Rabu, 13 Juni 2018

Hypnowriting dan Croc Brain oleh Haryoko R. Wirjosoetomo

- Hypnowriting dan Croc Brain -

Ada hal menarik yang saya temukan dalam Expert Sharing tentang Literasi Digital di kantor Kementerian Kominfo beberapa waktu lalu, dimana saya menjadi salah satu pembicaranya. Seluruh hadirin di ruang pertemuan tersebut adalah sarjana dari berbagai universitas ternama di Indonesia. Tentu saja mayoritas hadirin adalah alumni Universitas Gadjah Mada, karena acara tersebut sebenarnya digagas hanya untuk anggota grup Kagama Virtual saja. Jika pada akhirnya mengundang peserta dari luar grup, semata karena Kementerian Kominfo tertarik dengan materi yang akan kami sharingkan dan memutuskan untuk menanggung seluruh biaya pelaksanaannya.

Nah, apa yang menarik bagi saya?

Ternyata 100 orang lebih di ruangan tersebut, bahkan sesama pembicara lain juga, tidak menyadari jika sebagian terbesar status-status atau meme-meme di media sosial yang menimbulkan kontroversi; memang didesain secara khusus untuk memicu perdebatan, percekcokan, silang sengkarut orang ramai. Targetnya menciptakan segregasi sosial berdasarkan kelompok; membangun dan mengentalkan sikap ingroup-outgroup dalam masyarakat. Tujuan akhirnya? Menciptakan kelompok pendukung politik yang fanatik, pemarah dan kebal terhadap data dan fakta yang disodorkan kepadanya.

Kok bisa? Bisa saja..., bisa sekali. Dengan cara bagaimana? Menggunakan teknik hypnowriting. Bagaimana saya bisa bicara demikian? Karena saya mengetahui teknik tersebut, menguasainya dengan baik dan sudah lama menggunakannya untuk keperluan wawancara investigasi.

-000-

Pertanyaan berikutnya, siapa orang-orang yang menggunakan teknik hypnowriting di atas? Para cyber army kedua kubu politik yang bersaing, baik di kubu pemerintah maupun oposisi. Mereka bisa relawan (semisal Muslim Cyber Army) bisa pula orang profesional, tentara cyber sewaan, cyber mercenaries. Tentang mereka, saya pernah menulisnya dalam thread tersendiri di grup ini.

Apa yang disasar? Croc brain manusia, dimana security/insecurity feeling berada. Kedua jenis perasaan tersebut adalah basic instinct, landasan spirit survival manusia. Cara menguliknya bagaimana? Dengan mendesain narasi-narasi dan gambar-gambar yang disisipi pesan subliminal, yakni pesan tersembunyi. Pesan yang tidak akan ditangkap oleh neo cortex dimana pikiran kritis dan logika berada, namun langsung menusuk ke croc brain. Contoh nyata, apa target menggembar-gemborkan isu 10 juta naker Cina masuk ke Indonesia? Rasa takut kehilangan pekerjaan, rasa takut tidak kebagian lapangan kerja, rasa takut menganggur.

Konsekuensinya? Reaksi primitif pun akan langsung terpicu pada saat croc brain merasa terancam. Dan hampir semua orang tidak paham, REAKSI PRIMITIF CROC BRAIN TIDAK DAPAT DIHADAPI DENGAN DATA. Sila Anda berbusa-bisa menyangking data satu becak dari sumber-sumber yang kredibel..., percumaaaa Saudara. Kenapa? Karena data hanya bisa dicerna oleh Otak Modern, Neo Cortex, bukan Croc Brain.

Jadi, terjawab sudah keheranan Anda soal kebal data itu kan?

-000-

Lalu bagaimana menghadapinya? Sila Anda sajikan data, ga masalah. Hanya saja sejak sekarang Anda musti membangun kesadaran, data tersebut tidak untuk mereka namun untuk memelihara kewarasan orang lain yang masih mengedepankan Neo Cortexnya untuk berpikir.

Itu target yang harus Anda bidik.

Cinere, 11 Juni 2018
Haryoko R. Wirjosoetomo

Tulisan ini pada awalnya saya buat khusus untuk kerabat Kagama Virtual. Atas permintaan rekan-rekan grup tersebut, saya tulis di wall pribadi agar bisa dishare kepada kerabat lain yang bukan alumni UGM.
🙏🌹