Dzikir Suara Keras
Dalil mengeraskan dzikir setelah salat berdasarkan riwayat Ibnu Abbas berikut ini:
اِنَّ
رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِيْنَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنَ
الْمَكْتُوْبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ g وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ
كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوْا بِذَلِكَ إِذَا سَمِعْتُهُ (رواه
البخاري)
”Sesungguhnya mengeraskan (bacaan) dzikir
setelah para sahabat selesai melakukan salat wajib sudah ada sejak masa
Nabi Muhammad Saw.” Ibnu Abbas berkata: “Saya mengetahui yang demikian
setelah mereka melakukan salat wajib dan saya mendengarnya” HR Bukhari
No 796, Muslim No 919, Ahmad No 3298, dan Ibnu Khuzaimah No 1613.
Riwayat Ibnu Abbas ini juga diperkuat oleh sahabat Abdullah bin Zubair,
ia berkata: "Rasulullah Saw mengeraskan (yuhallilu) kalimat-kalimat
dzikirnya setiap selesai salat" (Sahih Muslim No 1372, Ahmad No 16150
dan al-Baihaqi, al-Sunan al-KubraNo 3135)
Dari hadis ini Imam Nawawi berkata:
هَذَا
دَلِيْلٌ لِمَا قَالَهُ بَعْضُ السَّلَفِ أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ رَفْعُ
الصَّوْتِ بِالتَّكْبِيْرِ وَالذِّكْرِ عَقِبَ الْمَكْتُوْبَةِ (شرح النووي
على مسلم 2 / 360)
"Riwayat ini adalah dalil sebagian
ulama salaf mengenai disunahkannya mengeraskan suara bacaan takbir dan
dzikir setelah salat wajib" (Syarah Sahih Muslim II/260). Al-Mubarakfuri
berkata: "Anjuran mengeraskan suara dengan takbir dan dzikir setelah
setiap salat wajib adalah pendapat yang unggul (rajih) menurut saya,
berdasarkan riwayat Ibnu Abbas diatas" (SyarahMisykat al-Mashabih
III/315)