Sabtu, 17 Juni 2017

Muhammadiyah, Kau Kok Begitu Sih Sama NU ?

Muhammadiyah, Kau Kok Begitu Sih Sama NU ?

Dalam dunia ormas Islam, Muhammadiyah terbilang kakak dari NU. Muhammadiyah berdiri tahun 1912 sedangkan NU tahun 1926. Begitu juga sang pendirinya, KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) itu lebih tua 2 tahun dari KH Hasyim Asyari (pendiri NU). Beliau-beliau itu tunggal guru (KH Sholeh Darat Semarang dan guru-guru ketika di Mekkah Madinah) dan tunggal nasab, sama-sama keturunan Sunan Giri.

Muhammadiyah dan NU adalah jangkar Nusantara sekaligus benteng Islam Indonesia (bahkan dunia), sebagaimana simbolnya matahari (Muhammadiyah) dan bumi (NU). KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asyari telah sepakat untuk berdakwah Islam di Nusantara (sekaligus dunia) menegakkan Islam Ahlussunnah wal Jamaah ala manhaj Rasulillah SAW. KH Ahmad Dahlan dakwah via perkotaan (dimulai dari keraton Jogjakarta) sedangkan KH Hasyim Asyari lewat pedesaan (Desa Cukir Jombang) dan akhirnya bertemu pada Islam Indonesia. Dan dalam perkembangannya Muhammadiyah tidak hanya besar di kota saja namun juga desa, pun begitu dengan NU tidak hanya menguasai pedesaan bahkan sudah merambah ke pelosok-pelosok kota.

Karena satu guru dan satu nasab, KH Admad Dahlan dan KH Hasyim Asyari mempunyai ajaran yang sama persis, beraqidah Asyariyah dan berfiqh Syafi’iyah. Konsekwensinya pola keberagamaan Muhammadiyah dan NU itu sama dan kongruen. Muhammadiyah dan NU sama-sama berteraweh 20 rakaat, sama-sama tahlilan, yasinan, pakai usholli awal sholat, baca sayyidina, jaahr basmalah, pakai ru’yah hilal dalam penentuan bulan baru, ziarah kubur dan amaliah-amaliah lainnya, antara NU dan Muhammadiyah itu sama. Ajaran dan amaliah Muhammadiyah jaman KH Ahmad Dahlan sama persis dengan ajaran dan amaliah NU, sehingga ada adagium: Muhammadiyah awal adalah NU, NU adalah Muhammadiyah asli.

Namun karena adanya penetrasi proyek Wahabisasi global, Muhammadiyah terimbas/terimbas Wahabi. Sehingga ajaran Muhammadiyah generasi awal (Muhammadiyah Dahlaniyah) berbeda dengan Muhammadiyah generasi saat ini (Muhamadiyah Wahabiyah). Jika saat ini Muhammadiyah ditanya: “Mengapa Muhammadiyah sekarang amaliahnya beda dengan Muhammadiyah yang dulu?” Biasanya orang Muhammadiyah akan menjawab: “Karena ini Muhammadiyah dan bukan Dahlaniyah”. Suatu jawaban yang lucu dan menggelikan. Memangnya Muhammadiyah yang asli, ajaran KH Ahmad Dahlan itu salah, kok saat ini ditinggalkan?

Pertanyaannya adalah mengapa NU aman dari penetrasi proyek Wahabisasi global? Jawabannya adalah karena di NU itu banyak ulamanya, NU gudangnya ulama, banyak Kiainya dan selalu berpegang erat pada ajaran salaf yang tertuang dalam kitab kuning. Hal ini beda dengan di Muhammadiyah. Di Muhammadiyah jarang ulamanyanya, jarang Kiainya, yang ada itu Cendekiawan Islam. Mohon dibedakan antara Ulama dan Cendekiawan Islam.

NU dari dulu jaman KH Hasyim Asyari sampai sekarang tetap konsisten memegang ajarannya, namun beda dengan Muhammadiyah, Muhammadiyah jaman KH Ahmad Dahlan dan Muhammadidyah saat ini mempunyai ajaran yang berbeda. Jika dulu Muhammadiyah dan NU sama, perbedaannya adalah hanya pada tataran namanya saja, yaitu istilah Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Sebagaimana perbedaan jenis majlis taklim saat ini, misal: Majlis Taklim Nurul Huda dengan Majlis Taklim Nurul Ilmi, cuma beda nama tapi ajaran dan amaliahnya persis-sis.

Tapi sayang beribu sayang. Sejak Muhammadiyah cenderung ke ajaran Wahabi maka hubungan persaudaraan dengan NU sedikit merenggangang. Ini disebabkan diantaranya karena berdirinya NU itu untuk membendung dan memberangus paham Wahabi, sedangkan Muhammadiyah berbau Wahabi. Karena ada gab antara Muhammadiyah dan NU itu maka disana-sini timbul perbedaan pendapat tentang amaliah yaumiyah, diantaranya masalah tahlilan, ziarah kubur dan sebagainya.

Sebagai saudara tua, Muhammadiyah berlaku tidak adil terhadap saudara mudanya, NU. Entah kenapa kok seperti itu. Apa memang ada dendam pribadi KH Mas Mansur (Muhammadiyah) dengan KH Wahab Hasbullah (NU) dimana dulunya sama-sama aktif di Nahdlatul Wathan (NW), organisasi embrio NU (disamping Nahdlatut Tujjar dan Tasywirul Afkar, hal ini ditandai dengan beralihnya KH Mas Mansur ke Muhammadiyah padahal dulunya sama-sama di NW, setelah ada “sedikit konflik” dengan KH Wahab Hasbullah. Atau Muhammadiyah merasa tersaingi NU, ormas yunior kok lebih banyak pengikutnya daripada seniornya. Atau alasan-alasan yang lain, wallauhu a’lam.

