DIVESTASI FREEPORT
BERMASALAH?
Tidak rela dengan pujian saya pada Jokowi, teman saya
kemudian membrondong saya dengan berita-berita tentang ‘kebohongan’ rezim
Jokowi dan pencitraan yang keterlaluan dari Jokowi dalam keberhasilan mengambil
alih Freeport. “Kebohongan demi pencitraan yang keterlaluan…!” demikian
tulisnya. Lalu dikirimnya artikel dari Dradjad Wibowo yang mengatakan bahwa pencitraan
soal Freeport itu kelewatan bingit (judulnya memang alay karena pakai kata ‘bingit’)
dan pendapat dari Hikmahanto Juwana yang menyatakan bahwa masih ada masalah hukum
dengan divestasi tersebut. Gak rela dia rupanya kalau saya memuji Jokowi… J
Terus terang saya merasa sedih dan prihatin. Bukan. Saya
tidak sedih dan prihatin dengan proses divestasi yang bermasalah tersebut.
Sebetulnya memang tidak ada yang mudah dalam upaya mendapatkan hak yang lebih
layak dari pertambangan emas di Freeport tersebut. Kalau mudah mestinya
presiden-presiden sebelumnya sudah berhasil melakukannya. Tapi faktanya kan
memang hanya Jokowi yang mantan penjual mebel itu yang benar-benar mau
bertarung dengan pemilik dan manajemen Freeport dengan semua dedengkot di
belakangnya. Bayangkan ngerinya kalau kita diintimidasi bahwa kita akan
menghadapi Uncle Sam kalau berani-berani nyenggol Freeport. Hanya Rusia dan
China yang selama ini berani mokong dan head to head dengan AS. Dua kali kita
punya presiden yang jendral tapi toh mereka, entah keder entah gak mau repot, tidak
pernah mau bersungguh-sungguh untuk mendapatkan bagian yang lebih adil dari Freeport
ini. Jadi kalau upaya untuk merebut
bagian yang layak dari Freeport ini
bermasalah ya sudah jelaslah. Kalau gak mau bermasalah ya ikuti saja jejak para
presiden sebelumnya. Aman dan damai selamanya tapi awakmu dipisuhi karo rakyat.
Jadi cobalah melihat dari sisi ini. Jokowi yang dikata-katai
dungu dan plonga plongo itu ternyata menyimpan nyali dan tekad baja untuk
menggugat Freeport at all cost, apa pun resikonya, demi marwah dan kemakmuran
bangsa Indonesia. Katanya Cak Luhut saham 51% itu ‘dead price’ alias harga
mati. http://www.beritasatu.com/ bisnis/448466-luhut-divestasi- 51-persen-freeport-harga-mati. html
Seandainya pun Jokowi gagal mendapatkan 51% saham Freeport
karena besarnya hambatan dan masalah yang dihadapi saya akan tetap angkat topi
pada beliau. Lha wong para jendral sebelumnya berusaha saja kagak, apalagi
sampai berani ngomong ‘dead price-dead price’ segala. Terus terang selama
mengikuti berita tentang upaya ‘merebut’ Freeport ini hati saya selalu diliputi
dengan perasaan haru, bangga, dan syukur. Saya selalu berdoa dalam hati agar mereka
semua diberi kekuatan, kesabaran, jalan keluar yang tidak disangka-sangka dalam
upaya mereka mendapatkan Freeport ini. Insya Allah jika urusan Freeport ini
beres maka akan banyak hal lain yang juga bisa kita bereskan di masa depan karena
kita akan semakin percaya diri dan punya pengalaman dalam menghadapi negosiasi
super a lot seperti Freeport ini.
Tapi bagi orang-orang yang dihatinya ada kebencian pada
Jokowi mungkin lain lagi. Mungkin mereka justru berharap agar Jokowi gagal
dalam urusan Freeport ini sehingga mereka bisa bergendang paha dan punya alasan
untuk semakin mengejek dan menghina Jokowi. Saya sedih dan prihatin pada teman
dan orang-orang yang lebih suka memasukkan kedengkian dan kebencian dalam hatinya
ketimbang rasa syukur dan empati pada perjuangan untuk bangsa ini.
Mbok ya sadar bahwa upaya merebut divestasi 51% Freeport itu
adalah demi kepentingan bangsa dan negara bukan demi Jokowi, apalagi untuk Kaesang,
Kahiyang, dan Gibran. Cukuplah mereka jualan martabak dan pisang goreng. Kalau
hatimu tidak rela berdoa dan mendukung upaya Jokowi pada Freeport ini cukuplah
jika engkau tidak menyebarkan sikap sinis berlebihan, apalagi kebencian, dalam
postingmu. Apa perlu saya kirimi martabak dan pisang goreng via Go Food ke rumahmu
untuk melumerkan kemarahanmu pada Jokowi? J
Surabaya, 14 Juli 2018