Sabtu, 17 Maret 2018

BERCADAR ??? OH... JANGAN !!!

BERCADAR ??? OH... JANGAN !!!

Cadar itu merupakan budaya lama lintas agama yang kebetulan sesuai dengan ajaran islam yang luhur. Sebab sesuai perintah-Nya, wanita Wajib menutup semua aurot ketika ditempat-tempat yang seharusnya mereka menutupinya. Kebetulan cadar adalah salah satu bentuk penutup aurot yang memenuhi standar dalam melaksanakan perintah-Nya. Bahkan menurut sebagian ulama, bercadar melebihi standar pemenuhan kewajiban itu. Sebab menurut segolongan ulama ini, wajah adalah bagian tubuh yg tidak wajib ditutupi.
Nah, karena permasalahan wajah adalah wilayah khilafiyah (antara aurot atau bukan), saya kira dari sisi hukum apakah wajib ditutupi atau tidak, tidak perlu diperdebatkan. Silahkan memilih. Justru itu adalah Rahmah bagi umat sesuai Sabda Nabi kita SAW.
Mengikuti pendapat bahwa wajah adalah bukan aurot dihadapan laki-laki lain dan tempat umum. Menurut hemat penulis jauh lebih baik dibanding sebaliknya. Apalagi melihat situasi saat ini dan bagi kita yang hidup di Indonesia.

Berikut beberapa pertimbanganya:

1. Sampai saat ini Cadar itu masih diidentikkan dengan ciri perempuan pengikut, penganut atau simpatisan faham radikalisme. Sehingga menghindari fitnah, su'udlon dan pergunjingan orang lain jauh lebih aman dan bijak.

2. Budaya Indonesia utamanya Jawa, sangat menjunjung tinggi  budi pekerti dalam hal pergaulan yg meliputi; ARUH (tegur sapa saat bertemu), GUPUH (menampak kan senang saat berjumpa) dan SUGUH (menghidangkan/ menawarkan sesuatu, sekalipun dengan senyum). Bukankah hal itu juga diperintahkan oleh agama kita?? Dan bukankah 90% itu dilakukan dan diukur dengan mimik wajah??
Bisakah hal-hal itu dilaksanakan bila bercadar??

3. Perintah ta'aruf antar sesama manusia tanpa pandang bulu itu ditegaskan dalam Al-Qur'an. Hmmm... Alangkah "Ngrekosone" bila dengan bercadar. Apalagi di zaman sekarang.
Penulis pernah tertawa terpingkal-pingkal diakhir suatu kegiatan yang kebetulan ada sekelompok peserta pakai cadar. Mereka dengan girangnya foto bersama dan selfi-selfi dengan para peserta yang lain. Anehnya, lho kok bercadar?? Lalu foto-foto itu untuk mengenang siapa ??? he he he

4. Bagi Pondok, sekolahan dan Perguruan tinggi yang masih berpegang teguh pada syariat islam yang "Rahmatan Lil 'Alamin", silahkan menerapkan larangan itu BILA MASLAHAHNYA memang harus dilarang. "Sakitnya mencabut Paku Berkarat memang harus ditahan, demi menghindari dampak penyakit tetanus yg mengancam jiwa". Tapi larangan itu harus di imbangi dengan peraturan kewajiban menutup aurat "Standart Syar'i" termasuk berjilbab bagi siswi/mahasiswi. Melanggar hak asasi??
Jangan salah....
Bila ada yang mempermasalahkan justru merekalah yang melanggar hak Mu'allim/Guru/pihak Perguruan Tinggi yang diberi hak  Konstitusi Syariat untuk menerapkan Larangan dan kewajiban tertentu dalam rangka mengemban amanat mendidik anak didiknya menuju kesuksesan. 

5. Percayalah.... Kesholihan itu tidak di ukur dengan cadar.
Tapi memadukan fiqh dan tashowuf/akhlaq dalam kehidupan sehari-sehari jauh lebih menjajikan menuju keselamatan dunia akhirot.
Insyaa Alloh....

Zahro Wardi
(PP Darussalam Sumberingin, Trenggalek, 11/03/2018)

Tidak ada komentar: