ULAMA KOK
JADI UMARO’…?!
Ulama
kok mau jadi umaro’ alias khalifah…?! Kalau ulama ya tolong jadi ulama saja dan
tidak usah menjadi khalifah segala. Ulama
yang dekat dengan penguasa itu, apalagi masuk ke pintu istana, bisa jadi ulama
yang buruk alias ulama su'. Lha wong dekat saja sudah bisa disebut ulama su’
mosok sekarang ini ada ulama, bahkan Ketua MUI, yang malah mau jadi Wakil
Presiden. Berhati-hatilah…!
Sik talah, rek…! Ojok sangar-sangar opo’o….
Sekarang saya mau tanya. Apakah
menurut kalian Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib
itu bukan ulama? Apakah kalian punya ulama yang lebih ulama ketimbang mereka
berempat? Coba sebutkan SATU SAJA ulama
kalian yang paling kalian bangga-banggakan sejak dulu sampai sekarang yang
kira-kira lebih ulama ketimbang mereka berempat.
Insya Allah gak akan ada ulamanya ulama,
ustadsnya ustads, habaibnya habaib yang berani bilang bahwa diri mereka lebih ulama daripada
ke empat sahabat Nabi yang luar biasa tersebut.
Nah, sekarang saya mau tanya sampeyan,
iya termasuk sampeyan yang di pojokan… Apakah ke empat sahabat Nabi yang lebih
ulama daripada para ulama mana pun ini bukan umaro’? Apakah mereka berempat ini
bukan pemimpin negara? Mereka bahkan dianggap sebagai best of the bestnya
khalifah alias umaro di zaman masing-masing sehingga dijuluki Khulafaur
Rasyidhin. Khulafaur
Rasyidin dapat di artinya sebagai pemimpin pengganti setelah Rasulullah SAW.. Tak ada khalifah lain yang dijuluki
Khulafaur Rasyidhin selain mereka berempat. Dan mereka adalah ulama sekaligus
umaro’. Saya tegaskan lagi, mereka adalah ulama sekaligus umaro’. Cukup jelas…?!
Sekarang saya mau tanya sama sampeyan,
iya termasuk sampeyan yang ongap angop ae dari tadi…
Apakah kalian tidak suka dipimpin
oleh ulama seperti ke empat khalifah tersebut dan lebih memilih dipimpin Muawiyah
dengan dinasti-dinastinya?
Ketika ke empat khalifah tersebut
menjadi pemimpin tentu saja para ulama atau para sahabat Nabi yang alim bludas
bludus saja bertemu dengan umaro’nya ini. Jadi pada waktu zaman mereka tidak
ada dikotomi ulama dan umaro’. Tidak ada omongan tolong saya jangan diundang ke
istana karena saya seorang ulama. Bisa luntur keulamaan saya karena masuk
istana. Eh, iya waktu itu mereka belum punya istana ding!
Intinya adalah…
(Sik, aku mau apene ngomong opo yo…?!
Kok mbliyut.)
Sebetulnya yang memprovokasi agar
jangan ada ulama di istana itu sebetulnya siapa dan konteksnya bagaimana sih?
Surabaya, 13 April 2019