Selasa, 05 Februari 2019

Empat Mazhab

Empat Mazhab

Dunia Islam sejak 14 abad yang lalu memang mengakui keberadaan empat mazhab fiqih yang muktamad, yaitu mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali.

Bukan berarti mazhab di luar itu sesat, tetapi memang tidak available lagi di publik. Ibarat hp jadul, sudah tidak produksi lagi, kecuali di kalangan amat terbatas saja.

Lalu keempat mazhab yang muktamad itu tidak saling bermusuhan, sebaliknya saling menghormati wilayah teritori masing-masing.

Mazhab Hanafi tersiar di India, Pakistan, Cina, Turki secara dominan. Bukannya mazhab lain tidak boleh, tetapi memang kurang populer di wilayah itu.

Mazhab Maliki populer di Afrika bagian Utara, mulai dari Libya, Tunis, Aljazair, Maroco dan juga Spanyol di masa lalu.

Mazhab Syafi'i amat dominan di Asia Tenggara, seperti Indonesia, Malaysia, Brunai, Singapore, Thailand dan sekitarannya.

Mazhab Hambali amat populer di Saudi Arabia dan diendors oleh pihak Kerajaan. Kita amat berterima-kasih karena peran Kerajaan Saudi Arabia yang sangat besar demi kelangsungan mazhab Hambali. Tidak dapat dibayangkan kalau tidak ada peranan itu, boleh jadi terlupakan dalam sejarah.

Di beberapa negara, ada fenomena menarik, yaitu beberapa mazhab bisa berjalan bersamaan, seperti di Mesir, Suriah, Iraq dan lainnya. Di negeri itu ada mazhab Hanafi yang umumnya merupakan representasi dari mazhab negara, tetapi rakyatnya banyak juga yang bermazhab Syafi'i, karena memang negeri itu dulu tempat tinggal Al-Imam Asy-syafi'i dan murid-murid beliau.

Masjid Al-Haram

Cerita dari para mualim kita dulu, ternyata di Masjid Al-Haram Mekkah pun dulunya keberadaan empat mazhab itu dihormati. Di pojok-pojok masjid ada pusat pengajaran masing-masing mazhab.

Konon mazhab Asy-Syafi'i menempati area dekat Babus-salam. Sehingga dalam pelajaran manasik haji buat bangsa kita, sebaiknya masuk ke Masjid Al-Haram lewat Babus-salam ini. Selain ada dalilnya, juga ada hikmahnya, yaitu biar mereka tidak salah nyelonong ke pusat pengajaran mazhab lainnya. Nanti malah jadi bingung sendiri.

Sebab di kampungnya sudah belajar agama pakai mazhab Asy-Syafi'i, kok tiba-tiba di Mekkah nyelonong ke mazhab Hambali, Hanafi atau Maliki. Pasti akan kebingungan sendiri jadinya.

Sayangnya sportifitas macam itu sekarang sudah tidak ada lagi, karena semua pengajar di Masjid Al-Haram (dan masjid Nabawi juga) sama sekali tidak memperbolehkan ulama selain mazhab Hambali untuk mengajar.

Jadi kalau ada muslim dari negeranya sudah bermazhab sesuai dengan yang berlaku di negeri mereka, terus belajar di Masjid Al-Haram atau Masjid Nabawi, maka otomatis dia akan pindah mazhab sesuai dengan cetakan dari gurunya.

Sayangnya lagi, gurunya pun kurang bijak. Seharusnya bilang, maaf ya mas, yang kita ajarkan ini mazhab Hambali nih. Boleh jadi tidak sesuai dengan mazhab Sampeyan. Maaf lho ini.

Gitu seharusnya. Tapi yang terjadi kayaknya tidak seperti yang diharapkan. Mereka bilangnya gini : Ini yang shahih dari Rasulullah SAW, yang diajarin guru ente di kampung itu haditsnya paslu, ajarannya sesat, ibadahnya penuh bid'ah, pemahamannya keliru, aqidahnya syirik akbar dan bla bla bla.

Lho-lho, mas Syeikh kok sampeyan kayak gitu ngajarnya? Lha mbok Njenenang niku sing apik, mboten sah bidngah-bidngahake, niku mboten sae.

Ahmad Sarwat, Lc.,MA