Namun yang pasti NU seringkali didholimi Muhammadiyah. Perlakuan Muhammadiyah terhadap NU yang tidak adil itu dapat digambarkan sebagai berikut. Ketika Muhammadiyah berada pada posisi d  atas NU, maka dalil yang dipakai “fastabiqul khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan)”. Ini seakan-akan Muhammadiyah tidak mau membantu NU ketika berada pada posisi sulit, karena dalam perlombaan itu ada yang menang dan ada yang kalah. Jika saat ini kamu kalah (NU) ya itu nasibmu saja yang belum mujur, dan saya (Muhammadiyah) adalah pemenangnya. Namun sebaliknya, jika Muhammadiyah pada posisi sulit, dalil yang dipakai lain lagi, adalah “Al-Muslimu lil muslimin ikhwatun (muslim satu dengan muslim yang lain itu bersaudara)”. Seakan-akan ketika Muhammadiyah berada pada posisi di bawah/sulit dan supaya tidak “digencet” NU maka Muhammdiyah minta perlindungan dengan dalil sesama muslim bersaudara. Karena NU baik hati, akhirnya ditolonglah Muhammadiyah dari posisi terjepit tersebut. Dan anehnya setelah ditolong dan sudah berada di atas selanjutnya gantian NU yang dibawah maka NU digencetnya, bukannya ditolong karena sesama muslim bersaudara, namun beda lagi dalilnya: “Fastabiqul Khairat”. Jika caranya demikian, Muhammadiyah selalu menang baik ketika di atas dan dibawah dan NU selalu kalah. Tapi Allah “tidak tidur”, NU mendapat perlindungan Allah, NU selalu dalam naungan Allah dan Allah ridla dengan NU karena NU didirikan oleh para wali dan ulama yang iklash.

Pendhloliman Muhammadiyah terhadap NU selanjutnya adalah masalah pendirian lembaga pendidikan. Jika melihat fakta dilapangan, Muhammadiyah selalu mendirikan sekolah atau perguruan tinggi di daerah kantong NU, di daerah yang sudah ada lembaga pendidikan NU. Dan lembaga pendidikan yang didirikan Muhammadiyah tersebut (sekolahan atau perguruan tingi) sengaja didesain mewah, berkualitas dan apik. Sehingga anak-anak nahdliyin tergiur untuk sekolah di situ. Memang dari segi sarana dan prasarana dan kualitas bagus, dan itu bisa dipahami karena dana yang dipunyai Muhammadiyah sangat besar, namun anehnya itu mengapa didirikan di tengah-tengah kantong nahdliyin yang saat ini kesulitan ekonomi dalam mengelola pendidikan karena keterbatasan dana. Seakan-akan memanfaatkan kelemahan warga NU di bidang ekonomi dan manajemen, disisi lain Muhammadiyah sengaja membuat lembaga pendidikan yang mentereng di kawasan basis NU.

Pertanyaannya adalah apakah kebijakan yang ditempuh Muhammadiyah itu skenario Muhammadiyah untuk me-Muhammadiyahkan anak-anak NU atau murni membuat pendidikan untuk mencerdaskan segenap akan bangsa? Kalau murni pendidikan, sepertinya tidak, terbukti ketika anak-anah nahdliyin sekolah Muhammadiyah maka secara otomatis diwajibkan ikut mata pelajaran/mata kuliah kemuhammadiyahan. Ini bisa dilihat, hampir semua anak-anak NU yang pernah sekolah atau kuliah di kampus Muhammadiyah maka ke-NUannya luntur, tidak ada ghirah terhadap NU bahkan berani melawan NU.

Selanjutnya dengan sekolah di Muhammadiyah, anak-anak NU tersebut secara otomatis ditarik jadi kader Muhammadiyah, yaitu dipaksa masuk IRM (Ikatan Remaja Muhammadiyah), sebuah organisasi pelajar di ormas Muhammadiyah (kalau di NU itu IPNU/IPPNU). Sehingga jika dilihat jumlah di database anggota IRM dengan IPNU/IPPNU maka IRM lebih besar. Dan ketika dilihat dengan jeli justru jumah besar itu mayoritas diisi oleh anak-anak NU yang sudah di-Muhammadiyahkan.

Jika hal ini dibiarkan maka anak-anak NU semakin hari semakin banyak yang di-Muhammadiyahkan oleh lembaga pendidikan Muhammadiyah. Dan ini tidak bisa dibiarkan. Jika sampai pada titik nadzir maka sangat dimungkinkan Syuriah NU mengeluarkan fatwa haram untuk anak-anak NU menuntuk ilmu (sekolah/kuliah) di lembaga pendidikan milik Muhammadiyah, karena akan sama dengan Muhammadiyahisasi NU.

Solusinya:
1. Jika Muhammdiyah sengaja me-Muhammadiyahisasi anak-anak NU maka mulai saat ini harus dihentikan.
2. Jika itu dalam rangka mencerdaskan anak bangsa, khusus untuk anak–anak NU jangan dipaksa ikut mata pelajaran/mata kuliah ke-Muhammadiyahan.
3. Anak-anak NU yang sekolah di lembaga Muhammadiyah, jangan dipaksan ikut IRM dan IMM.
4. Stop genosida (pemusnahan) pendidikan diniah NU dengan dalih Full Day School, oleh Menteri Pendidikan dari Muhammadiyah, Muhajir Efendi.
5. NU jangan selalu didholimi.

NU itu suka damai dan senang menjalin ukhuwah Islamiyah, tapi jika selalu didholimi maka NU akan berfikri ulang.

(by: WP)

Tidak ada komentar: