiatan ekstra kurikuler saja.

Mau bukti? silakan lihat anak, ponakan atau tetangga saya atau Anda yang kini sekolah negeri berpola FDS.

Mereka pulang sore, kelelahan, kecapekan, tapi babar blas ga mendapat pelajaran agama. Gabisa ngaji, gabisa mengikuti TPQ atau madrasah diniyyah. Maka sangat sangat dikhawatirkan pada masa yang tidak lama, akan muncul anak-anak yang jauh dari agama, jauh dari nilai moral. tak kenal kitab sucinya, tak dekat dengan dunia ngaji... dan seterusnya dan seterusnya.

Mengetahui kenyataan ini, para ulama berteriak. NU yang setia pada negara, selalu mendukung pemerintah yang sah, mengingatkan akan bahaya ini. Dan sikapnya sangat jelas dan tegas, TOLAK PERMENDIKBUD 23 /2017 YANG MEMAKSAKAN SISTEM FULL DAY SCHOOL DI SEKOLAH NEGERI itu.

Ini bukan karena NU terusik kepentingannya atau dirugikan. Sama sekali bukan. Ini tentang masa depan anak-anak kita. Masa depan bangsa dan negara ini.

Silakan dicermati, ada apa di balik Pemerindikbud tsb. Sila cermati, apa yang membuat pemerintah ndableg menerapkannya sekarang ini.

 Tunggu saja resiko yang akan menimpa jika kita tidak peduli pada masalah besar ini.
Monggo direnungkan. ( sar dari sebelah yg perlu direnungkan ) bagaimana jadinya generasi bangsa 10 thn yg akan datang )

Tidak ada komentar: